Menelususri Jejak Komunitas Sastra di Jawa Timur
Sastra | 2024-06-20 18:43:13Sejak kedatangannya pada abad 19 hingga abad 20-an, sastra Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Baik karya sastra maupun pengarang juga mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Sastra Indonesia pada awalnya hanya berupa terjemahan-terjemahan saja. Pengarang belum melahirkan kisahnya sendiri. Namun seiring berjalannya waktu, banyak bermunculan karya sastra di Indonesia dari hasil imajinasi dan realitas pengarang.
Perkembangan pesat karya sastra di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah komunitas sastra. Komunitas sastra merupakan wadah bagi pengarang untuk mengekspresikan, menciptakan, dan menampilkan karya-karya mereka. Dengan adanya 'wadah' bagi para pengarang untuk mengekspresikan karya mereka, pertumbuhan karya sastra semakin cepat.
Komunitas-komunitas sastra juga hadir di beberapa daerah. Hal tersebut bertujuan untuk mendorong perkembangan sastra di daerah tersebut. Tak terkecuali di Jawa Timur. variasi komunitas-komunitas di Jawa Timur terbilang banyak. biasanya komunitas-komunitas akan berfokus pada seni teater, cipta dan baca puisi, menulis dan membaca prosa, dan book club.
Komunitas sastra di Jawa Timur yang paling tua dan telah menghasilkan banyak karya dari sastrawan-sastrawan adalah Bengkel Muda Surabaya (1973) yang disusul dengan Komunitas Sastra Teater Persada (1978), Teater Lingkar Surabaya (1980), dan Teater Institut Surabaya (1980).
Kumunculan komunitas sastra tersebut kemudian mempengaruhi kemunculan komunitas-komunitas sastra lainnya. Seperti pada periode 1981 muncul komunitas Teater IDEot (1984), Tetaer Sua Surabaya (1989), Teater Hampa Indonesia (1989), dan Kelompok Cager (1987).
Pada periode 1991 terdapat komunitas Teater Api Surabaya (1993), Komunitas Teater Magnit (1993), Teater Gapus (1994), dan Kostela atau Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (1999).
Sementara pada periode 2000-an muncul Komunitas Sastra Rabo Sore (2003), Komunitas Kalimetro (2008), Sanggar Lidi Surabaya (2012), dan Teater Lampah (2016). Komunitas-komunitas tersebut tentu sudah banyak menciptakan karya-karya sastra. Sayangnya, komunitas sastra khususnya di wilayah Jawa Timur luput dari perhatian pemerintah dan instansi daerah. Peran pemerintah untuk memfasilitasi dan mengapresiasi pegiat sastra agar sastra, kesenian, dan budaya daerah tidak berangsur-angsur menghilang sangat diperlukan. Dengan hadirnya komunitas-komunitas di Jawa Timur, pegiat sastra turut menyumbang untuk perkembangan dan pelestarian sastra di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.