Peran Manajemen Kasus dalam perawatan Pengguna NAPZA
Eduaksi | 2022-01-19 11:52:47Permasalahan penggunaan napza yang terjadi sekarang ini dirasakan semakin kompleks. Individu, kelompok ataupun masyarakat terkadang tidak memiliki pemahaman bagaiman cara menghadapi permasalahan tersebut dan membutuhkan orang lain untuk dapat keluar dari segala permasalahan yang ada.
Manajer kasus sebagai salah satu profesi yang memiliki tugas dan fungsi meningkatkan atau memperbaiki kemampuan klien dapat melakukan fungsi sosialnya, diharapkan dapat berperan dalam membantu setiap individu keluar dari masalah yang ada dan juga mendekatkan klien pada pelayanan yang dibutuhkan.
Sebagai implementasi tugas tersebut, dibutuhkan satu metode yang mendekatkan individu agar mendapatkan pelayanan yang sesuai dan tepat sasaran.
Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian layanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang memiliki masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat.
Seringkali seseorang mengalami suatu permasalahan, namun mereka tidak tahu cara keluar dari masalahnya tersebut atau tidak berani melakukannya. Sehingga kondisi demikian membutuhkan pertolongan orang lain untuk membantu mengatasi permasalahannya.
Keterampilan manajemen kasus merupakan suatu metode pendekatan yang bertujuan memberikan pelayanan terhadap orang dalam situasi dan kondisi meminta atau mencari pertolongan.
Manajemen kasus adalah suatu tambahan baru dalam program perawatan pengguna napza dan alkohol yang tradisional ( Benshoff & Janikowski, 2000; Rapp, 1997; Sullivan, Wolk, & Hartman, 1992).
Banyak definisi manajemen kasus berkembang bersamaan dengan rangkaian layanannya termasuk kordinasi kasus, proses perawatan dan pengawasan. Dengan demikian maka manajemen kasus dijelaskan sebagai suatu fungsi layanan langsung yang melibatkan ketrampilan assesmen, konseling, mengajar, modeling dan advokasi yang bertujuan meningkatkan keberfungsian sosial klien.
Ada banyak model manajemen kasus, tetapi dari pendekatan yang ada, model kekuatan ( strength-based ) muncul sebagai pilihan yang paling populer untuk program ketergantungan napza dan alkohol ( Rapp, 1997; Rapp, in press; Sullivan, 1996 ).
Model ini yang berakar dalam pelayanan kesejahteraan anak dan kesehatan jiwa didasarkan pada prinsip bahwa perilaku dipengaruhi sumber daya yang tersedia bagi individu.
Dengan menggunakan pendekatan kekuatan (strength-based ), konsep sumber daya dipahami secara luas dan diarahkan pada ketersediaan lingkungan, keluarga, kegiatan rekreasional,perumahan, dan kegiatan berarti termasuk pekerjaan dan pendidikan yang mendukung.Kemampuan manajer kasus dalam bekerja bersama klien untuk memperoleh sumber daya ini dilihat dapat meningkatkan efektifitas perawatan.
Dengan beragamnya jenis masalah yang dihadapi klien, maka seorang manajer kasus dituntut melaksanakan fungsi – fungsinya guna memaksimalkan pertolongan yang akan diberikan. Salah satu fungsi manajemen kasus yang tidak dapat dilaksanakan sendirian adalah fungsi koordinasi, karena dalam pelaksanaannya akan selalu berhubungan dengan orang lain intuk mengakses sumber sumber yang tersedia guna memaksimalkan layanan yang akan diberikan.
Kordinasi sebaiknya dilakukan secara profesional oleh tim yaitu antara manajer kasus dengan profesi lain sehingga upaya pelayanan dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan klien. Selaku tim, maka beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh manajer kasus antara lain : Menumbuhkan rasa perhatian terhadap klien, menciptakan kepercayaan dan pola hubungan yang baik antar tim, tanggung jawab terhadap persoalan yang dihadapi oleh klien, terbuka dan fokus pada pemecahan masalah.
--
Penulis : Gigih Eka Setiagung, S.Psi, ICAP II
Editorial : Tim PKRS dan Pemasaran RSKO Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.