Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Budianto Sutrisno

Sejauh Mana Transformasi Kejurnalistikan pada Era Digital?

Teknologi | Tuesday, 09 Apr 2024, 15:38 WIB
Sumber foto: detikcom

Tak syak lagi, pertumbuhan dan perkembangan era digital adalah sesuatu yang niscaya. Dampaknya sangat nyata dalam dunia informasi, termasuk kejurnalistikan di Indonesia. Kita semua sepakat bahwa kejurnalistikan merupakan ranah penting dalam memajukan masyarakat. Jurnalisme berfungsi sebagai garda terdepan untuk menyajikan informasi yang objektif, akurat, dan relevan bagi publik.

Perkembangan di Indonesia

Kejurnalistikan di Indonesia telah mengalami perjalanan panjang, sejak zaman penjajahan hingga era digital sekarang ini. Sudah bukan rahasia lagi jika sekarang ini terjadi persaingan ketat antara media cetak dan media elektronik. Kecepatan dan keakuratan adalah kunci dalam persaingan. Itu sebabnya jurnalis di era digital ini mendapat tekanan tuntutan untuk lebih kreatif dalam memburu berita dan menyampaikannya ke masyarakat luas. Segala perlengkapan canggih dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang terbaik.

Pada awalnya, jurnalisme muncul sebagai alat propaganda bagi penguasa kolonial. Namun kemudian berkembang menjadi sarana untuk melawan penjajahan dan penindasan. Setelah proklamasi kemerdekaan pada 1945, kebebasan jurnalistik dijamin oleh konstitusi dan terus berkembang sesuai dengan perubahan dan kemajuan zaman.

Pada era Orde Baru, kejurnalistikan mengalami pembatasan yang sangat ketat. Hal ini terutama ditujukan pada berita-berita yang dianggap dapat mengancam kestabilan pemerintahan. Sejumlah media cetak—yang dinyatakan melakukan pelanggaran—diberedel.

Akan tetapi, setelah memasuki zaman Reformasi pada 1998, kebebasan jurnalistik kembali mendapatkan perhatian dari pemerintah. Peran media sebagai pilar demokrasi semakin ditegakkan.

Ciri-ciri jurnalisme

Menurut Luwi Ishwara dalam bukunya yang bertajuk Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, jurnalisme memiliki ciri-ciri pentng, seperti skeptis, bertindak, perubahan, seni dan profesi, serta peran pers.

Mari kita tinjau satu per satu ciri tersebut. Pertama adalah skeptis, yakni sikap mempertanyakan segala sesuatu, meragukan berita yang diterima, dan bersikap waspada agar tidak mudah terkecoh, sehingga tidak menyesatkan publik. Pada hakikatnya, Inti sikap skeptis adalah keraguan. Dengan demikian, jurnalis harus terjun langsung ke lapangan, berjuang, dan menggali hal-hal yang bersifat eksklusif untuk disajikan kepada khalayak.

Ciri kedua, yakni bertindak atau melakukan action. Jurnalis yang cerdas tidak perlu menunggu sampai suatu peristwa muncul, tetapi yang bersangkutan akan mencari, mengamati, dan menggali informasi berdasarkan ketajaman naluri. Tak pelak, ketajaman naluri merupakan modal utama jurnalis andal.

Ciri ketiga: perubahan. Jurnalis harus selalu siaga mengantisipasi perubahan, karena perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sekadar menjalankan fungsinya sebagai penyalur informasi, melainkan sebagai fasilitator, penyaring berita, dan pemberi makna informasi.

Ciri keempat, terkait dengan seni dan profesi. Jurnalis andal melihat peristiwa dengan pandangan yang tajam dan pikiran segar, sehingga mampu menangkap aspek-aspek penting yang unik, yang tak terlihat di permukaan. Ini merupakan seni tersendiri dari sebuah profesi.

Ciri kelima, berhubungan dengan peran pers. Dalam hal ini, pers bertindak sebagai pelapor. Pers adalah mata dan telinga publik. Tugas dan kewajibannya adalah melaporkan secara netral peristiwa-peristiwa yang tak dipahami oleh masyarakat. Di samping itu, pers juga harus berperan sebagai penerjemah, wakil publik, sekaligus berperan sebagai pembuat kebijaksanaan dan pelaku advokasi.

Sejumlah tantangan

Kendati telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup signifikan, kejurnalistikan di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi dengan cara-cara yang bijak.

Tantangan pertama yang perlu dihadapi adalah perihal kebebasan pers. Meskipun sudah dijamin oleh konstitusi, kebebasan pers terkadang masih mengalami ancaman intervensi dari pihak pemerintah, politisi, atau perusahaan besar yang memiliki kepentingan tertentu. Yang terakhir ini, biasanya berkaitan dengan masalah keuntungan finansial atau perluasan ladang bisnis.

Tantangan kedua adalah tentang etika jurnalisme. Hal ini acap kali menjadi bahan perdebatan, terutama dalam hal persaingan media dan tekanan untuk mendapatkan berita secepat mungkin. Prinsip-prinsip keakuratan, keberimbangan, dan keadilan sering diabaikan. Cepat tetapi tidak akurat, tidak berimbang, dan tidak adil, tak ada gunanya. Boleh jadi malah menyesatkan!

Ketika pandemi Covid-19 merebak, informasi yang kredibel sangat diperlukan untuk menjamin berita yang bebas dari penyesatan, sehingga masyarakat terhindar dari bahaya disinformasi. Karenanya, jurnalis merupakan salah satu kunci keberhasilan kita dalam membuat berita dengan menjunjung tinggi etika jurnalisme. Pada akhirnya, kejurnalistikan yang bertanggung jawab dapat membawa perubahan positif pada perilaku masyarakat, demi mencegah terjadinya penyebaran lebih lanjut wabah Covid-19. Bayangkan betapa bahayanya jika terjadi disinformasi. Keselamatan jutaan masyarakat Indonesia bisa terancam.

Selanjutnya tantangan ketiga. Tantangan ini berupa hoaks atau berita palsu yang menyesatkan. Kemajuan era digital sangat memungkinkan terjadinya penyebaran berita hoaks secara cepat dalam skala global. Dengan demikian, keberadaan jurnalisme yang berkualitas tinggi, sangat diperlukan untuk memerangi masalah ini atau bahkan melenyapkannya. Masyarakat berhak memperoleh informasi yang benar dari sumber yang layak dipercaya. Jurnalis, misalnya, dapat mencantumkan sejumlah nama instansi atau situs internet resmi yang dapat memberikan layanan bagi masyarakat yang meragukan keabsahan sebuah berita.

Di samping itu, penegakan hukum harus dilakukan secara tegas terhadap para pelaku berita hoaks. Hukuman yang setimpal perlu dijatuhkan kepada pembuat dan penyebar berita hoaks yang meresahkan. Diharapkan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) mampu mengatasi masalah ini secara tuntas.

Berikutnya tantangan keempat, yakni masalah keamanan dan intimidasi. Jurnalis sering kali mendapat ancaman dan intimidasi saat meliput isu-isu negatif. Hal ini biasanya terkait dengan masalah pemberitaan korupsi oleh pejabat tinggi dan isu-isu yang berkembang di kawasan yang tengah terjadi konflik. Bahkan, konon kabarnya, sebuah media cetak ternama pernah diajak bargaining oleh pengusaha pertambangan untuk sebuah pemberitaan yang bisa disebut sebagai sebuah skandal.

Pihak media menginginkan oplahnya meningkat, sedangkan pihak pengusaha ingin menjaga reputasi dan nama baik. Jika media menang, berita skandal terungkap. Namun jika media kalah, berita skandal tak akan pernah dipublikasikan. Apakah menang-kalah dalam hal ini melibatkan peranan sejumlah uang? Wallahualam!

Peran penting

Walaupun menghadapi tantangan yang cukup berat, kejurnalistikan harus mampu menjalankan peran pentingnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah tak akan mungkin berhasil menyampaikan program-program pembangunan tanpa dukungan kejurnalistikan yang bertanggung jawab. Harus terbangun kerja sama yang baik antara pihak pemerintah dan para jurnalis dari berbagai media. Terlebih lagi, Indonesia merupakan negara dengan sebaran penduduk di belasan ribu pulau.

Menurut hemat penulis, peran penting kejurnalistikan itu mencakup sejumlah segi. Pertama, sebaga pengawas kekuasaan. Dalam hal ini, jurnalisme bertugas untuk mengawasi tindakan pemerintah dan sejumlah institusi penting. Caranya? Dengan memberikan sejumlah informasi yang tepat dan kredibel. Sementara, pihak media berusaha membantu masyarakat dalam memahami dan mengkritisi kebijakan serta tindakan pemerintah.

Kedua, berperan sebagai advokat demokrasi. Jurnalisme ikut mendukung terselenggaranya demokrasi, lewat pemberian akses seluas mungkin kepada masyarakat. Hal ini memungkinkan setiap warga negara untuk berpartisipasi secara aktif dalam menciptakan suasana demokratis, sehingga dapat mencegah terbentuknya pemerintahan yang otoriter.

Ketiga, berperan sebagai penyebar informasi. Pihak media merupakan sarana yang sangat penting untuk menyebarkan isu-isu politk, ekonomi, sosial, dan lingkungan, sehingga dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hal-hal tersebut.

Keempat, sebagai pendorong terjadinya perubahan sosial yang positif. Dalam hal ini, berita-berita investigasi dan kupasan yang mendalam, dapat mengangkat isu-isu sosial yang terabaikan. Misalnya, masalah stunting di sejumlah kota besar, atau karut-marut perihal zonasi yang mengorbankan sejumlah peserta didik di beberapa sekolah negeri, dan lain sebagainya.

Agar dapat melaksanakan tugas dan perannya dengan baik, jurnalis harus mematuhi aturan dalam kode etik. Kode etik ini mewajibkan jurnalis mampu menyajikan berita secara akurat. Sebelum berita dipublikasikan, jurnalis harus melakukan pengecekan fakta secara cermat dan teliti.

Selain itu, jurnalis harus menghindarkan diri dari segala bentuk prasangka dan diskriminasi dalam pemberitaan. Semua pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki hak untuk diperlakukan secara adil.

Lebih dari itu, jurnalis harus memiliki independensi dalam peliputan berita. Mereka tidak boleh tunduk terhadap tekanan tertentu dari pihak yang hendak memengaruhi isi berita.

Sudah barang tentu, jurnalis perlu bertanggung jawab atas berita yang disajikan. Apabila terjadi kesalahan dalam pemberitaan, jurnalis harus bersedia untuk segera melakukan perbaikan secara transparan.

Dalam hal keberimbangan berita, jurnalis perlu bersikap netral. Liputan berita harus mencakup berbagai sudut pandang untuk memberikan gambaran yang lengkap dan menyeluruh.

Terkait dengan hak privasi, jurnalis harus menghormati hak privasi individu. Mereka tidak diperkenankan mencampuri urusan pribadi seseorang tanpa izin khusus dari orang yang bersangkutan.

Sementara, dalam rangka menjaga kehormatan, jurnalis harus memiliki integritas dan martabat profesi. Mereka tidak diperkenankan untuk menerima suap atau imbalan apa pun yang dapat memengaruhi independensi mereka dan objektivitas berita yang disampaikan.

Munculnya media sosial

Munculnya berbagai media sosial di era digital, telah mengubah lanskap kejurnalistikan secara drastis. Dampaknya sebagai sumber berita dan platform publikasi sangat signifikan. Sebuah berita dapat disebarkan secara cepat dan real time ke seluruh penjuru dunia. Apa yang terjadi di belahan bumi mana pun dapat diterima di setiap tempat—di mana terdapat sinyal internet—pada saat yang sama.

Di satu sisi, media sosial ini memberikan manfaat yang positif, sehingga khalayak tidak ketinggalan berita penting. Di samping untuk mengikuti berita-berita aktual secara real time, penulis sendiri giat mengikuti lomba menulis melalui media sosial. Namun, di sisi lain, penyebaran berita hoaks, pornografi, dan tindak kekerasan juga sangat masif disebarluaskan lewat media sosial.

Menurut pengamatan penulis, jurnalisme media sosial berdampak besar pada jurnalisme tradisonal dan masyarakat. Kehadiran media sosial dapat mendorong media tradisional untuk bersaing lebih keras dan berinovasi, sehingga mampu menyajikan berita yang relevan dengan era digital. Masyarakat memiliki beragam pilihan, dan pilihan itu dilakukan sesuai dengan selera pribadi masing-masing. Di samping itu, masyarakat dapat berpartisipasi dalam menyebarkan berita dan memberikan komentar. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu penting yang aktual.

Media sosial juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan dengan mengangkat isu-isu soisal tertentu. Last but not least, media sosial juga bisa digunakan untuk melakukan bisnis secara daring.

Maraknya penggunaan media sosial memang perlu dibarengi dengan kewaspadaan pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti penipuan dan pornografi.

Kesimpulan

Tak dapat disangkal lagi, kejurnalistikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam iklim demokrasi. Meski harus menghadapi sejumlah tantangan yang tidak ringan, peran jurnalisme sebagai pengawas kekuasaan, advokat demokrasi, dan penyebar informasi, tetap tak tergantikan.

Penulis percaya bahwa dengan menerapkan etika jurnalisme yang ketat secara konsisten dan memberikan jaminan perlindungan kepada para jurnalis, kejurnalistikan di Indonesia akan terus berkembang serta membuahkan manfaat besar bagi masyarakat luas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image