Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Aroma Politik Dinasti

Politik | 2024-06-20 19:52:50

Aroma Politik Dinasti

Oleh : Dhevy Hakim

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) sebentar lagi akan digelar. Kesibukan KPU dalam mempersiapkan kepanitiaan dan segala macam yang diperlukan dalam Pilkada mulai terlihat. Sayangnya persiapan menyambut Pilkada sudah diawali aroma yang tidak sedap. Aroma yang menjadikan masyarakat juga kembali gaduh.

Ya, aroma dinasti rupanya sudah tercium kuat untuk pelaksanaan pilkada pada bulan November 2024 nanti. Pasalnya menjelang kontestasi pilkada 2024, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan yakni penghapusan batas usia calon kepala daerah. Dimana menurut keputusan MA yang terbaru batas usia calon kepala daerah adalah 30 tahun saat pelantikan bukan lagi pada saat si calon kepala daerah mendaftarkan diri. Dengan demikian dapat dipahami pada saat mencalonkan diri calon kepala daerah boleh berusia kurang dari 30 tahun.

Merespon keputusan MA tersebut Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Peraturan KPU tentang batas usia calon kepala daerah ini. ICW menduga putusan tersebut untuk memuluskan jalan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju di Pilkada 2024. Seperti halnya putusan MK Nomor 90 yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres 2024 dalam usia masih sangat muda. (www.nasional.okezone.com, 2/6/2024)

Dugaan dari ICW dikarenakan memang Kaesang Pangarep yang juga Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) santer diisukan akan maju di pilkada pada November mendatang. Sedangkan usia Kaesang berdasarkan biodatanya tertera tanggal lahirnya yaitu tanggal 25 Desember 1994. Artinya saat pendaftaran calon kepala daerah usianya masih 29 tahun sedangkan pada saat pelantikan sudah 30 tahun.

Entah kebetulan atau tidak, tentu orang awam pun bisa menilai dengan jelas bahwa keputusan MA tersebut bukanlah sesuatu yang kebetulan saja. Jika dugaan putra presiden ini maju pada kontestasi pilkada maka semakin memperlihatkan bahwa aroma politik dinasti itu benar adanya.

Di sisi lain hal ini sesungguhnya menunjukkan praktek demokrasi nyatanya tidak sepenuhnya bisa dijalankan sesuai dengan teorinya. Konsep demokrasi yang didasarkan pada tiga pilar yakni legislatif, eksekutif, maupun yudikatif nyatanya tidak mampu dijalankan sebagaimana mestinya.

Demokrasi sebagai konsep politik yang diadopsi oleh sistem kapitalisme tentu tidak terlepas dari asas sekulerisme yakni paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Tidak mengherankan saat dijalankan praktek demokrasi ini senantiasa memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan-kepentingan tertentu entah kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan. Bahkan tak heran demi meraup kepentingan berani mengalahkan supremasi hukum.

Oleh karenanya putusan MA menghapus batas umur calon kepala daerah harus ditinjau ulang sehingga tidak disalahgunakan untuk kepentingan segelintir orang. Jika tidak, maka dugaan adanya praktek politik dinasti bukanlah isapan jempol saja. Walhasil rakyat semakin tidak percaya lagi dengan praktek demokrasi. Sebab pada kenyataannya kekuasaan bukanlah untuk mengurusi urusan rakyat semata tapi kekuasaan diperjuangkan untuk kepentingan dinastinya saja.

Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image