Perlindungan Anak Dalam Hukum Pidana Islam
Agama | 2024-06-11 21:03:17Perlindungan Anak dalam Hukum Pidana Islam di Indonesia: Analisis tentang Upaya Perlindungan Anak dalam Sistem Hukum Pidana Islam di Indonesia, Termasuk Implementasi Hukuman terhadap Pelaku Kejahatan Anak dan Upaya Rehabilitasi yang Sesuai dengan Ajaran IslamPerlindungan anak adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam hukum pidana Islam di Indonesia. Hukum pidana Islam memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dengan hukum pidana positif, terutama dalam penanganan kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak.
Dalam hukum pidana Islam, perlindungan anak berfokus pada memberikan kepastian hukum yang memastikan keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan kedamaian bagi anak, baik di masa sekarang, masa nanti, atau masa yang akan datang.Dasar Hukum Perlindungan AnakDasar hukum perlindungan anak dalam hukum pidana Islam di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, hukum pidana Islam juga berdasarkan pada ajaran Islam yang menekankan perlindungan anak sebagai bagian dari maqasid al-shariah, yakni perlindungan agama (hifz al-din), perlindungan jiwa (hifz al-nafs), dan perlindungan harta (hifz al-mal).Bentuk Perlindungan Anak dalam Hukum Pidana IslamBentuk perlindungan anak dalam hukum pidana Islam di Indonesia meliputi beberapa aspek.
Pertama, hukum pidana Islam memberikan kekhususan pada pelaku pidana anak, berupa hak-hak anak dalam proses peradilan pidana. Kedua, hukum pidana Islam mengatur secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi, serta penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak. Ketiga, hukum pidana Islam menjamin adanya Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang berfungsi sebagai tempat rehabilitasi bagi anak yang melakukan kejahatan.Implementasi Hukuman terhadap Pelaku Kejahatan Anak.
Implementasi hukuman terhadap pelaku kejahatan anak dalam hukum pidana Islam di Indonesia berbeda dengan hukum pidana positif. Dalam hukum pidana Islam, pelaku kejahatan anak yang belum baligh tidak dapat dikenakan sanksi pidana, tetapi hanya diberikan "pengajaran" yang dianggap bermanfaat bagi masa depan anak. Jika terjadi kerugian perdata, maka sanksi perdata dapat dibebankan kepada orang tua atau walinya. Namun, hakim dapat menjatuhkan sanksi sebagai pengajaran jika dianggap berguna bagi anak tersebut.
Upaya Rehabilitasi yang Sesuai dengan Ajaran IslamUpaya rehabilitasi yang sesuai dengan ajaran Islam dalam hukum pidana Islam di Indonesia meliputi beberapa aspek. Pertama, hukum pidana Islam menekankan pentingnya memberikan pendidikan dan bimbingan spiritual kepada anak yang melakukan kejahatan. Kedua, hukum pidana Islam mengatur tentang adanya Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang berfungsi sebagai tempat rehabilitasi bagi anak yang melakukan kejahatan. Ketiga, hukum pidana Islam menjamin adanya bantuan psikologis dan sosial bagi anak yang melakukan kejahatan.
Kesimpulan: Perlindungan anak dalam hukum pidana Islam di Indonesia sangat penting dan berbeda dengan hukum pidana positif. Hukum pidana Islam memberikan kepastian hukum yang memastikan keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan kedamaian bagi anak, serta memberikan kekhususan pada pelaku pidana anak. Implementasi hukuman terhadap pelaku kejahatan anak dalam hukum pidana Islam di Indonesia berbeda dengan hukum pidana positif, dengan fokus pada memberikan "pengajaran" yang bermanfaat bagi masa depan anak.
Upaya rehabilitasi yang sesuai dengan ajaran Islam meliputi pendidikan, bimbingan spiritual, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan bantuan psikologis dan sosial. Dengan demikian, perlindungan anak dalam hukum pidana Islam di Indonesia dapat menjadi contoh yang baik dalam penanganan kasus kejahatan anak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.