Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dzikra Mufti

Menyelami Sisi Pragmatik dalam Cerpen

Sastra | 2024-07-28 14:46:14

Dalam kajian sastra, sastra bukalah sebuah sesuatu yang layak kita abaikan dan lupakan, bukan pula peninggalan lampau yang hanya disimpan dan menjadi pajangan pada museum. Namun, sastra memiliki hakikat yang bermanfaat istimewa. Sebuah karya sastra bukan hanya sekedar sebuah hasil karangan yang bersifat imajinasi saja, tetapi juga merupakan sebuah bentuk dari pemikiran, penghayatan, dan perenungan dari kondisi sosial masyarakat sekitar.

gambar bunga, sumber: pixabay.com.

Cerpen adalah salah satu karya sastra yang banyak dinikmati oleh semua generasi dan dapat menjadi bahan sebuah penelitian bagi seseorang. Kata cerpen merupakan gabungan kata dari “cerita pendek” yang berisi sebuah permasalahan yang diangkat menjadi kehidupan yang seolah-olah nyata.

Walau terkadang cerpen ada yang bersifat fiksi, namun isi cerita yang disajikan dapat mengantarkan pembaca pada rangkaian permasalahan kehidupan yang dibuat dengan singkat karena biasanya, cerpen hanya berisikan 500-30.000 kata.

Salah satu sastrawan Indonesia bernama Kuntowijoyo menuliskan cerpen dengan judul “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1969 oleh Majalah Sastra. Cerpen ini merupakan cerita yang sebagian besar mengangkat tentang teori memaknai kebaikan hidup manusia.

Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” dapat dijadikan sebuah tombak yang dapat menuntun pembaca yang sedang dalam fase kebingungan dan keputusasaan dalam kehidupan. Adapun usut demi usut sisi pragmatik yang dapat ditarik, yakni:

a. Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” bukan hanya mengangkat tema tentang kehidupan yang terus tumbuh dan berkembang layaknya bunga, tetapi cerpen ini juga mengangkat tema tentang bagaimana cara manusia mendapatkan keseimbangan dalam menjalani kehidupan di tengah banyaknya sisi buruk yang hadir baik dalam kenyataan atau hanya pikiran saja.

Kiasan “ketenangan jiwa” di sini diartikan sebagai sebuah kesederhanaan yang menjadi penyeimbang kehidupan. Jadi semakin kita ikhlas dalam menjalani kehidupan makan kita akan merasakan ketenangan jiwa yang hadir dalam bentuk hikmah dari segala peristiwa ataupun cobaan buruk kehidupan.

b. Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” menyadarkan kita bahwa belum tentu apa yang kita lihat, baik dan buruknya sama seperti dengan isinya, seperti yang terjadi pada tokoh kakek tua.

Pada kutipan “semua orang, jawabnya. Kau kualat. Dia keramat”.

Dijelaskan jika tokoh kakek digambarkan sebagai seseorang yang sangat misterius dan bahkan dikatakan keramat oleh pengarang ketika pada mata lingkungan masyarakat sekitar rumah sang kakek. Namun, lain halnya dengan anak yang baru pindah bernama Buyung, sifat penasaran yang dimiliki oleh anak itu mengalahkan ketakutan yang dimilikinya serta memecahkan kontroversial tentang sang kakek. Kakek merupakan seorang yang baik budi pekertinya hanya saja ia jarang keluar rumah dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar serta lebih memilih menjalani kehidupannya sendiri dengan kedamaian.

c. Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” menggambarkan tokoh utamanya sebagai anak yang baik dan patuh serta menghormati orang tua. Pada interaksi antara Buyung si tokoh utama dan kakek, buyung selalu mendengarkan nasihat-nasihat dan bekal kehidupan dari sang kakek.

Dan hasil nasihat itu juga yang membuat pandangan ia kepada ayahnya berubah menjadi lebih baik, karena selama ini ia menganggap ayahnya sebagai tokoh yang keras terhadap dirinya.

d. Cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” menggunakan bahasa yang dalam untuk setiap pemaknaan simbol-simbol cerita, namun cerpen ini juga dapat mengayuh dimensi pembaca untuk merasakan betapa dekatnya alur cerita ini hingga dapat menuntun setiap pembaca akan penyampaian pesan moral yang tersaji.

Pada pembelajaran sastra, salah satu pendekatan terhadap suatu karya sastra dapat berbentuk pragmatik. Pandangan pragmatik dapat diartikan sebagai pandangan bebas bagi setiap pembaca dalam menilai atau menafsirkan karya sastra.

Menurut Abrams pandangan pragmatik adalah penafsiran makna pembaca terhadap suatu karya sastra berdasarkan hasil penghayatan setiap pembaca (Wijayanti, Rina, 2023, h. 176).

Dalam setiap karya sastra pasti memiliki amanat pesan moral yang diselipkan penulis. Adapun pesan moral atau amanat dari cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”, yakni:

1. “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” mengajarkan kita bahwa setiap kehidupan haruslah menunduk ke bawah, karena kita perlu melihat pada orang-orang di bawah kita agar dapat lebih bersyukur terhadap kehidupan kita yang telah diberikan oleh tuhan sekarang.

2. “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” mengajarkan kita sikap dan perilaku kita sangat berpengaruh kepada orang lain seperti kita, seperti halnya sikap Buyung yang baik dan sopan serta menghormati sang kakek yang membuat ia dapat bersahabat baik dengan sang kakek, ayah Buyung yang keras terhadap anaknya, yang membuat buyung membuat pandangan buruk terhadap ayahnya sendiri, sikap kakek yang jarang keluar dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya yang menimbulkan kesan mistis pada diri sang kakek di mata masyarakat.

3. “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” mengajarkan kita arti sebuah persahabatan, di mana bersahabat itu tidak memandang umur, gender, dan lainnya. Persahabatan itu saling mengasihi, menuntun pada kebaikan, dan menemani dan menerima apa adanya. Persahabatan yang tulus selalu akan mendapat kebahagiaan, seperti halnya persahabatan kakek dan Buyung yang selalu bahagia. Di mana sang kakek selalu menuntut dan mengajarkan tentang kebaikan yang menjadikan Buyung seseorang yang lebih baik lagi ke depannya.

Daftar Pustaka:

Kuntowijoyo. (1992). “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”. Jakarta. Noura Books.

Moh. Hafidh Gumelar. (2017). Dimensi Sosiologis Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA, 2(6), 135. https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/psnp/article/view/135-142/1686.

Dimas, Sumarwati, dan Edy. (2019). Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kumpulan Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo Sebagai Materi Ajar Di SMP. BASASTRA, 7(1), 21. https://jurnal.uns.ac.id/Basastra/article/view/35494/23061.

Wijayanti, Rina. (2023). Nilai Sosial Dalam Novel Si Anak Cahaya Karya Tere Liye Sebagai Alternatif Bahan Ajar Sastra Di SMA. Deiksis, 10(2), 176. https://pdfs.semanticscholar.org/8794/4617ba2747ae2c06c3afa04e658baabeb64f.pdf.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image