Kemanfaatan, Kunci Sukses Lembaga Zakat
Filantropi | 2024-06-24 09:46:40Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Soal eksistensi bisnis yang panjang dan lestari ini bisa kita tengok modelnya pada perusahaan General Electric (GE) Company. GE didirikan pada 1890 oleh Thomas Alva Edison, sang penemu bola lampu. Sejak didirikan, perusahaan ini berkembang pesat dan menjadi perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Dikutip dari beberapa sumber, GE yang awalnya hanya perusahaan listrik memperluas segmen pasar, mulai dari peralatan rumah tangga, lampu listrik, finansial, mesin jet, pesawat, sampai pembangunan pembangkit nuklir. GE terus tumbuh hingga hari ini dan terus bertransformasi bisnisnya menyesuaikan kondisi zaman. Model bisnisnya terus mengalami transformasi digital, termasuk terus menyesuaikan kemampuan bisnisnya untuk terus eksis dan menjawab kebutuhan teknologi yang diperlukan manusia.
Ternyata bila kita dalami dan telaah sejarah panjang GE, salah satu rahasia atau kunci penting menjaga eksistensi bisnisnya ada pada kemanfaatan. Value paling utama GE ini diwariskan secara baik oleh Thomas Alva Edison. Edison dalam hidupnya selalu berfokus pada pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Edison mengarahkan pula GE untuk terus berfokus secara sisternatis pada permasalahan-permasalahan riil. Perusahaan ini tumbuh dengan terus mencari dan meneliti persoalan kehidupan dan berusaha menyelesaikannya. Dari sini memang akan berimbas munculnya keuntungan perusahaan. GE tumbuh menjadi perusahaan besar dan bisa menyesuaikan zaman tanpa dilindas para pesaing
Bagi lembaga zakat, kunci sukses GE sebenarnya sudah lama dipahami meskipun, sayangnya, pengamalannya belum serius dilakukan. Hadits riwayat Ahmad yang berbunyi, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia telah lama dipahami bahkan dihafalkan sejak lama.
Namun, kita sebatas menghafal, seakan-akan tak merasakan dahsyatnya kandungan di balik hadits itu. Kemanfaatan adalah kata kunci sukses marketing zakat. Esensi kemanfaatan pula yang akan mengantarkan sebuah bisnis atau organisasi melewati zaman demi zaman dan terus bisa tumbuh dan berkembang di tengah badai sekalipun.
Memang, sekelas GE bukan tanpa masalah dalam perjalanannya. Faktanya, akibat pertumbuhan yang pesat dan hampir tak terkendali, akhir tahun 1970-an, GE justru menjadi perusahaan raksasa yang gemuk dan sama sekali tidak efisien. Bisnisnya tidak fokus, birokrasinya besar dan bertingkat-tingkat, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah juga lambat. GE ketika itu adalah perusahaan besar yang akan segera ketinggalan zaman dan dilindas para pesaing.
Beruntunglah GE, pada 1981 mereka menemukan pemimpin barunya yang akan membawa kembali perusahaan ke jalan kesuksesan. Jack Welch, namanya. Welch segera saja menciptakan sejarah di GE. la bukan hanya mengembalikan bisnis GE ke spirit semula untuk maju tapi juga membawa semangat kesederhanaan dalam merebut kesuksesan. Bisnis itu sederhana, katanya. "Don't make business harder than it is, jangan buat bisnis lebih sulit dari yang sebenarnya."
Welch mendorong GE dan orang-orang di dalamnya untuk berpikir secara sederhana, tidak memperumit bisnis lebih dari yang seharusnya. Kunci sukses Welch lainnya adalah mengampanyekan pentingnya pelayanan. Ia terus-menerus berpikir dan berusaha menyempurnakan pelayanan.
Sebelum era Jack Welch, GE adalah salah satu perusahaan manufaktur, kampiun gaya lama. Welch membawa konsep layanan ke dalam perusahaan. Sekarang, GE dikenal juga sebagai perusahaan jasa yang melakukan kegiatan manufaktur. Perusahaan ini perusahaan keuangan, informasi, sekaligus produsen perkakas rumah tangga. Kualitas dan layanan melingkupi semua aktivitasnya.
Dalam melakukan perbaikan dan peningkatan layanan pada konsumennya, Jack Welch menekankan pada semua karyawan GE untuk "lupakan masa lalu, cintai masa depan. Maknanya, perusahaan GE ini ingin merangkul hal-hal baru, dalam hal ini teknologi informasi atau internet. Welch memimpin masa depan, ia tidak mempertentangkan masa depan: CE di bawah kepemimpinan Welch menyibukkan diri dengan masa depan
GE bukan tanpa masalah dalam perjalanannya, namun dengan konsep belajar dan memimpin mereka akhirnya tetap mampu bertahan dari generasi ke generasi. Para pemimpin datang dan pergi silih berganti, namun spiritnya ternyata bisa terus terjaga dan Lestari. Para pemimpin GE bertindak layaknya "diktator korporat" yang dengan seluruh kewenangan yang dimilikinya membawa dan mengarahkan perusahaan melaju terus ke masa depan.
Para pemimpin GE selalu punya komitmen untuk belajar dan bergerak maju. Bila pun ada keputusan yang salah, maka hal ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk mengakui dan memperbaikinya. Budaya di GE adalah "belajar dari kesalahan lebih penting daripada menikmati kesuksesan." Menarik, bukan?
Memetik pelajaran GE bagi OPZ, seluruh upaya berkomunikasi dan memasarkan program-program yang dimiliki ternyata kunci pentingnya adalah soal kemanfaatan. Bila hal ini telah menjadi bagian integral lembaga pengelola zakat, maka tak perlu khawatir mencari-cari model marketing apa yang cocok dan efektif. Yang justru kita harus jawab adalah bagaimana setiap OPZ terus setia dengan ideologi pelayanannya yang berfokus pada mustahik agar mereka bisa hidup lebih baik dan berkualitas. Insya Allah, para muzaki akan mengikuti kesungguhan OPZ.
Para muzaki akan berani menyokong kita bila kita melakukan kebaikan tanpa pamrih. Jangan pernah khawatirkan urusan masa depan kita kalau kita bertekad kuat untuk tetap menjadi bagian solusi atas kesulitan hidup para mustahik dan orang-orang dhuafa. Yakinkah bahwa janji Allah itu pasti dan kontan dibalas oleh- Nya. Bukan hanya nanti di akhirat, bisa jadi balasan kebaikan dan dampak kemudahannya akan pula kita terima bersama-sama di dunia ini. Amin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.