Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azwiyatul Arofah

Novel Rumah Kaca Karya Pramoedya Ananta Toer

Historia | Monday, 03 Jun 2024, 20:16 WIB

Judul Buku: Rumah Kaca

Jenis Buku: Novel

Genre: Fiksi – Roman

Penulis: Pramoedya Ananta Toer

Penerbit: Lentera Dipantera

Cetakan: 8 Juni 2010

Tebal Buku: 646 Halaman

No ISBN: 979-9731-26-7

Novel Rumah Kaca Karya Pramoedya Ananta Toer

Pada tahun 1899, Conrad Theodor Van Deventer, seorang pengacara liberal Belanda, menerbitkan esai di jurnal De Gids yang mengklaim bahwa pemerintah kolonial memiliki tanggung jawab moral untuk mengembalikan kekayaan yang telah diambil dari Hindia Timur kepada penduduk asli. Jurnalis Pieter Brooshooft juga menulis tentang tanggung jawab moral Belanda dan, bersama dengan dukungan kaum sosialis serta kelas menengah Belanda, mengkampanyekan penentangan terhadap surplus kolonial yang dianggap tidak adil. Sebagai editor De Locomotief, surat kabar berbahasa Belanda terbesar di Hindia, Brooshooft menerbitkan tulisan Snouck Hurgronje untuk memahami orang Indonesia dan mengirim reporter ke seluruh nusantara untuk melaporkan kemiskinan, kegagalan panen, kelaparan, dan epidemi pada tahun 1900.

Pengacara dan politisi yang mendukung kampanye Brooshooft mengadakan audiensi dengan Ratu Wilhelmina, berpendapat bahwa Belanda berutang 'hutang kehormatan' kepada masyarakat Hindia. Akhirnya, pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina, atas nasihat perdana menteri dari Partai Anti Revolusioner Kristen, secara resmi menyatakan 'politik etis' untuk membawa kemajuan dan kemakmuran bagi rakyat Hindia. Pendukung politik etis prihatin terhadap diskriminasi sosial-budaya yang dialami pribumi dan berpendapat bahwa transfer budaya harus didahulukan sebelum dana agar pribumi bisa mengelola dengan baik. Mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat.

Politik etis sangat berpengaruh dalam pengajaran dan pendidikan di Hindia Belanda. Salah satu tokoh penting adalah J.H. Abendanon. Sejak tahun 1900, banyak sekolah didirikan untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa, yang berkontribusi pada kesadaran nasional dan pembentukan organisasi pergerakan nasional. Politik etis, yang awalnya dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi di Hindia, justru memicu kebangkitan nasionalisme dan persatuan di kalangan pribumi terdidik.

Pramoedya Ananta Toer mengangkat tema ini dalam novel terakhir tetralogi Pulau Buru, "Rumah Kaca". Novel ini berbeda dari tiga novel sebelumnya karena tokoh utama adalah Jaques Pangemanann, seorang pribumi asal Manado yang bekerja untuk pemerintah kolonial. Meskipun Pangemanann menghormati Minke, tokoh utama dari tiga novel sebelumnya, ia tetap menjalankan tugasnya untuk melumpuhkan kegiatan Minke. Akibatnya, Minke mengalami tekanan berat hingga akhirnya meninggal. Novel ini memberikan gambaran detail tentang kondisi masyarakat selama politik etis dan bagaimana kebijakan tersebut akhirnya menjadi bumerang bagi kolonial Belanda. Pangemanann, sebelum meninggal, mengembalikan semua tulisan Minke kepada keluarga Minke, yang kemudian diolah oleh Pramoedya menjadi tetralogi ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image