Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Eci Auliya

Racun Pornografi Digital, Merusak Otak dan Mental

Teknologi | Sunday, 04 Aug 2024, 21:02 WIB

Racun Pornografi Digital, Merusak Otak dan Mental


Oleh: Eci Aulia

(Penulis Buku, Pendidik Gen-Z)


Disadari atau tidak dibalik kemudahan mengakses internet, ada dampak negatif yang sedang mengintai. Salah satunya adalah situs pornografi. Entah itu berupa tulisan, gambar, film, game online, konten, maupun video. Lebih parah lagi situsnya bertebaran secara masif.
Lihat saja, hanya satu jentikan jari situs yang dimaksud muncul dengan cepat. Bahkan tanpa kita searching sekalipun, ia akan muncul dengan sendirinya memenuhi beranda media sosial.

Dilansir dari Liputan6.com, 28-06-2024, media sosial semakin marak memuat dan menjadi tempat beredarnya konten negatif, sehingga membuat Kemeterian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bergerak untuk memberantas konten tersebut.

Konten negatif terbanyak pertama yang diblokir adalah judi online. Sementara konten terbanyak kedua adalah pornografi. Kominfo telah memblokir hingga jutaan konten pornografi yang tersebar di seluruh media sosial yang beroperasi di Indonesia terhitung sampai 27 Juni 2024.

Sungguh memprihatinkan! Demi cuan, dampak negatif yang ditimbulkan menjadi urusan yang kesekian. Padahal, menyebarkan dan menonton tayangan pornografi merupakan perkara haram. Jika sudah kecanduan, maka dapat merusak otak dan kesehatan mental.
Penulis tidak sanggup membayangkan jika yang melihat itu anak-anak di bawah umur. Mereka yang pada hakikatnya belum memahami, harus disuguhkan dengan adegan perbuatan haram yang menstimulus naluri seksual mereka.

Maka tidak heran, free seks dan kasus kekerasan seksual pada remaja dan anak di bawah umur kian marak bertebaran di negeri ini. Ada yang menjadi pelaku, ada juga yang jadi korbannya. Ini adalah salah satu akibat tidak terkendalinya nafsu usai mengkonsumsi konten berbau pornografi tersebut.

Sistem kapitalis sekuler telah membiarkan sesuatu yang fitrah pada diri manusia tidak berjalan di atas koridornya, yaitu hukum syarak. Gharizah na'u (naluri melestarikan keturunan) dibiarkan bebas tak terkendali melalui jutaan situs-situs tak bertanggungjawab. Ini adalah efek dari menuhankan materi dan mengusung paham liberalisme atau kebebasan berprilaku.

Negara adalah satu-satunya institusi yang memiliki kekuatan untuk memblokir situs-situs porno yang menyerbu ranah digital. Meskipun sudah ada upaya untuk menghentikan dengan memblokir jutaan konten. Ini tidak akan menumpas tuntas konten negatif yang ada di media sosial. Akibatnya, kita khususnya para orangtua lah yang mesti berjuang keras untuk melindungi anak-anak kita dari racun pornografi.

Lain halnya, jika kita mau menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Di mana setiap individunya akan memiliki rasa malu. Begitupun seluruh perbuatannya senantiasa terikat dengan hukum syarak. Jangankan tayangan pornografi, tayangan membuka aurat saja tidak diperkenankan untuk dipublikasikan

Apapun bentuk fasilitas informasi yang disediakan, baik di media cetak, media online, televisi, maupun media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, Youtube, dan lainnya, tidak akan dijadikan sebagai hiburan untuk mendulang cuan dan melanggengkan kemaksiatan. Akan tetapi, sebagai tuntunan agar setiap individu yang menerima informasi semakin bertakwa.

Setiap tayangan yang dapat merusak akidah tidak diizinkan untuk dikonsumsi publik. Negara akan menutup semua akses informasi dan media corong liberalisme. Jika ada yang melanggarnya, maka akan ditetapkan sanksi.

Demikianlah cara Islam mengatur media informasi. Dengan begitu, para orangtua tidak akan khawatir lagi dengan tontonan yang akan dikonsumsi anak-anak.

Sayangnya, semua itu tidak akan terwujud jika kita masih nyenyak dalam sistem sekuler yang meninabobokan ini. Sehingga kita lupa bahwa hanya dengan penerapan syariat Islam secara total, satu-satunya cara untuk terbebas dari racun pornografi ini. Wallahu a'lam bisshowab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image