Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jannatul Sakti Ikhsan

Demokrasi Digital: TikTok Merevolusi Keterlibatan Politik?

Politik | 2024-06-25 10:36:18
Sumber : dokumen pribadi

TikTok sebagai sarana politik menawarkan dinamika baru dalam menghubungkan politik dan generasi muda. Meskipun awalnya TikTok adalah platform sosial video pendek yang dipadukan dengan musik, untuk tarian, gaya kreatif, ataupun unjuk bakat, dirancang untuk generasi kekinian, melalui TikTok seseorang, kelompok, atau komunitas dapat membuat video pendek yang unik, dengan cepat dan mudah untuk dibagikan dengan teman dan ke seluruh dunia. Pada saat ini TikTok seringkali menampilkan isu-isu politik terkini yang sedang hangat.

Sekarang, Tiktok menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh di Indonesia sehingga menempati peringkat kedua dunia dengan jumlah pengguna TikTok yang mencapai 112,97 juta dan dijadikan alat strategis baru. Para propagandis menyajikan fitur unik yang memungkinkan untuk mencapai audiens lebih luas dengan model berbagi konten baru, tidak terpaku pada jumlah pengikut tetapi fokus pada daya tarik konten. Semua orang yang membuat konten menarik dapat eksis di “For You Page” atau yang biasa disebut dengan FYP, memberikan peluang untuk mempromosikan narasi politik melalui konten audio-visual. Sistem ini berpotensi memperkuat pesan propaganda radikal, membentuk pengikut fanatik karena TikTok mendorong konten serupa kepada pengguna, menciptakan informasi yang memengaruhi pandangan mereka.

Klip video pendek di TikTok dapat menyajikan propaganda politik dengan cara yang bersifat bias atau manipulatif, termasuk dalam hal penyajian informasi yang tidak komprehensif, penggambaran situasi secara berkecondongan, atau pemanfaatan narasi yang merugikan pihak tertentu. Penting untuk menjaga sikap skeptis dan melakukan riset terlebih dahulu ketika terpapar konten politik di platform ini. Karena secara tidak langsung kita akan terpengaruh juga oleh konten tersebut.

Tidak seperti media sosial yang lain, TikTok relatif baru setelah diunduh banyak orang. Sementara perusahaan teknologi seperti Facebook, Twitter, dan Google telah mengambil langkah serius untuk memerangi penyalahgunaan platform mereka oleh propagandis, TikTok tidak memiliki kebijakan yang ketat mengenai hal itu. TikTok telah dikritik keras oleh para peneliti dan media karena mengizinkan pandangan ekstremisme muncul di platformnya, yang membuat pemilik TikTok membuat kebijakan yang lebih baik. TikTok tengah mengandalkan sebagian besar pengawasannya pada sistem internal dan AI namun tampaknya masih berjuang dalam mengawasi konten yang diproduksi penggunanya.

Beberapa pengguna mengatakan bahwa mereka memperhatikan bahwa video politik mendapat lebih banyak perhatian daripada video non-politik seperti di Indonesia influencer yang mempromosikan partai atau kandidat politik dikenal sebagai buzzer dapat dibeli di media sosial, seorang pembuat content creator dapat dibayar untuk menyampaikan pesan atau menjual produk dengan harga yang tepat. Pemerintah menggunakan pengaruh sosial untuk menyebarkan pesan mengenai kebijakan sosial, itu mungkin hal yang baik, tetapi jika digunakan untuk mendorong agenda politik maka kita berada di wilayah yang berbahaya karena sekali lagi kita kembali ke diskusi tentang siapa yang menggunakan TikTok itu.

Kaum mudalah yang ambivalen secara politik, mereka tidak peduli untuk membuat postingan mereka terlihat otentik, banyak buzzer yang ingin mempertahankannya. Hubungan berbayar dengan klien mereka sebuah rahasia. Tony Rosyid membongkar seluk beluk pekerjaan buzzer hanya dengan syarat anonimitas. Dia memperkuat pesan-pesan politik dengan membagikannya menggunakan beberapa akun palsu. Orang asing akan segera mendapati dirinya sangat sibuk. Indonesia sedang bersiap-siap bersiap untuk pemilihan presiden pada bulan Februari 2024 dalam pemilu sebelumnya, platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter memainkan peran penting dalam kampanye politik, namun dengan popularitasnya yang meningkat, TikTok dapat mendominasi pada tahun 2024, terutama karena lebih dari separuh dari 204 juta pemilih di Indonesia adalah kaum milenial.

Pilpres 2019 adalah peristiwa kontroversial disinformasi yang dikenal sebagai hoax di Indonesia tersebar luas di media sosial, misalnya Presiden Joko Widodo dituduh menjadi bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sekarang sudah tidak ada lagi, sebuah partai yang dilarang sekitar tahun 1965 ketika Jokowi berusia empat tahun. Di sinilah para buzzer akan dikerahkan untuk menjelek-jelekkan lawan atau menyebarkan kebohongan menjelang pemilu 2024. Untuk mengatasi masalah ini TikTok telah memberlakukan kebijakan untuk mengekang apa yang dapat dilakukan politisi dan partai pada platform tersebut pada bulan September tahun lalu. Telah meluncurkan kebijakan akun partai politik dan politisi pemerintah yang artinya adalah partai politik dan politisi di platform TikTok tidak akan dapat terlibat dalam aktivitas monetisasi apapun, dan ini tentu saja termasuk iklan politik berbayar serta penggalangan dana kampanye. Akan sangat sulit untuk memastikan siapa yang memposting opini asli dan siapa yang dibayar terutama bagi buzzer pintar.

Pemilu 2024 TikTok bekerja sama dengan mitra keamanan seperti Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau yang disebut dengan mafindo, sebuah lembaga pengecekan fakta yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang literasi digital dan mengedukasi pengguna tentang disinformasi serta hoax. Setelah menemukan hoax di TikTok atau platform lain mafindo memposting klarifikasi tentang situs web dan platform media sosial asing, kelompok masyarakat sipil pro-demokrasi. Pemerintah juga turut bertanggung jawab atas penyebaran hoax asing di suatu platform,

Salah satu solusi untuk menghentikan desas-desus transparansi pendanaan kampanye TikTok bukan lagi sekadar platform dance, video klip, memasak dan meme dominasinya di kalangan pengguna muda berarti bahwa video tersebut akan terus berkembang sebagai alat pengaruh politik. Ancaman disinformasi ini adalah hal yang nyata. Keberadaannya dapat mengikis kepercayaan sosial, dapat mengikis kepercayaan politik, dapat mengikis kepercayaan media, sehingga dampaknya sangat luas. Oleh karena itu, kedepannya saya pikir penting untuk bekerja sama dengan teman-teman di TikTok dan agensi media sosial lainnya untuk memastikan bahwa kita menyeimbangkannya. Bagaimana kita memastikan bahwa kita mendapatkan platform yang aman bagi sesama warga Indonesia dan komunitas global.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya