Cleansing Guru Honorer, Haruskah Terjadi?
Sekolah | 2024-07-23 21:01:16Hingga hari ini baik di media sosial maupun media mainstream masih diramaikan oleh pemberitaan tentang pemutusan kontrak ratusan guru honorer di Jakarta, seperti dilansir dari Kompas (18/7/2024)
“Ratusan guru hononer dipecat secara mendadak oleh Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta. Pemecatan sepihak terhadap guru yang mengajar di sekolah negeri di Jakarta itu dilakukan setelah adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada 2023. BPK menemukan adanya penyelewengan proses rekrutmen guru honorer yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 63 Tahun 2022.”
Peristiwa ini sontak membuat para guru honorer yang mengalami pemecatan sangat kecewa dan mempertimbangkan langkah dengan menempuh jalur hukum, agar ada upaya hukum untuk mengatasi persoalan tersebut. Kekecewaan para guru honorer adalah sesuatu yang wajar karena mereka sudah mengabdikan dirinya di sekolah dengan jangka waktu yang cukup lama, apalagi menjadi guru honorer adalah sebuah pengabdian dengan imbalan yang relatif kecil, banyak di antara mereka yang memiliki beban kerja berlebih bahkan jika dibandingkan dengan rekan guru PNS sekalipun, sebagaimana yang diungkapkan tenaga pengajar bernama Kevin (bukan nama sebenarnya), menumpahkan keluh kesahnya sebagai seorang guru honorer di Jakarta selama 4,5 tahun terakhir. Menurutnya, pekerjaan guru honorer lebih banyak dibandingkan dengan tenaga pengajar yang mempunyai status berbeda. “Tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) kami (sebagai) guru honorer, lebih-lebih (banyak). Kalau lagi disuruh-suruh, ya saya sindir, ‘babu nih’. Soalnya pekerjaannya lebih-lebih dari orang (guru berstatus) PNS,” kata Kevin (Kompas, 19/7/2024)
Cleansing guru honorer sepatutnya tidak perlu dilakukan, apalagi terdapat data yang menunjukan menunjukan ada sekitar 1,3 juta potensi kekurangan guru sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Nunuk Suryani Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (Kompas, 5/9/2023) “Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menunjukkan bahwa tahun 2022-2023 Indonesia memiliki sebanyak 3,3 juta guru di sekolah negeri. Namun, pada tahun 2024 Indonesia akan mengalami kekurangan 1,3 juta guru dikarenakan banyaknya guru yang pensiun. Ditambah, profesi guru kurang digemari oleh generasi muda sehingga hal tersebut berpotensi menyebabkan Indonesia darurat kekurangan guru.”
Dari pernyataan di atas tergambar jelas bahwa masih banyak kekurangan guru di sekolah-sekolah, hal tersebut dikarenakan banyaknya guru yang pensiun, maka terjadi paradoks di persoalan ini, di satu sisi kita kekurangan guru namun di sisi lain justru terjadi pemutusan kontrak guru honorer atau ramai dikenal “cleansing guru honorer” yang didasari atas undang-undang ASN 2023 Pasal 66 yang mengharuskan seluruh instansi pemerintahan pusat maupun daerah melakukan penataan pegawai non-ASN dengan batas waktu hingga Desember 2024 setelah Desember 2024 hanya ada dua jenis pegawai, yakni Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan PNS.
Rekomendasi
Sesungguhnya tidak perlu adanya pemutusan kontrak guru honorer di manapun di seluruh Indonesia karena masih banyaknya kebutuhan akan tenaga pengajar, dan terlebih lagi guru adalah orang-orang yang terdidik yang telah melampaui pendidikan tinggi dengan kompetensi tertentu sebagai tenaga pendidik, telah berpengalaman di dalam mengajar, melakukan proses pembelajaran serta berinteraksi dengan anak didik, serta yang tidak boleh dilupakan adalah maju mundurnya suatu negara sangat tergantung kepada perhatian bangsa ini atas dunia pendidikan yang mana salah satunya adalah guru, pemecatan guru honorer yang terjadi sekarang ini adalah jauh sekali dari aspek penghormatan kepada guru, khususnya guru honorer. Maka yang bisa dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah adalah:
1. Menawarkan kepada para guru honorer untuk mutasi/pindah tempat mengajar baik di sekolah swasta maupun sekolah negeri yang masih kekurangan tenaga pengajar
2. Tetap diberikan jam mengajar, sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap mereka
3. Diperbantukan sebagai pendamping guru kelas, sehingga terdapat dua guru di dalam kelas, satu guru inti dan satu lagi guru pendamping, sehingga dapat mengontrol dan memperlancar proses belajar mengajar di dalam kelas, apalagi kelas besar dengan jumlah murid yang berlebih.
4. Diperbantukan menjadi guru piket yang mana bisa menggantikan ketika ada guru yang berhalangan hadir.
5. Diberikan peluang/kesempatan untuk mengikuti tes penerimaan guru PPPK
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.