Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dita Amalia Anggraini

Dunia Virtual yang Dibangun oleh Flexing: Antara Prestasi atau Pamer

Gaya Hidup | 2024-05-30 19:56:58

Dunia virtual telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan modern. Hal tersebut memungkinkan individu untuk dapat berbagi, berinteraksi, dan bahkan membangun identitas baru secara daring. Salah satu fenomena yang muncul sebagai bagian dari membangun indentitas diri melalui dunia virtual adalah fenomena Flexing.

Konsep flexing sendiri merujuk pada kemampuan individu untuk memamerkan kekayaan atau kemewahan yang dimiliki agar menjadi pusat perhatian. Apa itu Flexing? Dalam konteks virtual, flexing merupakan tindakan memamerkan keberhasilan, kemampuan, prestasi, atau kekayaan seseorang secara terbuka di platform-platform media sosial secara berlebihan.

Hal ini sering dilakukan melalui postingan yang diunggah di media sosial berupa foto-foto barang mewah, memamerkan pencapaian, harta kekayaan, atau aspek-aspek lain yang mencerminkan keberhasilan seseorang. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, menjadi pusat perhatian, atau untuk membangun identitas diri seseorang di media sosial.

Fenomena flexing ini dilakukan oleh para pesohor tanah air di media sosial yang marak seperti saat ini, agar dapat tampil dan mendapatkan pengakuan (Wida Utami & Agung, 2023). Mirisnya, perilaku flexing kerap ditemui pada seseorang yang sebenarnya tidak benar-benar kaya atau biasanya dilakukan oleh orang kaya baru, mereka suka memamerkan kemewahan secara berlebihan yang kemudian diunggah di akun sosial medianya. Prestasi atau Pamer?

Di satu sisi, flexing sendiri merupakan bentuk prestasi yang menunjukkan dedikasi atau hasil kerja keras yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan bagi seseorang. Namun, di sisi lain, flexing sering kali digunakan sebagai bentuk pamer secara berlebihan hanya untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan dari orang lain. Pada kenyataannya, garis diantara prestasi dan pamer seringkali kabur bagi kebanyakan orang. Penting untuk mempertimbangkan apa sebenarnya tujuan di balik tindakan flexing yang dilakukan.

Apakah tindakan tersebut bertujuan untuk memotivasi dan menginspirasi orang lain, atau hanya sekadar bentuk haus akan pujian tanpa adanya substansi yang nyata. Tindakan flexing dengan tujuan menunjukkan prestasi atau pamer dapat diketahui melalui tujuannya. Ketika seseorang memamerkan bagaimana kerja keras dan jatuh bangun dalam membangun atau mencapai suatu usaha, hal tersebut bisa dibilang suatu flexing dalam bentuk prestasi yang tujuan dari dibagikannya kesuksesan tersebut sebagai inspirasi bagi orang lain untuk mengejar impian mereka.

Dari sudut pandang psikologis, motivasi terbesar seseorang melakukan tindakan flexing atau pamer adalah karena mereka ingin menjelaskan kehadiran mereka di ruang sosial (Nur Khayati, dkk, 2022).Menurut beberapa analisis, perilaku felxing dapat dipahami sebagai bentuk prestasi apabila didasarkan pada prestasi dan kinerja yang teruji. Dalam beberapa kasus, orang-orang yang memamerkan harta kekayaan mereka telah mencapai prestasi yang signifikan dalam hidup mereka, seperti kesuksesan dalam bisnis atau karier.

Dalam hal ini, tindakan pamer tersebut dapat dianggap sebagai cara untuk membagikan kesuksesan dan memperlihatkan hasil dari kerja keras dan dedikasi.Namun sebaliknya, dalam beberapa kasus lain, perilaku flexing dipahami sebagai bentuk pamer kemewahan yang tidak seimbang dengan prestasi yang diperoleh. Perilaku tersebut kemudian dianggap sebagai bentuk tindakan konsumtif yang berlebihan, menghabiskan uang untuk membeli barang-barang mewah dan layanan premium demi menunjukkan status atau kemampuan finansial.

Jika kegiatan memamerkan kemewahan secara berlebihan hingga menciptakan tekanan sosial bagi orang lain untuk meniru gaya hidup yang sama, tindakan tersebut merupakan flexing dalam bentuk pamer. Perubahan yang drastis dari fenomena ini termasuk bukti nyata sebagai bagian konsumsi masyarakat modern saat ini yang melebihi batas kegilaan (Nur Khayati, dkk, 2022). Hal ini tidak lepas dari pengaruh media sosial yang mendorong seseorang untuk tampil dan mendapatkan pengakuan. Pamer memang sebuah tindakan yang tidak bisa dihindarkan dari semua orang. Apalagi di gempuran sosial media yang semakin pesat seperti saat ini.

Perilaku flexing juga dapat dipahami sebagai bentuk kecanduan yang mengarah pada kehancuran reputasi. Sebagai contoh, perilaku flexing yang dilakukan oleh para selebgram atau selebtok. Perilaku flexing di media sosial yang dilakukan dianggap sebagai bentuk pamer kemewahan yang tidak seimbang dengan prestasi yang diperoleh. Dalam hal ini, perilaku tersebut dilakukan sebagai bentuk dari rusaknya reputasi seseorang. Dampaknya dalam Dunia VirtualFenomena flexing dalam dunia virtual memiliki dampak yang cukup kompleks.

Meskipun tampaknya tidak berbahaya, dampak dari fenomena ini bisa signifikan. Berikut beberapa dampak dari adanya fenomena flexing tersebut:Meningkatnya Kesenjangan Sosial Melalui fenomena ini, kebanyakan orang akan cenderung menampilkan aspek terbaik dari kehidupan mereka, terutama dalam hal materi dan pencapaian. Hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan sosial yang membuat orang lain merasa tidak memadai atau merasa tertinggal jauh oleh ekspektasi yang tidak realistis. Konsumtif dan Kegagalan Keuangan

Fenomena flexing ini dapat mendorong konsumsi berlebihan dan perilaku boros untuk mencapai tampilan yang diinginkan secara online. Seseorang akan terus berusaha agar menjadi “sempurna” di media sosial. Kemungkinan yang dapat terjadi kedepannya adalah masalah keuangan jangka panjang, terutama jika seseorang mencoba untuk mempertahankan gaya hidup ditengah kondisi ekonomi yang tidak baik. Gangguan PsikologisTernyata melalui fenomena flexing juga dapat menimbulkan gangguan psikologis pada seseorang. Bagi individu yang sering melihat konten berbau flexing, dapat menimbulkan perasaan cemburu, iri hati, rendah diri, atau bahkan depresi. Seseorang akan cenderung terus membandingkan dirinya dengan citra sempurna orang lain, sehingga dapat merusak kesehatan mental.

Di era modern seperti saat ini, penting untuk memahami peran flexing dalam membangun identitas, apakah dalam bentuk positif melalui prestasi, atau negatif dalam bentuk ajang pamer. Meskipun bisa menjadi alat untuk memotivasi dan menginspirasi, perlu adanya kewaspadaan terhadap dampak negatif agar tetap menjadi pengguna media sosial yang bijak dan bertanggung jawab. Penting untuk bisa memahami konteks dan tujuan dari perilaku tersebut, sebelum menilai apakah tindakan tersebut merupakan bentuk prestasi atau hanya sebagai ajang pamer.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image