Dari al-Insan Menuju Insan Kamil
Agama | 2024-06-09 08:00:47Oleh: Muhamad Syafi’ie el-Bantanie
(Founder Edu Sufistik)
Mengapa para sufi lebih memilih menggunakan terminologi “al-insan” ketimbang “al-nas” apalagi “al-basyar”? Secara bahasa, ketiga terminologi itu bermakna manusia. Namun, secara semantik, al-insan, al-nas, dan al-basyar memiliki penekanan makna yang berbeda.
Al-nas merujuk pada makna manusia sebagai entitas wujud, sebagaimana entitas wujud lainnya jin dan malaikat. Al-basyar merujuk pada makna manusia pada aspek sifat-sifat biologis dan lahiriyahnya, seperti makan, tidur, dan berketurunan. Sedangkan, al-insan merujuk pada makna manusia dari sisi potensinya.
Al-insan memiliki derifasi kata nisyan, yang berarti lupa atau luput. Inilah al-insan pada potensi negatifnya. Jika nisyan mendominasi al-insan, maka membuat dirinya lupa kepada Allah. Lupa asal kejadiannya yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Sehingga, al-insan terjebak di kerendahan dunia dan berat baginya untuk terbang melangit.
Al-insan juga memiliki derifasi kata uns, yang berarti keintiman atau kedekatan. Inilah al-insan pada potensi positifnya. Jika uns mendominasi al-insan, maka membuat dirinya ingin selalu mendekat dan berdekatan dengan Allah. Ia sadar dari-Nya dirinya berasal dan kepada-Nya dirinya akan kembali. Sehingga, al-insan cenderung terbang melangit meski jasadnya masih menetap di dunia.
Itulah kenapa para sufi lebih memilih menggunakan terminologi al-insan. Al-insan inilah yang kemudian ditempa secara ruhani melalui riyadhah spiritual mendaki maqamat (tahapan-tahapan spiritual) agar melangit tinggi mencapai derajat insan kamil. Manusia yang tercelup dengan celupan Allah (QS. 2: 138). Manusia yang terpancari cahaya Allah pada keseluruhan dirinya (Hadis Arbain Nawawiyah: 38).
Manusia dengan kualifikasi insan kamil inilah yang mampu memakmurkan bumi. Menunaikan amanah dan tugas kekhalifahan yang diembankan di pundaknya (QS. 2: 30). Membangun peradaban madani di bumi agar semesta tercahayai oleh cahaya ilahi (QS. 24: 35). Dan, generasi insan kamil itu diikhtiarkan dilahirkan melalui model pendidikan irfani (edu sufistik).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.