Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fadilah Azzahra

Bagaimana Tradisi Mudik Mendorong Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Regional?

Update | Tuesday, 09 Apr 2024, 17:32 WIB

Mudik menjadi tradisi yang tak terpisahkan dengan perayaan Hari Raya. Dilakukan beberapa hari sebelum Lebaran, dengan berbekal semangat kerinduan pada keluarga di kampung halaman, perjalanan dari kota perantauan siap ditempuh dengan berbagai moda transportasi melalui jalur darat, air, dan udara.

Gerbang Tol Salatiga (Doc Pribadi)

Asal – Usul Mudik

Fenomena ini telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, dikenal sebagai kerajaan yang memiliki daerah kekuasaan yang luas hingga wilayah Sri Langka dan Semenanjung Malaya, pada saat itu para pejabat yang ditugaskan bekerja di berbagai wilayah teresebut dapat pulang ke kampungnya pada hari – hari tertentu.

Hal yang sama juga dilakukan para pejabat kerajan Mataram Islam yang juga kembali ke kampung halaman dan menghadap Raja. Selain para pejabat, orang – orang yang hidup pada masa itu pun juga melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya dengan tujuan untuk membersihkan makam leluhur dan meminta keselamatan serta perlindungan.

Jika berdasarkan istilahnya, mudik berasal dari Bahasa Melayu “Udik” yaitu penggambaran masyarakat Melayu zaman dahulu yang tinggal di daerah hulu sungai yang kemudian melakukan perjalanan ke hilir sungai untuk menemui sanak saudaranya dengan memanfaatkan biduk (perahu).

Seiring dengan perkembangannya, istilah mudik mengalami perubahan dan populer pada tahun 1970an, ketika itu Jakarta mulai menjadi magnet urbanisasi Indonesia bagi mereka yang mencari pekerjaan, sehingga mudik kemudian juga diasosiasikan dengan istilah jawa “Mulih Dhisik” yang memiliki arti pulang dahulu.

Esensi dan Manfaat Mudik

Menjadi penanda Ramadhan segera berakhir, biasanya sepekan sebelum lebaran masyarakat mulai memadati stasiun kereta api, terminal, bandara, pelabuhan, dan berbagai ruas jalan utama antar kota yang ramai dilewati kendaraan pribadi seperti motor dan mobil.

Semarak perjalanan mudik biasanya sekaligus menjadi perjalanan nostalgia bagi seseorang dengan memori masa lalu atau masa kecilnya, begitupun bagi yang menetap di kampung halaman siap menyambut kedatangan dengan hangat. karena ikatan emosional yang tinggi inilah mudik menjadi momen yang mengharukan.

Adapun manfaat yang dapat dirasakan melalui mudik yaitu terjalinnya silaturahmi secara langsung, sebagai eksistensi kesuksesan bagi perantau yang dapat membanggakan keluarga, menjadi terapi psikologis dimana setiap orang merasakan kebahagiaan saat berkumpul bersama keluarga dengan tidak memikirkan pekerjaan atau rutinitas sehari - hari, dan sarana rekreasi keluarga setelah berkumpul biasanya dilanjut dengan berwisata ke tempat rekreasi.

Bagaimana Mudik 2024?

Mudik tahun 2024 ini diklaim sebagai mudik paling meriah sepanjang masa. Berdasarkan hasil survei Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementrian Perhubungan, jumlah pemudik tahun ini diperkirakan mencapai 193,4 Juta orang dan 28,4 juta diantaranya berasal dari Jabodetabek. Angka ini menunjukan bahwa terjadi kenaikan sebesar 34% dari tahun 2023 sebanyak 123,8 juta.

Data Kemenhub lain juga menunjukan bahwa kereta api menjadi moda transportasi yang paling banyak digunakan oleh pemudik asal Jabodetabek sebesar 8,26 juta orang. Diikuti bus sebanyak 7,89 juta orang, mobil pribadi sebanyak 4,27 juta orang, sepeda motor sebanyak 2,56 juta orang, dan kapal sebanyak 1,63 juta orang.

Kemacetan menjadi hal yang tak bia dihindari saat mudik, tingginya arus perpindahan perantau untuk kembali ke kampung halamannya membuat volume kepadatan lalu lintas juga mengalami kelonjakan yang signifikan.

Menurut Pakar Tata Kota dari Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB), Dr. I Gusti Ayu Andani, S.T., M.T., Pertumbuhan kota yang cepat akibat urbanisasi yang tidak terkontrol tanpa rencana tata ruang yang memadai sehingga menyebabkan pembangunan yang menyebar (urban sprawl).

Selain itu infrastruktur yang tidak memadai untuk menunjang mobilitas yang efisien dan kurangnya integrasi pada berbagai moda transportasi umum membuat banyak orang akhirnya memilih menggunakan kendaraan pribadi, dimana hal ini justru menambah volume lalu lintas.

Manajemen lalu lintas yang kurang efisien dalam mengatur arus kendaraan seperti sistem lampu lalu lintas yang tidak disesuaikan dengan volume kendaraan, kurangnya rambu-rambu lalu lintas yang memadai, serta kondisi jalan yang buruk membuat kendaraan harus mengurangi kecepatan yang membuat adanya perlambatan lalu lintas.

Untuk itu berbagai persiapan Mudik 2024 yang telah disiapkan oleh Pemerintah diantaranya menambah 6 ruas jalan tol baru, penambahan rest area di setiap ruas jalan tol, penyediaan program mudik gratis untuk meminimalisisr kecelakaan di jalan, serta pemberian diskon tarif jalan tol H-2, H-1, H+1 dan H+2 untuk mengurangi penumpukan kendaraan pada puncak arus mudik dan arus balik.

Mengapa Orang Melakukan Mudik?

Pada dasarnya arus mudik akan terus meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk melalui urbanisasi. Menirut Irianto dalam artikelnya yang berjudul “Mudik dan ketertarikan budaya” kota memiliki daya tarik sebagai pusat peradaban dan kebudayaan karena menjadi pusat industri, kantong mobilitas ekonomi, dan pusat kekuasaan yang membuat keputusan untuk khalayak

Identitas manusia kota juga cenderung terkonsentrasi kepada pekerjaaanya secara mekanis serta orientasinya kepada nilai yang material. Maka berdasarkan asumsi inilah manusia kota dianggap sebagai sosok yang kering kerontang, melalui mudik mereka bisa mendapatkan siraman nilai – nilai desa untuk penyeimbang meredakan kesengsaraan yang di alami di kota.

Moderenitas kota telah melahirkan keterasingan diri akibat kapitalisme. Ketidakberdayaan jiwa manusia modern dibawah kekuasaan pemilik modal telah menghinggapi jiwanya. Maka mudik menjadi upaya pembebasan diri dari penatnya aktivitas kota sekaligus proses pengembalian diri seperti kolektivisme, kejujuran, kepedulian kepada sesama, seperti ciri khas penduduk di tempat asal seseorang.

Terdapat 3 dimensi yang dapat diamati dari tradisi mudik. Pertama dimensi spiritual-kultural, setelah menjalankan ibadah puasa selama selama satu bulan penuh manusia akan kembali pada kefitriannya sebagai hamba Allah, maka dengan menyambung hubungan kembali dan saling bermaafan dengan sanak keluarga menjadi perwujudan dari rasa syukur itu.

Kedua dimensi psikologi, pemudik bukan hanya sekesar merayakan Lebaran bersama keluarga besar tapi juga sekaligus menjadi obat menghilangkan kepenatan beban kerja dan kerasnya hidup di perantauan, keluarga dapat menjadi tempat kembali dan berbagi cerita yang kemudian menjadi penguat untuk pemudik saat kembali ke kota nanti.

Ketiga dimensi sosial, kumpulan cerita keberhasilan yang dicapai oleh pemudik menjadi suatu kebanggaan yang kemudian diwujudkan dengan berbagai aksesoris dan gaya hidup pemudik di kampung halamannya, dengan begitu strata sosialnya akan dianggap menjadi lebih tinggi daripada sebelumnya. Maka dalam konteks kekinian terjadi pergeseran esesnsi mudik sebagai media pertunjukan social life dan hedonis dari tempat rantau.

Dampak Mudik Bagi Perekonomian Daerah

Tradisi mudik menjadi cara yang efektif utuk pendistribusian uang dari kota ke daerah melalui komsumsi dan belanja masyarakat. Dominasi industri perdagangan, komunikasi, dan jasa keuangan menjadi bukti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dimotori oleh kekuatan kota. Sedangkan pertumbuhan ekonomi daerah masih didominasi oleh sektor alam seperti pertanian dan pertambangan.

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Ahmed Zaki Iskandar memproyeksikan pergerakan ekonomi selama periode mudik Lebaran mencapai Rp386 triliun. Mengalirnya dana dari pusat ke daerah ini tentunya menjadi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi.

Melalui mudik Lebaran, ekonomi tersebar merata di desa, kecamatan, kota pemudik pulang. Perputaran uang yang begitu besar dan cepat (velocity money) bernilai triliunan rupiah bukan hanya berbentuk cash, namun juga dapat berupa perkakas elektronik, pakaian, bahan makanan, minuman dan berbagai barang kebutuhan lainnya.

Di sepanjang perjalanan biasanya pemudik melakukan zakat, infaq, sadaqah, serta membeli keperluan makan dan minum. Penginapan, restoran, dan pariwisatapun akan ramai oleh pemudik. Adapun daya tarik wisata di musim lebaran menurut hasil analisis sementara dari survei yang dilakukan Kemenparekraf adalah pantai/danau, pusat kuliner, pegunungan/agrowisata, taman rekreasi/kebun binatang, dan pusat perbelanjaan.

Redistribudi ekonomi saat mudik dibagi menjadi dua macam, yaitu pemudik sektor informal berpenghasilan rendah dan pemudik sektor formal berpenghasilan tinggi. Biasanya bentuk redistribusi ekonomi yang dilakukan oleh kelompok pemudik informal berpenghasilan rendah adalah membelanjakan uang untuk memperbaiki rumah, membeli barang elekrtonik, pakaian baru, makanan, minuman atau malah untuk memulai suatu usahan baru di kampung.

Sementara itu, bentuk redistribusi ekonomi yang dilakukan kelompok pemudik sektor formal berpenghasilan tinggi sebenarnya tidak jauh berbeda dari pemudik tipe pertama. Namun terdapat beberapa tambahan redistribusi lain yang juga dijalankan seperti membagi-bagikan uang kepada sanak saudara di kampung, menyewa tukang cuci, sopir pribadi dan lain sebagainya. Melalui skema ini maka kemandirian daerah dapat ditingkatkan dan ketergantungan daerah kepada pusat dapat dikurangi.

Referensi :

https://m.antaranews.com/berita/4049343/pergerakan-ekonomi-saat-mudik-diproyeksikan-capai-rp386-triliun?

https://www.itb.ac.id/news/read/60533/home/pakar-tata-kota-itb-ungkap-akar-permasalahan-kemacetan-saat-mudik

Irianto Agus Maladi. 2012. Mudik dan Kerekatan Budaya. Jurnal Humanika Vol. 15 No. 9.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image