Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AHMAD SOLEH - UNIVERSITAS AIRLANGGA

Maggot Sebagai Solusi Ramah Lingkungan untuk Mencapai Target SDGs

Teknologi | Friday, 14 Jun 2024, 17:20 WIB
Gambar Maggot (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Sampah merupakan masih menjadi salah satu masalah lingkungan yang paling memprihatinkan di dunia saat ini. Indonesia menghasilkan sekitar 64 juta ton sampah per tahun. Berdasarkan informasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), komposisi sampah didominasi oleh sampah organik yang mencapai 60% dari total sampah. Urutan kedua ditempati oleh sampah plastik sebesar 14%, disusul sampah kertas sebesar 9% dan karet sebesar 5,5%.

Sampah lainnya terdiri dari logam, kain, kaca, dan limbah lainnya. Berdasarkan data surabaya.go.id per Juli 2023, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya mencatat jumlah sampah yang sampai di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo kurang lebih 1.600 ton per hari. Sebanyak 60 persen sampah tersebut sebagian besar merupakan sampah organik. Sisanya merupakan sampah anorganik. Sampah organik banyak berasal dari sampah rumah tangga, yaitu sampah makanan dan sayur-sayuran.

Namun, sejauh ini Pemerintah Kota Surabaya telah berupaya untuk mengatasi permasalahan sampah organik, dan berbagai inovasi telah diciptakan untuk menjadikan sampah bermanfaat bagi masyarakat. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi Black Soldier Fly (BSF) yaitu teknik pengelolaan limbah rumah tangga dengan menggunakan larva (maggot). Penggunaan larva ini dapat mengubah sampah organik menjadi kompos lebih cepat (Widyastuti, S, & Sardin, 2021). Perubahan yang biasanya memakan waktu sebulan hanya membutuhkan waktu 2 minggu untuk mengubah 12 kg sampah organik menjadi kompos. Lalu apa sebenarnya Black Soldier Fly (BSF) itu?

Black Soldier Fly (BSF) adalah nama latin dari Hermetia illucens (HI) adalah sejenis lalat hitam berukuran besar yang bentuknya mirip tawon (Mangisah et al, 2022). Lalat BSF berasal dari benua Amerika dan kemudian menyebar ke wilayah subtropis dan tropis di dunia. Lalat BSF adalah spesies hitam besar dan ramping dengan tiga segmen kepala, dada dan perut, sayap, dan tentakel coklat yang memanjang dari kepala. Perutnya memiliki lima ruas dengan bintik-bintik putih.

Lalat jantan lebih panjang dibandingkan lalat betina, namun memiliki alat kelamin dan ujung sayap yang lebih kecil. Betina memiliki panjang tubuh 12–20 mm dan lebar sayap 8–14,8 mm. Lalat BSF berwarna hitam dengan bagian perut transparan sehingga sekilas mirip dengan perut lebah. Lalat BSF mempunyai umur 5-8 hari. Seekor lalat dewasa berkembang dari pupa. Lalat dewasa tidak memiliki mulut yang berfungsi karena lalat dewasa hanya kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya.

Hermetia illucens merupakan serangga saprofit yang dapat memakan sampah organik seperti sisa tanaman, kotoran hewan, sisa makanan, hasil samping pertanian, dan lain-lain. Pemanfaatan sampah organik oleh larva BSF dapat membantu mengurangi pencemaran dan dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak berprotein tinggi. Selama penguraian serasah, larva BSF mengubah sampah organik menjadi asam amino, peptida, protein, minyak, kitin, dan vitamin yang dapat mengusir bakteri dan hama berbahaya tertentu.

Larva BSF dapat dibudidaya dalam skala kecil, menengah, atau industri, tergantung keahlian peternak. Dalam operasi budidaya, peternak harus memahami siklus hidup, lingkungan pertumbuhan, sumber makanan, teknik perawatan, dan pemeliharaan larva, serta perawatan lalat BSF dewasa. Kegiatan pemeliharaan lalat BSF meliputi: 1) Penyiapan alat dan bahan, 2) Penyiapan kandang lalat dan wadah maggot, 3) Penghancuran sampah organik, 4) Pemindahan sampah yang telah dihancurkan ke wadah maggot, 5) Menutup wadah maggot dengan kain dan penempatan di tempat yang lembab, 6) Pemantauan harian untuk mengurangi jumlah sampah, 7) Pemilahan sampah sisa larva yang ada, 8) Larva yang berukuran besar dipisahkan dan ditempatkan pada ember berisi dedak untuk pakan ternak (Kodrianingsih, W, L, et al, 2022).

Budidaya maggot memiliki hubungan yang erat dengan beberapa tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan oleh PBB. Budidaya magot memiliki kaitan penting dengan SDGs 12 (Responsible Consumption and Production) & 15 (Life on Land). Yang pertama, kaitan SDGs 12 yaitu Responsible Consumption and Production (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). Budidaya maggot membantu menguraikan sampah organik, mengurangi jumlah sampah, dan mendukung konsep ekonomi sirkular.

Maggot sebagai pakan ternak dapat mengurangi ketergantungan terhadap pakan impor dan mengurangi dampak lingkungan dari produksi pakan konvensional. Dalam konteks tujuan ke-12 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, pemeliharaan larva berperan dalam mengurangi sampah organik. Maggot mengkonsumsi sampah organik, seperti sisa makanan dan dedaunan, mengubahnya menjadi kompos atau pakan. Oleh karena itu, pertanian mendukung konsumsi yang bertanggung jawab dengan mengurangi limbah dan menggunakan limbah secara efisien.

Kedua, kaitan dengan SDGs 15 yaitu Life on Land (Ekosistem Daratan). Maggot membantu mengurangi penumpukan sampah organik dan mengubahnya menjadi sumber daya alam yang berharga. Dengan menggunakan larva, kita berkontribusi terhadap keseimbangan ekosistem bumi. Melalui aspek ini, peternakan maggot dapat menjadi bagian dari upaya global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Kaitannya dengan tujuan SDGs ke-15 adalah maggot adalah bagian dari ekosistem. Maggot dapat membantu menguraikan sampah organik, menyuburkan tanah, dan menjaga keseimbangan ekosistem bumi. Selain itu, maggot juga meningkatkan keanekaragaman hayati dengan menjadi bagian dari rantai makanan dan memastikan berfungsinya ekosistem yang sehat.

Oleh sebab itu, budidaya maggot adalah salah satu cara inovatif untuk mengatasi permasalahan sampah organik, memberikan sumber protein dan pakan alternatif, serta mendukung upaya keberlanjutan bagi lingkungan. Dengan perencanaan yang tepat dan partisipasi aktif dari berbagai masyarakat, budidaya maggot dapat menjadi langkah positif dalam menjaga lingkungan menjadi tempat yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Referensi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). (2016). PEMULUNG MILIKI PERAN PENTING DALAM PENGELOLAAN SAMPAH, diakses pada 29 Mei 2024 dari https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/3457/pemulung-miliki-peran-penting-dalam-pengelolaan-sampah#:~:text=Profil%20timbulan%20sampah%20nasional%20menunjukkan,karet%2C%20kain%20dan%20kaca).

Kodrianingsih, W, L, dkk . (2022) Budidaya Maggot untuk Penanganan Sampah Organik dan Menciptakan Peluang Usaha. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA. 6 (1): 241-246. e-ISSN: 2655-5263.

Mangisah, I, dkk .(2022). MAGGOT BAHAN PAKAN SUMBER PROTEIN UNTUK UNGGAS. UNDIP Press Semarang. 72 hal.

Pemerintah Kota Surabaya. (2023). VOLUME SAMPAH HARIAN DI SURABAYA 60 PERSEN DIDOMINASI ORGANIK, diakses pada 29 Mei 2024 dari https://www.surabaya.go.id/id/berita/74939/volume-sampah-harian-di-surabaya-60-persen-didominasi-organik

Widyastuti, S, dan Sardin .(2021). PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK PASAR DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA LARVA BLACK SOLDIER FLIES (BSF). Jurnal Teknik WAKTU. Volume 19 Nomor 01.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image