Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Bahagia Itu Sederhana, Sederhana Itu Bahagia

Agama | Tuesday, 18 Jan 2022, 03:13 WIB

Simplex Veri Sigillum. Kesederhanaan itu bagian dari kebijaksanaan hidup. Demikian bunyi pepatah berbahasa latin.

Pepatah tersebut menyiratkan, dalam segala hal kesederhanaan itu selain membuat ringan orang yang melakoninya, juga melahirkan kebijaksanaan dan kebahagiaan. Namun dalam kenyataannya, kita selalu membuat ribet diri sendiri dalam hal memandang kebahagiaan. Kemewahan dalam gaya hidup menjadi ukuran kebahagian. Tak heran jika banyak orang yang mengejar gaya hidup mewah dengan harapan dapat meraih kebahagiaan.

Ironisnya untuk meraih kebahagiaan dengan barang mewah tersebut, tak sedikit orang yang melakoni hidup seperti yang disebutkan dalam peribahasa lebih besar pasak daripada tiang. Ia memenuhi keinginannya dengan mengeluarkan banyak uang dibandingkan dengan penghasilan yang ia peroleh.


Budaya Konsumerisme
Sikap konsumtif menjadi pilihan. Banyak orang yang mencicil barang atau kredit barang yang diinginkan, bukan yang benar-benar dibutuhkan. Tujuanya agar dipandang sebagai orang yang mengikuti trend, sejajar dengan gaya hidup gaya hidup orang lain.Fear of Missing Out (FOMO), takut ketinggalan dalam segala hal menyelimuti dirinya.

Benar mereka nampak eksis dan bahagia karena pujian orang lain terhadap aksesoris barang yang diapakainya, baik kendaraan, gadget, pakaian, maupun barang lainnya. Namun kebahagiaan itu hanya sebentar, sebab pada akhir bulan pikirannya berputar-putar memikirkan uang untuk membayar cicilan barang yang dimilikinya.

Selain itu, berdasarkan berbagai penelitian, kebahagiaan memiliki suatu barang baru hanya bertahan selama tiga bulan. Setelah itu, kebanggaan terhadap barang yang dianggap baru tersebut mulai sirna. Kemudian, orang-orang akan mencari kebahagiaan lagi dengan mencari barang baru lainnya. Begitu seterusnya.

Disadari atau tidak, berlebihan dan boros demi gaya hidup sering menjadi sikap hidup keseharian. Kita senang menumpuk-numpuk barang, baik berupa pakaian, perabotan rumah, aksesoris handphone, aksesoris kendaraan, dan lainnya bukan karena kebutuhan, tapi sekedar memenuhi keinginan dan pajangan belaka. Semua ini dilakukan agar hidup terasa modern dan sejajar dengan gaya hidup kebanyakan orang.

Dari sudut pandang apapun, sikap konsumtif, dan selalu menuruti keinginan bukanlah sikap yang baik. Sebaliknya sikap sederhana merupakan bagian dari sikap hidup yang bijaksana. Sementara sikap hemat merupakan sikap yang sangat terpuji dan layak diimplementasikan dalam kehidupan. Bukankah kita sudah lama memiliki pribahasa hemat pangkal kaya?

Dari sudut pandang agama Islam, kesederhanaan dan tidak boros merupakan sikap yang harus dijadikan amalan dalam hidup keseharian. Salah satu ciri hamba Allah yang taat dan mencintai-Nya adalah mereka yang tidak berlebihan, tidak boros dalam mempergunakan hartanya.

“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila meninginfakkan (harta) mereka tidak berlebihan dan tidak pula kikir, diantara keduanya secara wajar” (Q. S. al Furqan : 67).

Dalam setiap perintah ibadah atau melarang sesuatu, Allah selalu memberikan kemudahan, kesederhanaan, kemaslahatan, dan tidak menuntut suatu kewajiban dari para hamba-Nya melebihi batas kemampuan. Hanya saja, kita sebagai hamba-Nya sering membuat aksesoris-aksesoris tertentu yang memberatkan dan dilabeli dengan kepentingan agama.


Apa Kata Pakar

Para ahli baik dari kalangan agamawan, filosof, maupun psikolog sangat menyarankan agar kita mampu mengendalikan keinginan untuk tampil gaya dan selalu ingin mengikuti trend, apalagi jika tidak diimbangi dengan kemampuan finansial.

Kesederhanaan hidup, baik dalam makanan, berpakaian, berbelanja, dan kesederhanaan hidup lainnya merupakan sumber kebahagiaan yang sebenarnya. Kemampuan seseorang untuk hidup sederhana meskipun ia mampu membeli dan memiliki barang mewah merupakan bagian dari kebijaksanaan hidup yang akan mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan.

Seseorang yang bergaya dengan berbagai aksesoris, pada umumnya karena ia ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain sebagai orang berkepribadian luhur yang memahami selera zaman dan memiliki kepribadian modern. Padahal, kepribadian luhur seseorang ditentukan oleh sesuatu yang datangnya dari dalam dirinya sendiri (inner), bukan ditentukan oleh sesuatu yang datangnya dari luar dirinya (outer).

Francine Jay dalam salah satu karyanya The Joy of Less, a Minimalist Living Guide, mengatakan, “Kepribadian kita yang sejati bukanlah dinilai dari barang (gaya hidup) yang kita miliki, tapi ditentukan oleh karya, pikiran, dan siapa yang kita cintai.”

Arne Naess, pakar ecoshopy dalam karyanya Ecology, Community, and Lifestyle (1989: 88) menyebutkan, kehidupan yang bermakna adalah kehidupan yang tidak mengutamakan materi, sederhana dalam sarana, namun kaya dalam tujuan (simple in means, but rich in ends).

Kehidupan yang akan bahagia bukanlah kehidupan yang selalu mengejar trend gaya hidup, namun kehidupan yang menekankan kualitas kehidupan dan bukannya menekankan standard kehidupan, apalagi standard material.


Zuhud

Ajaran Islam memberi label kehidupan sederhana dengan istilah zuhud. Selain sederhana, zuhud juga berarti memelihara diri dari hal-hal yang haram hukumnya, dan mencukupkan diri dengan apapun yang dimiliki, tidak memaksakan diri untuk mengikuti gaya hidup kebanyakan orang, apalagi meminta-minta kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Berlaku zuhudlah kamu dalam urusan dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, dan berlaku zuhudlah kamu terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (H. R.Ibnu Majah).

Sikap zuhud lebih menekankan kepada kualitas kehidupan bukan menekankan kepada kuantitas aksesoris kehidupan yang dikenakan. Sikap ini menekankan kepada penampilan dalam segala hal apa adanya, tidak dibuat-buat, tidak dipaksakan agar menarik perhatian orang lain. Sikap zuhud juga berusaha menahan diri agar tidak memaksakan diri mengikuti selera hidup/gaya hidup kebanyakan orang.

Seseorang yang tampil apa adanya akan lebih nampak tenang dan nyaman daripada ia tampil dengan gaya dan aksesoris berlebihan dan dibuat-buat agar menarik perhatian orang lain. Tampil apa adanya, sesuai dengan kemampuan berarti jujur pada diri sendiri, jujur akan kemampuan diri.

Kejujuran dalam hal apapun akan melahirkan kebaikan, mengundang kebahagiaan. Singkatnya, jujurlah pada diri sendiri, tak perlu memaksakan diri mengejar kemewahan hidup di luar batas kemampuan diri demi kebahagiaan, sebab dalam kenyataannya kebahagiaan itu sendiri bisa diraih dengan kesederhanaan. Bahagia itu sederhana, sederhana itu bahagia.

Ilustrasi : Kata bijak jalanan tentang bahagia (sumber :flickr.com)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image