Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Bahaya Memanjakan Anak Secara Berlebihan

Agama | Wednesday, 03 Jul 2024, 15:05 WIB
Dokumen Nakita.id


Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan bagaimana orang tua mencurahkan kasih sayang yang begitu besar kepada anak-anak mereka. Hal ini tentu saja merupakan sesuatu yang wajar dan bahkan terpuji, mengingat anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Namun, di balik curahan kasih sayang tersebut, tersembunyi sebuah peringatan yang perlu kita renungkan bersama.


Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surah At-Taghabun ayat 15, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); di sisi Allah-lah pahala yang besar." Ayat ini mengandung pesan yang sangat dalam bagi kita sebagai orang tua. Di satu sisi, anak adalah karunia yang tak ternilai, namun di sisi lain, mereka juga merupakan ujian bagi kita.

Ujian yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah sesuatu yang negatif, melainkan sebuah sarana untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Melalui anak-anak, Allah menguji sejauh mana kita mampu menyeimbangkan antara kecintaan kepada mereka dengan ketaatan kepada-Nya.

Salah satu bentuk ujian yang sering kita hadapi sebagai orang tua adalah godaan untuk memanjakan anak secara berlebihan. Keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi anak terkadang membuat kita lupa bahwa terlalu banyak kemudahan justru bisa berdampak buruk bagi perkembangan mereka.

Memanjakan anak memang bukan hal yang dilarang dalam Islam. Bahkan, memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup adalah kewajiban orang tua. Namun, yang perlu diperhatikan adalah batasan dan cara kita dalam memanjakan mereka. Terlalu memanjakan anak bisa menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi anak itu sendiri maupun bagi hubungan kita dengan Allah.
Pertama, memanjakan anak secara berlebihan dapat membentuk karakter yang kurang baik pada diri mereka. Anak-anak yang terlalu dimanja

cenderung menjadi pribadi yang egois, tidak mandiri, dan kurang memiliki rasa empati terhadap orang lain. Mereka terbiasa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan mudah, sehingga sulit bagi mereka untuk memahami konsep kerja keras dan pengorbanan.
Kedua, anak yang terlalu dimanja sering kali kesulitan dalam menghadapi tantangan dan kegagalan di kemudian hari. Mereka tidak terbiasa dengan situasi sulit dan cenderung mudah menyerah ketika menghadapi masalah. Padahal, kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan adalah salah satu kunci kesuksesan dalam kehidupan.

Ketiga, memanjakan anak secara berlebihan bisa membuat mereka kurang menghargai nilai-nilai spiritual dan moral. Ketika anak terbiasa mendapatkan semua keinginan duniawinya dengan mudah, mereka mungkin akan kesulitan memahami pentingnya nilai-nilai seperti kesabaran, syukur, dan qana'ah (merasa cukup dengan apa yang dimiliki).

Keempat, dari sisi orang tua, terlalu memanjakan anak bisa menjadi penghalang dalam menjalankan kewajiban kepada Allah. Misalnya, ketika kita rela melanggar aturan syariat demi memenuhi keinginan anak, atau ketika kita lebih memprioritaskan keinginan anak daripada perintah Allah.

Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi hal ini? Apakah kita harus menahan diri untuk tidak memanjakan anak sama sekali? Tentu saja tidak. Yang dibutuhkan adalah keseimbangan dan kebijaksanaan dalam memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anak.

Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mencintai dan menyayangi anak tanpa harus memanjakan secara berlebihan:

  1. Ajarkan nilai-nilai agama sejak dini. Tanamkan pemahaman bahwa cinta kepada Allah harus lebih besar dari cinta kepada apapun di dunia ini, termasuk kepada orang tua dan diri sendiri.


2. Berikan kasih sayang yang cukup, tapi juga ajarkan tanggung jawab. Biarkan anak melakukan hal-hal yang sesuai dengan kemampuan mereka, sehingga mereka belajar untuk mandiri.


3. Terapkan disiplin yang konsisten. Atur batasan yang jelas dan konsekuensi yang sesuai jika anak melanggar aturan tersebut.

4. Ajarkan anak untuk bersyukur dan menghargai apa yang mereka miliki. Hindari selalu memenuhi semua keinginan mereka, terutama yang tidak penting atau berlebihan.

5. Jadilah teladan yang baik. Tunjukkan kepada anak bagaimana menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat.

6. Libatkan anak dalam kegiatan sosial dan amal. Ini akan membantu mereka mengembangkan rasa empati dan kepedulian terhadap orang lain.

7. Berikan penghargaan atas usaha, bukan hanya hasil. Ini akan membantu anak memahami pentingnya proses dan kerja keras.

8. Ajarkan anak untuk menabung dan mengelola uang dengan bijak. Ini akan membantu mereka memahami nilai uang dan pentingnya hemat.

9. Luangkan waktu berkualitas bersama anak. Terkadang, apa yang dibutuhkan anak bukanlah barang materi, melainkan perhatian dan waktu bersama orang tua.

10. Berdoalah selalu untuk kebaikan anak. Ingatlah bahwa sebagai orang tua, tugas kita adalah berusaha dan berdoa, sementara hasil akhirnya ada di tangan Allah.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip di atas, kita bisa memberikan kasih sayang yang cukup kepada anak tanpa harus jatuh ke dalam perangkap memanjakan secara berlebihan. Ingatlah selalu bahwa tujuan utama kita sebagai orang tua adalah mempersiapkan anak-anak kita tidak hanya untuk sukses di dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat.

Akhirnya, marilah kita renungkan kembali firman Allah dalam Surah At-Taghabun ayat 15. Ayat ini bukan dimaksudkan untuk mengurangi kasih sayang kita kepada anak, melainkan untuk mengingatkan kita akan tujuan yang lebih besar. Bahwa di balik cobaan berupa harta dan anak-anak, ada pahala yang besar yang telah Allah siapkan bagi mereka yang mampu menjaga keseimbangan.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam mendidik dan menyayangi anak-anak kita dengan cara yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Aamiin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image