Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sunarji Harahap

Kurban dalam Filantropi Islam

Info Terkini | 2024-06-08 23:49:57

Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah 1445 Hijriah bertepatan tanggal 17 Juni 2024, dapat menjadi ajang umat Islam semakin menguatkan kepedulian sosial. Idul Adha mengedukasi umat Islam untuk memiliki kesatupaduan kurban yang secara semantik berarti dekat. Yaitu, kedekatan vertikal kepada Allah SWT, sekaligus kedekatan horizontal dengan sesama.

Kurban adalah suatu ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT, yang dilaksanakan mulai tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Secara spiritual, semangat berkurban mencerminkan ketundukan dan keridhoan terhadap segala ketentuan-Nya. Diharapkan, dampak dari ibadah qurban ini akan melahirkan pribadi yang memiliki komitmen dan semangat untuk mengorbankan segala yang dimiliki, demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Kurban merupakan salah satu jalan untuk meraih predikat taqwa, dan merupakan bentuk dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan (QS 108 : 1-2).

Dengan berbagi dan mengasihi. Momentum Idul Adha, menjadikan para kaum dhuafa yang jarang mengonsumsi daging dapat menikmatinya. Selain itu, dari sisi ekonomi, tingginya permintaan hewan kurban memberikan nilai lebih kepada para peternak.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), secara nasional, kebutuhan hewan kurban berada pada angka 1,97 juta ekor, dengan ketersediaannya yang mencapai 2,06 juta ekor, maka ketersediaan hewan kurban tahun ini berpotensi surplus hingga 88 ribu ekor, ketersediaan pasokan hewan kurban di seluruh Indonesia untuk Idul Adha 2024, dalam kondisi yang surplus 88 ribu ekor sehingga dipastikan aman dan mencukupi.

Momen Idul Adha yang sebentar lagi hadir kemudian banyak dimanfaatkan oleh pedagang musiman untuk menjajakan hewan-hewan kurban, baik sapi ataupun kambing yang diperuntukkan bagi mereka yang mampu untuk berkurban.

Naiknya harga hewan kurban yang selalu melonjak setiap tahun tidak serta merta menyurutkan niat masyarakat Muslim Indonesia untuk memenuhi keinginannya, berkurban dengan semangat keimanan kepada Tuhan sekaligus memperkuat ikatan solidaritas keislaman mereka. Sesuai tradisi Islam, daging hewan kurban akan dibagikan secara merata, tidak hanya kepada mereka yang membutuhkan sehingga secara tidak langsung, kebiasaan berkurban akan membentuk ikatan-ikatan solidaritas sosial di antara mereka

Ibadah kurban merupakan salah satu upaya bagi seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Ibadah kurban mencerminkan akan syarat ibadah ruhiyah dan juga ibadah sosial dalam satu kesatuan yang kentara. “Ditinjau dalam sudut pandang ekonomi Islam, kurban menjadi salah satu sarana distribusi dimana konsep distribusi dimasukkan di dalamnya unsur keadilan dan pemerataan. Setiap tanggal 10 Dzulhijjah umat Islam memperingati Hari Raya Qurban. Dzulhijjah adalah di antara bulan-bulan yang memiliki keutamaan tersendiri.

Penyembelihan hewan kurban tidak hanya sarat nilai hubungan umat dengan Tuhan YME sebagai wujud rasa syukur atas karunia dan nikmat yang diberikan-Nya, tetapi juga mengandung nilai filantropi yang sangat tingi, yakni berbagi dengan orang lain. Nilai kepedulian sosial, saling berbagi, saling menyayangi yang lahir dari entitas berkurban tersebut, tentu harus digalakkan terus menerus dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari diri sendiri dalam lingkungan terkecil.

Esensi edukasi filantropi ialah aktualisasi sikap peduli etos berbagi dan spirit mengasihi sesama yang tidak berkecukupan, terutama asupan gizi hewani. Ibadah-ibadah sunnah dalam Islam, seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan berkurban. Sesungguhnya sarat dengan nilai edukasi filantropi. Karena itu, spirit yang dikembangkan ialah aktualisasi kedermawanaan sosial dengan menyantuni, mengasihi, dan memberdayakan kaum lemah, tidak mampu dan tidak berdaya.

Kedermawanan sosial dalam berkurban diteladani Nabi Muhammad SAW ketika berada di Madinah, setelah hijrah dari Mekkah. Setiap Idul Adha beliau selalu menyembelih sendiri dua ekor hewan kurbannya, lalu membagikan dagingnya kepada yang berhak menerimannya, selain sebagian kecil dagingnya dikonsumsi keluarga Nabi sendiri.

Filantropi islam melalui kurban sejatinya tanda bukti ketakwaan hamba karena panggilan iman dan takwa yang autentik itu pasti dapat menggerakkan hatinya untuk tulus berbagi. “Daging dan darah (dari hewan yang dikurbankan) itu sama sekali tidak sampai kepada Allah. Akan tetapi, yang sampai dan diterima oleh Allah adalah kualitas takwa yang ada pada diri kalian yang berkurban.” (QS Al-Hajj [22] : 37)

filantropi melalui kurban, menghendaki ketulusan dan kebaikan tingkat tinggi dalam beredukasi berkontribusi untuk bangsa dan negeri. Karena filantropi ialah cinta kebaikan dan kebajikan demi kemanusiaan. “Kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Al-Imran [3] : 42).

Sejarah kegemilangan peradaban Islam sarat pelajaran filantropi. Bahkan ketika masih berdakwah di Mekkah Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan edukasi filantropi kepada para sahabatnya. Salah satu ayat yang turun beberapa waktu setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ialah, “dan janganlah kamu memberi dan berbagi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (QS Al-Mudatsir [74]: 6)

Etos filantropi dipelopori dan digerakkan Nabi Muhammad SAW dan istri tercinta Khadijah RA, yang mendermakan dan mewakafkan hampir seluruh hartanya untuk misi mulia dan kemajuan peradaban Islam. Dengan kata lain, edukasi filantropi salah satu kunci kesuksesan dunia Islam dalam membangun peradaban Islam Berkemajuan.

Berkurban mengajarkan kita untuk ikut andil membangun kesejahteraan sosial, menumbuhkan solidaritas, saling menyayangi sesama, mengikis kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin di tengah masyarakat, serta memberikan manfaat nyata kepada fakir miskin.

Saat ini, cara untuk berkurban juga lebih mudah tanpa harus meluangkan waktu yang banyak untuk mencari hewan kurban, cukup mempercayakan kepada lembaga sosial penyalur hewan kurban dengan cara mentransfer sejumlah uang sesuai harga hewan kurban yang telah disepakati.

Idul Adha, atau dalam pengertian bebas berarti “hari raya penyembelihan” secara historis telah ada dan menjadi tradisi bangsa Arab pra Islam. Idul Adha yang diselenggarakan setiap tanggal 10 di bulan Dzulhijjah dengan tradisi menyembelih hewan ternak, baik sapi, kambing ataupun unta, berasal dari cerita awal Nabi Ibrahim as tatkala diperintah Tuhan untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail as.

Ketaatan dan keikhlasan kepada Tuhan yang dijalankan Ibrahim bak gayung bersambut karena dengan ikhlas, Ismail pun rela menjalankan perintah Tuhan untuk “disembelih” dan dijadikan kurban oleh Ibrahim. Atas kekuatan “ikatan” keikhlasan dan ketaatan antara keduanya, kemudian Tuhan memberikan ganti berupa seekor kambing yang disembelih oleh Ibrahim sebagai bentuk ketaatan dan keikhlasan terhadap perintah Tuhan.

Semangat filantropi yang diajarkan oleh Islam semakin diperkuat oleh legitimasi kitab suci al-Quran dengan memberikan kesadaran kepada manusia bahwa mereka sudah diberikan berbagai macam kenikmatan yang sangat banyak oleh Tuhan, sehingga bentuk kepedulian dengan berbagi dengan sesama adalah semata-mata pengorbanan atas nikmat-nikmat Tuhan yang senantiasa mereka terima sepanjang hidup.

Momentum kurban ditunggu secara suka cita sambil berharap bisa bersama-sama keluarga, kerabat, atau tetangga sekitar menikmati makan dengan menu yang spesial tersebut. Apa yang sudah dipahami dari makna berkurban adalah pengorbanan harta dalam bentuk hewan ternak dari kalangan berpunya untuk disembelih yang kemudian dagingnya dibagi kepada masyarakat sekitar. Kurban juga dimaknai dengan menyerahkan apa yang sangat kita cintai untuk kepentingan Allah atau kepentingan publik yang lebih besar sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap putranya, Ismail.

Kurban menunjukkan sikap kesalehan sosial karena ibadah yang dilakukannya bukan hanya hubungan individual antara dia dengan Allah, tetapi mencari keridhaan Allah dengan menyerahkan sebagian hartanya untuk kepentingan masyarakat luas. Dalam upaya meraih makna kesalehan sosial ini, ibadah kurban dapat merekatkan kembali solidaritas sosial. Prosesi pemotongan hewan kurban selama ini selalu dikerjakan secara gotong-royong oleh masyarakat. Mereka yang sebelumnya jarang bertemu atau bertegur sapa karena kesibukannya masing-masing, kini bahu-membahu ikut memotong, menguliti, mengiris-iris, membungkus, dan membagikan ke rumah-rumah warga. Dari kerja sama inilah terbangun obrolan ringan yang mampu meningkatkan keakraban sesama warga dalam satu kampung atau satu kompleks.

Selama ini perayaan Idul Adha dari tahun ke tahun berlangsung semakin meriah karena kian tingginya kesejahteraan masyarakat membuat semakin banyak warga bisa berkurban menjadi sebuah potensi besar untuk membantu sesama.

Momentum ibadah Kurban harus dijadikan ikhtiar untuk meningkatkan pertumbuhan aksi filantropi dan juga ekonomi syariah. Dengan Berkurban dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ibadah Qurban ini merupakan sarana membangkitkan solidaritas sosial. Sisi lain, kurban juga berpotensi mendorong laju perekonomian. Sebagaimana zakat, infak, sedekah, dan wakaf, kurban juga memiliki kekuatan pendongkrak ekonomi. Tentu saja, hal ini hanya akan terjadi ketika kurban dikelola secara benar. Sayangnya, hingga saat ini belum ada lembaga nasional yang secara khusus menangani kurban. Diperlukan koordinasi antarlembaga dalam melaksanakan kurban.

Daging yang dibagikan kepada dhuafa merupakan simbol kepedulian, kekerabatan, dan kesetiakawanan sosial. Karena itu, kurban menjadi media sosio kultural mewujudkan keseimbangan keagamaan dan kemanusiaan. Esensi prosesi ritual kurban ialah afirmasi ketakwaan, kejernihan pikiran, keteguhan iman, dan kesalehan sosial (QS Al-Hajj 22: 37). Demikian, berkurban dan membagikan dagingnya untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan bukan untuk riya dan pencitraan.

Dengan spirit kurban, kalangan elit harus bersedia mengorbankan ego untuk tidak terus menerus memonopoli asset ekonomi-politik. Mereka harus bersedia berbagi dengan pengusaha kecil menengah. Serta dengan orang yang minim akses ekonomi dan dan tidak memiliki aset. Tanpa spirit pengorbanan sulit rasanya terjadi harmonisasi di tengah masyarakat. Jurang kesenjangan kaya-miskin makin melebar. Bila dibiarkan dapat menimbulkan dampak sosial baru yang lebih luas.

Idul Adha dan ibadah kurban sangat penting dijadikan dapat dijadikan model strategis untuk menumbuhkan kesadaran dan etos filantropi dengan edukasi filantropi umat dan bangsa dapat bersinergi mencari dan memutuskan aneka solusi terhadap berbagai persoalan umat dan bangsa.

Dengan berkurban, minimal mereka memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi daging dan dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Semangat berqurban akan melahirkan pribadi-pribadi yang produktif. Jika tidak produktif, maka seseorang tidak mungkin memiliki kemampuan untuk berqurban. Produktivitas individu dan masyarakat merupakan modal sosial yang sangat berharga dalam upaya membangun peradaban ekonomi syariah.

Sunarji Harahap, M.M.

Dosen FEBI UIN Sumatera Utara / Guru Best Teacher SMA Unggulan Al Azhar Medan / Penulis Mendunia / Pengamat Ekonomi / Pengurus IAEI Sumut / Ketua Dewan Penasehat FOGIPSI Sumut

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image