Sistem Blok di FK
Pendidikan dan Literasi | 2024-05-17 09:53:37“di FK banyak banget ya ujiannya”.
Begitulah keluh kesah pelajar yang menempuh pendidikan dokter. Setiap hari selalu dituntut untuk belajar dan memahami semua materi yang diberikan dalam kurun waktu yang tidak panjang. Atau kami harus merelakan waktu istirahat untuk menghadapi setiap ujian yang ada. Stress, menangis, lalu sadar diri, semua itu dilakukan secara berulang.
Sudah banyak pertimbangan yang anak kedokteran pikirkan sebelum memilih untuk melanjutkan belajar disini yang katanya berpedoman pada prinsip “long-life learning”. Terlebih lagi pada sistem pembelajarannya yang tidak umum seperti mahasiswa lainnya. Sistem yang diterapkan dalam menunjang pembelajaran menggunakan sistem blok. Banyak orang masih asing dengan istilah sistem ini.
Sistem blok berbeda dengan sistem sks. Sistem blok menerapkan mahasiswa hanya memiliki jadwal beberapa mata kuliah dalam kurun waktu dua bulan. Di samping itu, tidak ada mata kuliah lainnya yang mengisi selain mata kuliah tersebut. Lalu, mata kuliah berikutnya dilaksanakan apabila satu mata kuliah telah selesai. Hal ini terlihat seperti siklus kehidupan yang berulang-ulang. Mungkin terlihat membingungkan, mudahnya seperti ini, kata “blok” dapat diasumsikan sebagai kata “mata kuliah”. Contohnya dalam satu bulan, mahasiswa hanya mendapat Blok Anatomi dan Blok Histologi, tidak ada blok lainnya yang mengisi selain dua blok tersebut. Hingga di pertengahan dan akhir dari setiap blok, mahasiswa wajib mengikuti syarat kelulusan dengan mengikuti berbagai ujian yang ada.
Untuk mengasah seberapa jauh mahasiswa memahami materi tersebut, sistem blok memiliki beberapa ujian yang perlu diperhatikan, seperti Ujian Tengah Blok 1 (UTB1), Ujian Tengah Blok 2 (UTB2), Ujian Akhir Blok 1 (UAB1), Ujian Akhir Blok 2 (UAB2), Ujian Perbaikan (UP), dan Ujian Praktikum. Ujian tersebut berlaku di setiap blok. Tentu saja dengan banyaknya ujian yang diujikan, mereka seringkali berada di fase stress akan padatnya jadwal dan sulitnya materi yang perlu dikuasai.
Namun, itu semua dimaknai sebagai alur proses adaptasi untuk kehidupan dokter selanjutnya. Justru, sistem blok ini memudahkan mahasiswa dalam mendalami setiap ilmu kedokteran agar tidak ada lagi kasus malpraktik oleh tenaga medis. Ujian yang diberikan setiap blok dapat dijadikan sebagai evaluasi diri sendiri sehingga kualitas dan kuantitas dalam belajar dan proses pemahaman dapat meningkat. Harapannya, mahasiswa melakukan belajar itu tidak hanya untuk ujian, tetapi untuk dirinya sendiri sebagai calon dokter di masa depan.
Mungkin, orang-orang menganggap sistem blok ini berat. Namun, perlu diketahui bahwa sistem blok ini sudah sesuai dengan pembelajaran di pendidikan dokter. Mengapa begitu? Kita tarik ke belakang bagaimana sistem sks bekerja. Mahasiswa dituntut untuk mengikuti semua mata kuliah secara bergantian setiap harinya. Fokus mahasiswa jadi harus terbagi rata untuk mata kuliah tersebut. Tentu saja, hal ini tidak bisa diterapkan pada pendidikan dokter. Karena setiap mata kuliah kedokteran mempunyai ciri khas dan tingkat kesulitan masing-masing, mahasiswa perlu menaruh fokus secara penuh pada setiap mata kuliah tersebut.
Kalau kata anak kedokteran, “semoga bisa survive di setiap blok”, ucapan itu senantiasa dilontarkan oleh mereka karena terdapat konsekuensi apabila tidak dapat lulus pada blok tertentu. Meskipun tidak banyak mahasiswa kedokteran harus mengulang kembali blok tersebut karena tidak dinyatakan lulus, tetapi hal ini perlu diperhatikan sebelum menghadapi sistem blok. Lulus atau tidaknya mahasiswa di blok tersebut ditentukan dari kehadiran pembelajaran, kehadiran praktikum, dan mendapatkan skor ujian minimal dari batas kelulusan. Apabila terdapat satu blok atau lebih yang tidak lulus, maka mahasiswa perlu mengulang blok tersebut di semester selanjutnya. Akibatnya, mereka, yang perlu mengulang kembali, harus merelakan bahwa ia tertinggal dari teman-teman lainnya.
Dari banyaknya sisi positif dan negatif dari sistem blok di pendidikan dokter, sistem ini sudah tepat diterapkan untuk mahasiswa kedokteran sebagai penunjang pendidikan. Mungkin kedepannya, program studi kesehatan lainnya dapat menerapkan sistem ini untuk hasil yang maksimal. Lantas, untuk calon-calon mahasiswa kedokteran, sudah siapkah kalian dengan sistem pembelajaran di FK ini?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.