Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Riska Yuliana

PPDB Zonasi: Solusi atau Komplikasi Pemerataan Infrastruktur Pendidikan

Pendidikan dan Literasi | 2024-06-19 22:26:30

Kesenjangan sosial merupakan salah satu isu yang tak pernah padam dalam masyarakat. Di berbagai bidang, pemerataan kesenjangan sosial masih menjadi persoalan yang tak kunjung mendapat penyelesaian. Dalam bidang pendidikan misalnya, infrastruktur pendidikan antar daerah di Indonesia masih belum merata dan terpusat di beberapa daerah saja. Untuk meratakan kualitas pendidikan tersebut, pemerintah melalui Kemendikbud menetapkan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB yang memuat kebijakan PPDB berdasarkan zonasi.

Penetapan kebijakan PPDB zonasi dilatarbelakangi oleh dua isu pokok, kesenjangan sosial dan pemerataan kualitas pendidikan. Menurut Chatarina Muliana Girsang, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Regulasi, sekolah negeri yang relatif murah didominasi oleh siswa dengan latar belakang ekonomi berkecukupan. Sementara banyak siswa dari keluarga kurang mampu terancam putus sekolah karena keterbatasan ekonomi.

Akibatnya, sekolah-sekolah negeri dengan kualitas bagus hanya dapat dimasuki oleh siswa-siswa yang memiliki privillege, sementara siswa dengan latar belakang ekonomi kurang mampu harus berpuas diri bersekolah di sekolah swasta atau kemungkinan terburuknya tidak melanjutkan studi.

Oleh karenanya, sistem zonasi digadang-gadang sebagai salah satu jalur PPDB yang dapat menyeleksi peserta didik baru secara objektif dan transparan. Dalam penerapannya sekolah akan menyeleksi calon peserta didik yang berdomisili berdasarkan pada radius terdekat dari sekolah, dengan menitikberatkan jarak antara rumah peserta didik dengan sekolah terdekat. Melalui sistem PPDB zonasi, diharapkan kualitas pendidikan yang baik bisa didapatkan secara merata tanpa memandang banyaknya harta. Sehingga, pendidikan di sekolah dengan infrastruktur yang memadai dapat dirasakan oleh siswa dari berbagai kalangan secara terdistribusi dan merata.

Gambar siswa SMP sedang melaksanakan try out. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Namun, seperti kebanyakan permasalahan, kebijakan ini lagi-lagi menjadi pedang bermata dua. Ketidakpuasan beberapa pihak, terutama orang tua siswa, yang merasa dirugikan sebab masih terdapat kecurangan dalam sistem ini menimbulkan polemik baru. Seperti dalam berita yang marak dibicarakan beberapa waktu lalu, beredar sebuah video yang memperlihatkan seorang wali murid mengukur jalan sebagai bentuk protes atas kecurangan yang terjadi pada anaknya. Tak hanya itu, kemunculan alamat fiktif yang tidak sesuai dengan keadaan asli membuat wali murid makin geram lagi.

Beberapa pihak sekolah yang membuka "jalur bawah tanah" juga semakin memperparah kondisi. PPDB zonasi yang mulanya ditetapkan sebagai solusi malah menimbulkan masalah yang lebih parah lagi. Banyak hal yang perlu dievaluasi, terutama terkait dengan pelaksanaan di lapangan yang membutuhkan banyak pengawasan. Oleh karenanya, Kemendikbud sebagai pelaksana kebijakan harus berusaha ekstra dalam melaksanakan tugas agar hal yang tidak diinginkan tidak kembali terulang.

Melihat infrastruktur yang ada di daerah, pemerataan kualitas pendidikan melalui PPDB sistem zonasi memang perlu dilakukan. Tetapi, dalam pelaksanaanya Kemendikbud beserta pihak terkait harus semaksimal mungkin mengoptimalkan pengawasan, agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat sebisa mungkin dicegah sebelum kejadian. Evaluasi yang mendalam perlu dilakukan agar ke depannya, kebijakan ini dalam semaksimal mungkin diterapkan. Sanksi pidana juga layak dijatuhkan jika beberapa pihak terbukti melakukan kecurangan.

Pemerataan pendidikan sebagai masalah krusial dalam membentuk tatanan masyarakat yang sinergis harus diikuti dengan pembangunan infrastruktur yang memadai. Tak hanya berfokus pada beberapa daerah, fasilitas pendidikan yang layak harus dibangun di segala penjuru negeri. Oleh karenanya, peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan agar pemerataan kesejahteraan ini dapat segera terealisasikan. PPDB sistem zonasi tidak akan terlihat hasilnya jika fasilitas pendidikan saja belum terlihat eksistensinya.


Riska Yuliana Putri

Mahasiswa Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image