MinyaKita Bukan Minyak Kita
Agama | 2024-07-27 21:07:45Ibu rumah tangga dan pengusaha warung makanan lagi-lagi menjerit. Bayangkan, kenaikan sembako bertubi-tubi telah membuat hidup makin sulit. Sekarang giliran minyak bersubsidi yang ikut-ikutan naik.
Seperti diketahui, harga minyak goreng (migor) kemasan bersubsidi, minyakita di pasar-pasar Kota Bengkulu, mencapai Rp18 ribu per liter selama sepekan terakhir. Harga ini jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Seorang pedagang minyak goreng di Pasar Panorama, Kota Bengkulu, mengatakan harga minyakita telah naik menjadi Rp18 ribu dari sebelumnya Rp16 ribu per liter.
Minyakita, lanjut dia, mulai langka sejak dua pekan terakhir dan terus naik selama sepekan terakhir.
Kenaikan HET minyakita merupakan usulan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas. Alasannya, kata dia, harga minyak goreng rakyat itu harus menyesuaikan nilai rupiah yang sudah merosot hingga Rp 16.344.
Kritik Tajam
Namun kenaikan ini mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai langkah pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) tak masuk akal. Pasalnya, dia menyebut Indonesia merupakan eksportir minyak sawit mentah (CPO), bahan baku minyak goreng. Merujuk laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), stok awal CPO pada Januari 2024 sebesar 3,146 juta ton. Dari jumlah produksi itu, konsumsi dalam negeri mencapai 1,942 juta ton, sementara jumlah ekspor mencapai 2,802 juta ton. Cerita akan lain bila Indonesia merupakan importir minyak sawit mentah. Bila demikian, Tulus menyebut kenaikan harga minyak goreng rakyat karena faktor internasional dan kurs mata uang menjadi rasional.
Kenaikan harga itu akan menggerus daya beli masyarakat yang saat ini sudah rendah Menurut dia, kebijakan ini tidak propublik sehingga memang harus ditolak.
Sementara itu, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian mengatakan kenaikan HET minyakita disebabkan oleh masalah distribusi. Menurut dia, minyak goreng rakyat itu justru banyak diedarkan oleh swasta, alih-alih BUMN pangan.
Akibat Salah Kelola
Kenaikan harga minyakita tidak masuk akal, mengingat Indonesia adalah negeri penghasil sawit terbesar. Logikanya, jika dalam produksi sawit saja melimpah, pasti dalam distribusinya akan mudah dan dapat terjangkau harganya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini menunjukkan adanya salah kelola akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme membuat para pemilik modal menguasai sawit mulai dari proses produksi hingga distribusi. Tentu saja jika mereka kuasai, yang ada hanya unsur bisnis sehingga harga menjadi melambung tinggi. Oleh karena itu, pengaturan kebutuhan hidup a la kapitalisme untuk memperoleh sembako dengan harga murah hanya berpihak pada pemilik modal tapi tidak pro rakyat. Jika distribusi bahan pokok diserahkan kepada pemilik modal atau swasta, jelas akan membuat rakyat gigit jari. Distribusinya mengalir kepada yang memiliki uang saja
Inilah pangkal tidak terselesaikannya persoalan mahalnya minyakita yaitu absennya negara dalam mengatur distribusi harta. Semestinya, negara dengan kekuatannya akan mampu mendistribusikan harta kepada seluruh umat. Sayangnya, kekuatan itu hilang dalam sistem kapitalisme. Sistem ini menegakkan sistem batil buatan manusia sehingga kebijakannya hanya bersandar kepada lemahnya akal manusia. Kekuatan negara pun turut hilang seiring dengan ide liberalisme yang menguasai sumber daya alam yang seharusnya di bawah pengelolaan penuh negara.
Dengan Islam, Minyakita Menjadi Minyak Kita
Kisruh minyakita tidak akan terjadi ketika Islam diterapkan dalam institusi negara. Kisruh ini dapat diselesaikan jika negara memposisikan sebagai pihak sentral dalam setiap urusan umat. Fungsi negara adalah untuk mengatur umat manusia agar bisa hidup sejahtera dan bahagia dengan menjamin kebutuhan dasarnya. Kesejahteraan dalam Islam dicapai individu per individu. Dalam hal ini, minyakita termasuk ke dalam sembako (sembilan bahan pokok), artinya pangan yang sangat dibutuhkan umat. Negara harus benar-benar mengurusnya, tidak boleh menyerahkan kepengurusannya kepada swasta.
Dalam Islam negara akan melaksanakan aktivitas ekonomi yang bersifat produktif. Misalnya, larangan menimbun harta benda walaupun dikeluarkan zakatnya (lihat QS At-Taubah: 34), larangan kegiatan monopoli serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar. Selain itu negara Islam akan menjalankan mekanisme non ekonomi yaitu aktivitas yang bertujuan agar di tengah masyarakat terwujud keseimbangan ekonomi. Misalnya, pemberian harta negara kepada warga yang membutuhkan, berupa zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, hadiah, warisan, dan sebagainya. Walhasil, hanya sistem Islam dalam naungan Khilafah sajalah yang dapat mewujudkan sembako murah yang mensejahterakan seluruh rakyatnya. Wallahu a’lam
Bahan Bacaan:
https://mediaindonesia.com/nusantara/556729/harga-minyakita-di-bengkulu-tembus-rp18-ribu-per-liter
https://bisnis.tempo.co/read/1893830/ylki-sebut-kenaikan-het-minyakita-tak-masuk-akal-cpo-kita-melimpah-ruah
https://bisnis.tempo.co/read/1893914/het-minyakita-naik-jadi-rp-15-700-ylki-tidak-propublik-harus-ditolak
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.