Perkembangan Komunitas Sastra di Jawa Timur: Dari Tahun ke Tahun
Sastra | 2024-06-15 13:57:27Sejak dulu, sastra Indonesia selalu terbatas pada satu wilayah yakni Jakarta. Padahal sastra Indonesia juga berkembang di seluruh wilayah Indonesia. Namun, karya-karya sastrawan lokal belum dikenal baik oleh banyak orang, baik dalam negeri maupun internasional. Secara keseluruhan, terdapat banyak sekali karya sastrawan lokal dari seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dengan adanya komunitas sastra dan surat kabar lokal yang menerbitkan karya sastrawan lokal, pembaca, dan lembaga daerah sebagai penggiatnya.
Oleh karena itu, untuk mengkaji kehidupan dan perkembangan sastra dalam suatu daerah, perlu mempertimbangkan berbagai unsur di luar karya sastra itu sendiri yang merupakan bagian dari makrosistem sastra, seperti pengarang, pembaca, dan media massa yang menyediakan informasi tersebut, penyelenggara acara sastra, pendidikan sastra di sekolah dan perguruan tinggi, penerbitan buku sastra, acara sastra seperti seminar, lokakarya, kompetisi, festival, pelatihan, pertunjukan, bengkel, sarasehan, dan komunitas sastra.
Jawa Timur merupakan salah satu daerah yang banyak melahirkan karya sastra Indonesia. Jawa Timur adalah daerah yang memberikan banyak kontribusi terhadap sastra Indonesia di tingkat nasional. Banyak sastrawan yang meninggalkan karyanya di sini karena kawasan ini mencatat sejarah besar Kerajaan Majapahit di masa lalu dan juga merupakan tempat lahirnya karya sastra besar seperti Negarakertagama dan Sutasoma (Manuaba, 2019).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Jawa Timur telah menyumbangkan banyak karya sastra terhadap sastra Indonesia, diantaranya adalah buku Wajah Sastra Indonesia di Surabaya yang terbit tahun 1995. Buku ini menggambarkan aktivitas sastra Indonesia di Jawa Timur sejak awal abad ke-20 khususnya Surabaya, Malang dan Kediri yang sudah populer. Buku Kronik Sastra di Malang juga mencatat kehidupan sastra Indonesia di wilayah Malang dan sekitarnya.
Wahyudi Siswanto et.al (1996) dalam laporan penelitiannya Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia di Jawa Timur membicarakan para sastrawan Jawa Timur dan tempat lahirnya. Djoko Saryono et.al dalam Karakteristik Sastra Indonesia Karya Penulis Jawa Timur (1998) membahas tentang sastrawan Jawa Timur dan kontribusinya terhadap sastra Indonesia. Buku Sastra Indonesia di Madura: Tinjauan Pengarang, Karya, dan Media (Setiawan, et al.) membahas tiga sastrawan yang dianggap mewakili sastra Indonesia asal Madura yaitu Abdul Hadi WM, D. Zawawi Imron, dan M. Fudholi Zaini.
Beberapa sastrawan lain di Jawa Timur yang menulis sastra Indonesia, diantaranya Abdullah Fauzi, Akhudiat, Aming Aminoedhin, Bagus Putu Parto, Budi Darma, Djajus Pete, Esmiet, Hardjono W.S., Herry Lamongan, Indra Tjahyadi, JFX Hoery, Lan Fang, Mashuri, Rakhmat Giryadi, Ratna Indraswari Ibrahim, Shoim Anwar, Sirikat Syah, Suparto Brata, Suripan Sadi Hutomo, Tamsir A.S., Denny Tri Aryanti, F. Aziz Manna, dan masih banyak lagi.
Hingga tahun 1999, perbincangan sastra Indonesia di Jawa Timur belum mempertimbangkan peran komunitas sastra sebagai salah satu aspek penting dalam pengembangan sastra di wilayah tersebut. Faktanya, gerakan Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP) yang dimotori oleh para sastrawan Jawa Timur pada tahun 1993 menyoroti fakta bahwa masih banyak sastrawan di luar Jakarta yang melakukan berbagai aktivitas tetapi diabaikan. RSP berhasil menggugah minat para pemerhati sastra untuk mempertimbangkan peran komunitas sastra dalam perkembangan sastra Indonesia.
Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Jakarta mulai mengumpulkan dan mencatat data komunitas sastra di seluruh Indonesia pada Maret 1998. Medy Loekito dan Diah Hadaning, dengan bantuan pengarang dan seniman dari berbagai daerah, mampu memetakan 167 komunitas sastra Indonesia yang muncul di berbagai daerah, di antaranya 33 komunitas yang ada di Jawa Timur. Hasil pendataan tersebut, banyak komunitas yang berhenti beroperasi, namun juga melahirkan sejumlah komunitas baru seiring kebebasan berekspresi di era reformasi. Di Jawa Timur, peran komunitas semakin mendapat perhatian serius dari berbagai pihak.
Balai Bahasa Surabaya pernah menyelenggarakan Temu Komunitas Sastra Tiga Kota, dengan partisipasi beberapa komunitas dan sastrawan. Hasil temuan tersebut mengatakan bahwa sastrawan tidak harus berpartisipasi dalam komunitas karena komunitas bersifat terbuka, fleksibel, dan kreatif. Selain itu, pertemuan berbagai pihak juga digelar untuk menyoroti berbagai persoalan komunitas sastra, mulai dari persoalan pengelolaan, pendanaan, penyebarluasan karya, hingga regenerasi.
Komunitas sebagai wadah sastra tidak muncul dari ruang hampa, melainkan terbentuk secara alami oleh individu-individu yang ada di dalamnya, dorongan dan desakan oleh berbagai faktor. Komunitas sastra di Jawa Timur dapat dibagi menjadi empat bagian berdasarkan kelahirannya. Pertama, komunitas sastra yang muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni pusat. Kedua, komunitas sastra dibentuk sebagai pernyataan ekspresi dan eksistensi diri. Ketiga, komunitas sastra sebagai wadah kreativitas, komunikasi, dan pendidikan. Dan keempat, adanya komunitas sastra sebagai gerakan literasi.
Dengan perkembangan zaman, banyak komunitas-komunitas sastra yang berhenti beraktivitas dan juga banyak munculnya komunitas baru. Sebab itu, diperlukan adanya pendataan komunitas sastra di Jawa Timur secara berkala dari tahun ke tahun yang dapat dilihat sebagai berikut.
A. Tahun 1970–1980
- Bengkel Muda Surabaya (1973), Surabaya
- Komunitas Sastra Teater Persada (1978), Ngawi
- Teater Lingkar Surabaya (1980), Surabaya
- Teater Institut Surabaya (1980), Surabaya
B. Tahun 1981–1990
- Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah (1983), Ponorogo
- Teater IDEot (1984), Malang
- Teater Kusuma (1986), Surabaya
- Teater Akura (1986), Madura
- Teater Cowboy (1986), Malang
- Teater K2 (1986), Malang
- Kelompok Cager (1987), Gresik
- Teater Crystal (1988), Surabaya
- Teater Bothak Campus (1988), Malang
- Teater Sua Surabaya (1989), Surabaya
- Teater Hampa Indonesia (1989), Malang
- Teater Nisbi (1989), Malang
C. Tahun 1991-2000
- Teater 2-Puluh (1991), Surabaya
- Teater Bangkit (1991), Malang
- Teater Fataria (1991), Madura
- Paguyupan Teater Q (1992), Surabaya
- Teater Api Surabaya (1993), Surabaya
- Komunitas Teater Magnit (1993), Ngawi
- Teater Kaged (1993), Pamekasan
- Teater Adab (1993), Kediri
- Teater Gapus (1994), Surabaya
- Sanggar Parasmita (1994), Probolinggo
- Lingkar Studi Ngawi (1995), Ngawi
- Teater Kandang (1995), Malang
- Forum BIAS (1995), Sumenep
- Forum Studi Sastra & Seni Luar Pagar (1996), Surabaya
- Teater R O D A Lamongan (1996), Lamongan
- Teater Kertas (1996), Malang
- Komunitas Teater Kaki Langit (1998), Surabaya
- Kostela (1999), Lamongan
- Forsamo (1999), Mojokerto
- Teater Mata Angin (1999), Surabaya
- Seni Nanggala (2000), Madura
D. Tahun 2001–2010
- Teater Gedhek Sidoarjo (2001), Sidoarjo
- Teater Hitam Putih (2002), Malang
- Teater Lingkar (2002), Malang
- Komunitas Sastra Rabo Sore (2003), Surabaya
- Teater GEO (2003), Surabaya
- Komunitas Desah (2003), Madura
- Teater STNK (2005), Lamongan
- Teater KALA (2006), Probolinggo
- Teater Sangcek (2007), Gresik
- Teater Celah (2007), Bojonegoro
- Teater Akar (2008), Madura
- Kesenian Daun (2008), Madura
- Komunitas Sastra Pelangi Malang (2010), Malang
- Teater Gendhis (2010), Malang
E. Tahun 2011–2020
- Pojok Peradapan Institute (2011), Malang
- Komunitas Ginyo Lamongan (2011), Lamongan
- Teater Kelap Kelip Wisnuwardhana (2011), Malang
- Sanggar Lidi Surabaya (2012), Surabaya
- Komunitas Tikar Merah (2012), Surabaya
- Teater OSTAH (2012), Sidoarjo
- Teater Sabit (2014), Madura
- Teater Genta (2015), Pamekasan
- Gubuk Tulis (2016), Malang
- Teater Lampah (2016), Surabaya
- Saung Indonesia (2017), Surabaya
- Komunitas Sabtu Membaca (2017), Malang
- Komunitas Alam Ruang Sastra (2018), Sidoarjo
- Majlis Sastra Urban (2018), Surabaya
- Songgolangit Creative Space (2019), Lamongan
- Pena Kelud (2019), Kediri
- Sanggar Teater Samudra (2020), Sampang
- Ilalang Pustaka (2020), Gresik
F. Tahun 2021–Sekarang
- Komunitas Tarèbung Cangka (2022), Madura
- Suara Jalang (2022), Surabaya
- Konstanta (2023), Surabaya
- Komunitas Sastra Lumpur (2024), Surabaya
Komunitas sastra di Jawa Timur berkembang pesat setiap tahunnya. Komunitas ini mempertemukan banyak sastrawan dari berbagai latar belakang. Keberagaman individu di komunitas sastra Jawa Timur mencerminkan nilai-nilai unik dalam lanskap sastra Jawa Timur. Komunitas sastra ini menyediakan ruang belajar di mana para sastrawan dapat mengeksplorasi ide dan gaya bahasanya tanpa batasan atau struktur formal. Komunitas juga menawarkan kesempatan kepada sastrawan untuk mengambil risiko yang lebih kreatif, bereksperimen dalam menciptakan karya yang autentik dan orisinal.
Dengan terbentuknya komunitas sastra ini juga mempertajam fokus dan kebutuhan spesifik yang muncul berdasarkan minat dan gagasan para anggotanya. Dengan cara ini, mereka fokus pada tema dan gaya penulisan dari genre yang mereka kembangkan guna menciptakan lingkungan kolaboratif dan membina interaksi yang lebih dalam antar anggota komunitas itu sendiri.
Daftar Pustaka
Hutomo, Suripan Sadi. (1994). Kronik Sastra Indonesia di Malang. Surabaya: Pusat Dokumentasi Suripan Sadi Hutomo.
Manuaba, I. B. P. (2019). Komunitas Sastra, Produksi Karya , dan Pembangunan Karakter. Mozaik Humaniora, 19, 37–47. https://doi.org/10.20473/mozaik.v19i1.10563
Manuaba, I. P.(2015). Peta Sastra Indonesia Sastrawan Jawa Timur. LITERA, 14(2).
Saryono, Djoko, et al. (1998). Karakteristik Sastra Indonesia Karya Penulis Jawa Timur. Laporan Penelitian Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Timur.
Setiawan, et al. (1998). Sastra Indonesia di Madura: Tinjauan Pengarang, Hasil Karya, dan Dunia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Siswanto, Wahyudi, et al. (1996). Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia di Jawa Timur. Laporan Penelitian Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Timur.
Sungkowati, Y. (2010). Memetakan Komunitas Sastra Indonesia di Jawa Timur. Atavisme, 13(1), 100-116.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.