Pergi Haji Menggunakan Uang Hasil Pinjaman, Berkah atau Musibah?
Ekonomi Syariah | 2024-07-03 17:14:58Haji merupakan salah satu bentuk ibadah umat Islam yang berbeda dengan Syahadat, shalat, puasa dan zakat. Pengertian Haji adalah kunjungan ke Baitullah untuk menunaikan ibadah pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu bagi umat Islam yang mampu secara jasmani dan rohani.
Hukum menunaikan ibadah haji tertulis dalam Al-Qur'an surah Al-Imran ayat 97 yang berisi sebagai berikut
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”
Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa menunaikan ibadah haji ke Baitullah merupakan salah satu kewajiban manusia terhadap Allah SWT. Surah tersebut juga menyebutkan siapa yang wajib menunaikan haji, khususnya siapa yang boleh berangkat ke sana.
Haji merupakan rukun Islam yang kelima, dimana ibadah haji ini sangat dianjurkan bagi umat islam yang berkapasitas. Yang dimaksud dengan kapasitas di sini adalah kemampuan finansial dan fisik. Ibadah haji membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apalagi bagi Anda yang tinggal di Indonesia. Ibadah haji ini juga mencakup banyak aktivitas yang membutuhkan kekuatan dan kemampuan fisik.
Sebagai seorang muslim tentunya juga ingin menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci sebagai wujud pemenuhan rukun Islam yang kelima. Bahkan tidak hanya itu, ibadah ini bukan hanya menjadi salah satu rukun Islam tetapi juga simbol kesempurnaan iman dan ketakwaan seseorang kepada Allah SWT. Namun, dalam proses mewujudkan impian ini, ada dilema yang sering dihadapi masyarakat, yakni bagaimana jika uang yang digunakan untuk pergi haji berasal dari pinjaman? Apakah ini akan membawa berkah atau malah musibah?
Penting untuk memastikan bahwa setiap amal perbuatan kita dilakukan dengan cara yang halal dan bersih dari riba terlagi dalam hal ibadah. Islam sangat melarang transaksi yang melibatkan bunga (riba). Dalam islam, riba dianggap sebagai salah satu dosa besar yang dapat menghalangi seseorang dari keberkahan. Jika pinjaman yang diambil melibatkan bunga, maka ini bisa menjadi masalah yang serius dalam hal keabsahan dan penerimaan ibadah haji kita.
Pada ayat diatas menekankan kata istitha’a yang berarti suatu kondisi seseorang memiliki bekal secara finansial (untuk biaya perjalanan dan biaya keluarga yang ditinggalkan) menguasai pengetahuan manasik haji, hati yang ikhlas, sabar, syukur, tawakal dan tawadhu, serta sehat secara mental dan fisik. Dalam hal ini, para ulama memiliki pandangan yang beragam terkait haji dengan uang pinjaman. Beberapa ulama berpendapat bahwa jika pinjaman tersebut tanpa bunga (riba) dan ada niat dan mampu kuat untuk melunasinya tanpa kesulitan yang berlebihan, maka hajinya tetap sah. Namun, mereka tetap menganjurkan untuk menghindari pinjaman jika memungkinkan.
Sebaliknya, ulama yang lebih konservatif berpendapat bahwa menunaikan haji dengan uang pinjaman bisa menimbulkan berbagai masalah, termasuk menambah beban finansial setelah kembali dari haji. Menurut mereka, mengambil pinjaman untuk pergi haji bisa memiliki dampak finansial yang signifikan. Pinjaman biasanya datang dengan bunga atau biaya tambahan yang dapat memperberat beban finansial seseorang. Jika setelah pulang haji seseorang kesulitan melunasi pinjaman, hal ini bisa menyebabkan stres dan tekanan psikologis yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, ada kekhawatiran bahwa fokus utama dalam menjalankan ibadah haji bisa terganggu karena pikiran yang dipenuhi oleh bagaimana cara melunasi pinjaman tersebut. Ibadah haji adalah momen spiritual yang sakral dan seharusnya dilaksanakan dengan penuh ketenangan hati dan jiwa. Ada pula pertimbangan moral dan sosial dalam masalah ini. Apakah adil bagi keluarga yang ditinggalkan jika kepala keluarga mengambil pinjaman besar hanya untuk pergi haji, sedangkan kebutuhan sehari-hari mereka mungkin terabaikan? Perlu dipertimbangkan juga dampak sosial jika seseorang terlalu memaksakan diri untuk menunaikan ibadah haji demi status sosial atau gengsi.
Dalam hal ini, ada beberapa solusi alternatif yang bisa kita lakukan dan dipertimbangkan bagi yang ingin menunaikan ibadah haji namun terkendala oleh finansial. Diantaranya:
1. Menabung sejak dini
Membuat rencana tabungan jangka Panjang untuk biaya haji dapat menghindarkan dari keharusan mengambil pinjaman.
2. Investasi
Menginvestasikan uang dengan bijak dapat membantu mengumpulkan dana untuk biaya haji tentunya dengan cara yang syariah.
3. Meminta bantuan saudara atau Lembaga syariah
Jika memungkinkan, meminta bantuan saudara atau Lembaga syariah tanpa melibatkan bunga atau biaya tambahan bisa menjadi solusi. Terlagi pada saat ini ada beberapa program bantuan atau dana talangan haji yang sesuai dengan prinsip syariah. Mengikuti program ini dapat menjadi solusi bagi mereka yang belum mampu secara finansial dan terpaksa. Tetapi yang harus menjadi catatan disini adalah kita harus mampu mengganti Ketika mendapatkan biaya talangan haji.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.