Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Titin Kustini

Macet Saat Mudik, Sebuah Tradisi?

Humaniora | 2024-04-19 13:59:18

Rafly, seorang mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, mudik ke tempat kelahirannya di Jawa Barat pada H-5. Dia menggunakan bis trayek Jakarta-Malang exit tol Cirebon. Dengan ongkos yang relatif sama dengan moda transportasi menggunakan kereta api, waktu perjalanan via tol ternyata bisa menghemat 4 jam lebih cepat. Di H+4 saat balik ke Malang, ia memutuskan menggunakan bis yang sama dengan alasan waktu tempuh yang lebih efektif berdasarkan pengalaman mudiknya. Sayang, ia tidak memperhitungkan kemungkinan macet yang biasa terjadi saat mudik. Akibatnya, setelah membeli tiket di pool bis jam 9.30 pagi, ia baru bisa berangkat jam 3 sore dari Cirebon karena bisnya terjebak macet di sepanjang tol Cikampek. One way dari Jakarta sampai Pekalongan, lalu Solo tutup arah Jakarta sehingga memakai jalur Pantura. Tiba di Malang jam 6.30 keesokan harinya. Padahal ia harus mulai masuk kampus hari itu juga. Tak cuma itu, pihak bis juga meminta tambahan ongkos 20% kepada penumpang dengan alasan akibat macet mengisi bahan bakar sampai 3 kali padahal biasanya cukup 2 kali saja. Jadi, perjalanan balik kali ini, tak hanya menguras energi, menyisakan kelelahan fisik dan psikis, tetapi juga cukup menguras kantong bagi seorang mahasiswa.

Select an Image

Kemacetan dalam waktu yang lama dan panjang menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat. Kerugian secara finansial, fisik dan psikis yang lelah, bahkan bisa mengancam keselamatan jiwa terutama bagi yang mengidap penyakit bawaan. Secara data memang belum ada publikasi untuk kerugian finansial arus mudik dan balik tahun ini yang dialami masyarakat, namun sebagai pembanding, Kemenhub pernah menyebut angka fantastis untuk akibat kemacetan Jakarta yang mencapai 65 triliun.

Mudik merupakan tradisi baik yang juga berhasil menggerakkan roda perekonomian masyarakat secara signifikan. Namun hendaknya macet jangan sampai menjadi tradisi yang mengiringi tradisi mudik.

Pemerintah dari tahun ke tahun terus melakukan tata kelola demi mudik yang aman dan nyaman, termasuk di dalamnya upaya mengurai kemacetan yang terjadi. Untuk tahun ini kebijakan yang dilakukan pemerintah meliputi pemberlakuan one way, contra flow dan sistem ganjil genap. Namun kemacetan parah seperti di Pelabuhan Merak, tol Cikampek masih mewarnai di samping kecelakaan di beberapa ruas jalan tol. Artinya, mitigasi dan inovasi masih harus terus dilakukan untuk memperbaiki tata kelola mudik ini di tahun-tahun yang akan datang. Agar macet tak menjadi tradisi.

Setidaknya ada dua hal yang patut mendapat perhatian. Pertama, secara infrastruktur, pemerintah harus terus mengupayakan tersedianya infrastruktur jalan yang baik agar macet dan kecelakaan bisa diminimalisir. Pun menyediakan fasilitas diskon tol atau bahkan menggratiskan tol sebagai bagian dari pelayanan publik. Masyarakat sebagai pemilik negeri ini berhak menikmati fasilitas publik yang baik.

Kedua, secara sistem. Rekayasa lalu lintas, termasuk pemanfaatan teknologi AI dalam manajemen lalu lintas. Dengan penggunaan AI yang makin meluas dalam manajemen lalu lintas, bukan tidak mungkin kita akan menyaksikan transformasi besar dalam perjalanan mudik ke depan. Bayangan kemacetan yang menguras waktu dan energi berpotensi diganti dengan lalu lintas lancar, yang mana sistem AI yang canggih mengatur ritme perjalanan dengan efisien, memprediksi titik-titik kemacetan, dan secara dinamis menyesuaikan pola lalu lintas untuk menghindari penumpukan kendaraan.

Mudik yang aman dan nyaman menjadi dambaan masyarakat. Dengan disertai harapan, macet, jangan sampai menjadi tradisi lain yang membarengi tradisi mudik ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image