Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image rahmi surainah

Vonis 20 Tahun, Terjawabkah Tuntutan Keadilan Pembunuhan 1 Keluarga

Hukum | 2024-04-07 05:02:21

Kasus pembunuhan satu keluarga yang menyita perhatian publik telah ketuk palu. Tersangka J divonis 20 tahun penjara. Diberitakan sebelumnya J membunuh lima orang, termasuk dua anak kecil dan satu remaja. J, yang saat kejadian berusia 17 tahun, dan genap 18 tahun pada 27 Februari 2024 itu didakwa membunuh tetangganya sendiri dengan menggunakan senjata tajam. Peristiwa berdarah yang terjadi di rumah korbannya sekira pukul 01.30 Wita, Selasa (6/2) dini hari itu menewaskan pasangan suami-istri WL (34) dan SW (34), serta ketiga anak mereka, yaitu RJ (15), VD (12), dan ZA (2,5). Dalam pembunuhan berencana itu, J juga tega melakukan perundungan seksual kepada SW dan RJ yang tidak bernyawa dan bersimbah darah. J divonis pidana penjara oleh majelis hakim PN Penajam selama 20 tahun pada sidang putusan Rabu (13/3). Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yaitu pidana 10 tahun dan rehabilitasi 1 tahun. Aksi pembunuhan itu dipicu oleh akumulasi sakit hati J terhadap keluarga yang dibunuhnya. Keluarga korban mendengar vonis yang dibacakan majelis hakim merasakan kekecewaan mendalam. Hukuman 20 tahun dinilai tidak setimpal. Meski demikian keluarga tidak mengajukan banding karena khawatir hasil upaya hukum lain atau pengadilan tinggi di kota Samarinda nantinya lebih rendah melihat sisi normatif UU perlindungan anak maksimal 10 tahun. Ketidakadilan Peradilan Kecewa dan merasa tidak adil terhadap keputusan hakim pasti dirasakan oleh pihak keluarga yang terbunuh. Publik alias netizen pun demikian, pasalnya tindak pembunuhan terkategori sadis ditambah perundungan seksual. Dengan dalih melindungi HAM dan anak di bawah umur sanksi pun lemah. Wajarlah kejahatan semakin subur dalam sistem peradilan saat ini. Memang semua tindak kriminalitas mayoritas berujung sanksi penjara. Pelaku dihukum mati tidak berlaku sama untuk korban yang dibunuh. Padahal hukuman penjara juga tak menjerakan, rumah dan makan gratis meski kondisi di sana kadang kritis. Dalam negara demokrasi kapitalis memang tindak kejahatan semakin subur. Paham sekulerisme, asas kebebasan dan materialistik membuat sebagian masyarakat jatuh dalam tindak kriminalitas. Sistem kepolisian yang korup dan peradilan ribet kadang berujung kejanggalan, akibatnya kasus berlalu tanpa keadilan. Dalam sistem sekuler, pengertian dan standar keadilan ditentukan oleh akal manusia. Mereka menetapkan ketentuan hukum dan sanksi bagi pelakunya berdasarkan kemauan nafsu dan tidak sedikit pesanan. Sistem peradilan juga memberikan hak berupa grasi, amnesti, abolisi, rehabilisasi dan remisi lebaran. Oleh karena itu, melihat buruknya sistem sanksi yang diberikan maka tidak akan ditemukan keadilan dalam sistem peradilan saat ini. Bisa jadi kasus serupa akan terulang karena tidak ada efek jera dan pencegah bagi yang lain. Ketidakpuasan tuntutan pihak keluarga korban pun akan berlanjut di pengadilan akhirat kelak. Astaghfirullah. Sistem Peradilan dalam Islam Berbeda dengan sistem sanksi (peradilan) dalam Islam yang dapat memberikan keadilan bagi seluruh umat manusia. Keadilan akan berlaku bagi muslim atau nonmuslim, kaya atau miskin, rakyat atau pejabat termasuk pemimpin negara sekalipun. Dalam Islam, syariah menjadi standar untuk menentukan kejahatan dan sanksinya. Dengan pijakan hukum syara' para hakim (Qadhi) akan memberikan putusan hukum yang adil kepada seluruh anggota masyarakat. Terkait umur maka standarnya ketika sudah baligh sudah bisa dijatuhi hukuman. Dalam Daulah Khilafah tidak ada pemisahan antara peradilan sipil dan syariah karena semua putusan hukum diberikan dengan menggunakan dasar Syariah Islam. Maka jelas keadilan akan terwujud di tengah masyarakat hingga seluruh undang-undang terkait peradilan, definisi kejahatan dan sejenisnya, hukum pembuktian, jenis sanksi, hak pengampunan, dll semuanya didasarkan pada Syariah Islam. Sistem peradilan dalam Islam bersifat Zawajir atau efek jera bagi pelaku dan orang disekitarnya. Selain itu bersifat Jawabir atau penebus dosa. Tidak hanya sistem peradilan Daulah Khilafah akan membangun masyarakat dengan dasar akidah Islam sehingga takwa kepada Allah. Masyarakat akan senantiasa diliputi nuansa ketaatan pada Syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan, baik individu, keluarga, masyarakat, dan bernegara. Masyarakat akan terhindar sebagai pelaku atau korban tindak kriminalitas. Di samping itu, Khilafah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap warganya sehingga dorongan untuk melakukan tindakan kriminal berkurang dengan sendirinya. Media nonfaedah dan berbagai pemicu kejahatan seperti narkoba dan miras akan dilarang. Hukuman dalam Islam seperti potong tangan bagi pencuri, qishas bagi pembunuhan disengaja, rajam bagi pezina muhshan, jilid bagi pezina ghairu muhsan, dll akan membuat orang berpikir ribuan kali sebelum bertindak. Efek jera sekaligus menjadi pencegah tentu akan membuat tindak kriminal minim. Rakyat pun tenang karena pemerintah yang adil jauh dari was-was seperti sekarang. Tentunya semua itu akan terlaksana jika negara sebagai pelaksana syariat. Wallahu'alam...

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image