Menolak Stigma Buruk terhadap Penyandang Tunagrahita
Humaniora | 2024-06-03 13:54:56Kabupaten Ponorogo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak di sebelah barat daya Ibu Kota Provinsi yaitu, Kota Surabaya. Kabupaten Ponorogo ini terletak di koordinat 111° 17’–111° 52’ BT dan 7° 49’–8° 20’ LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km². Sebagian besar luas yang ada terdiri dari area kehutanan dan lahan pertanian sedangkan sisanya digunakan untuk tegal pekarangan.
Kabupaten Ponorogo juga dikenal dengan julukan “Kota Reog”. Bahkan saat ini kesenian reog Ponorogo telah terkenal dikancah internasional. Namun tidak begitu banyak masyarakat luar Ponorogo yang mengetahui bahwa sesungguhnya Ponorogo memiliki tingkat kesejahteraan kurang di beberapa desa. Hal ini dibuktikan dengan adanya tiga desa di Kabupaten Ponorogo yang banyak penduduknya mengalami keterbelakangan mental tepatnya penyandang tunagrahita. Tiga desa tersebut ialah, Desa Karangpatihan dan Desa Pandak yang berada di Kecamatan Balong, serta Desa Sidoharjo di Kecamatan Jambon. Masyarakat sering menyebut daerah dengan jumlah penduduk tunagrahita yang tinggi dengan istilah Kampung Idiot. Diantara ketiga desa itu yang paling dikenal dengan Kampung Idiot adalah Desa Karangpatihan.
Tunagrahita adalah kondisi ketika seseorang mengalami keterbelakangan mental dengan kemampuan intelektual dan kognitif yang berada di bawah rata-rata orang pada umumnya. Keterbelakangan mental ini telah muncul sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Dari data desa menunjukkan jumlah penduduk Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponrogo secara keseluruhan adalah 5.746 jiwa, dengan laki-laki sebanyak 2.924 jiwa dan Perempuan sebanyak 2.826 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk penyandang tunagrahita adalah 98 jiwa. Hal ini kemudian memunculkan stigma kurang baik dari masyarakat hingga menyebutnya sebagai Kampung Idiot.
Kampung Idiot di Desa Karangpatihan lebih dikenal dibandingkan dengan Kampung Idiot lainnya, dikarenakan terdapat beberapa alasan. Pertama, kampung ini memiliki jumlah penduduk dengan tunagrahita yang cukup banyak dibandingkan dengan wilayah lain. Tingkat penyandang tunagrahita di kampung tersebut juga bervariasi mulai dari tuangrahita ringan, sedang, hingga berat. Kedua, secara aksesbilitas lokasi kampung tidak jauh dari pusat kota yakni 22 km, serta sarana menuju lokasi terbilang sangat mudah. Ketiga, adanya pemberdayaan secara mandiri yang dilakukan oleh masyarakat demi mengentaskan kemiskinan di wilayahnya. Keempat, Kampung Idiot Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kampung yang diangkat oleh media massa. (Rodhotul M. dan Resti L.M.)
Desa Karangpatihan sendiri dipimpin oleh seorang kepala desa bernama Eko Mulyadi. Eko Mulyadi telah memimpin Desa Karangpatihan dari Tahun 2013 hingga sekarang. Beliau telah membuat beberapa gebrakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan penyandang tunagrahita di Desa Karangpatihan. Berkat kerja keras pemimpin desa tersebut, masyarakat penyandang tunagrahita dapat diberdayakan dengan baik. Salah satu kegiatan pemberdayaan kepada penyandang tunagrahita di Desa Karangpatihan yaitu, membuat model kerajinan batik, keset, hingga gantungan kunci. Upaya pemberdayaan tersebut melalui penerapan habitus yang ditanamkan kepada tunagrahita. Habitus tersebut dilakukan dengan cara pelatihan intensif setiap minggunya, dengan intensitas waktu 2-3 jam per hari.
Praktik kegiatan pemberdayaan ini memiliki beberapa dampak yang ditimbulkan, yaitu: Dari segi sosial masyarakat penyandang tunagrahita mampu bertemu dengan orang lain, khusunya donatur dan para aktivis sosial diluar wilayah desanya. Meskipun memiliki daya pikir yang lemah, mereka penyandang tunagrahita dapat berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, dengan adanya program pemberdayaan ini meminimalisir penyandang tunagrahita agar tidak terisolasi di dalam rumah. Sehingga dapat mengurangi stigma buruk masyrakat tentang Kampung Idiot maupun para penyandang tunagrahita itu sendiri.
Penyandang tunagrahita kini menjadi kelompok masyarakat yang produktif dan mandiri dengan menghasilkan suatu produk. Hal ini juga berimbas pada stigma buruk masyarakat sekitar yang mulai dihilangkan. Kelompok tunagrahita bukan lagi sekelompok minoritas yang selalu terkurung di dalam rumah, tetapi mereka mampu bersosialisasi. Di sana mereka menunjukkan bahwa mereka mampu untuk dilatih meski dengan keadaan kekurangan yang dimiliki.
Dengan demikian, seyogyanya kita semua yang memiliki akal dan pemahaman yang sehat untuk dapat menerima mereka para penyandang tunagrahita dengan baik tanpa harus memberikan stigma buruk. Terbukti sudah mereka yang memiliki keterbatasan mental juga dapat berkarya dan produktif. Sudah saatnya hidup berdampingan guna menyinergikan semangat tanpa harus memandang sebuah kekurangan atau keterbatasan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.