Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khadijah Alimuddin

Solusi Islam atasi Stunting

Gaya Hidup | Wednesday, 03 Apr 2024, 05:18 WIB

Solusi Islam Atasi Stunting

Bupati Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) bersama TPP PKK menyerahkan bantuan Pemprov Sulawesi Selatan sebanyak 100 rak telur kepada masyarakat Kelurahan Tekolabbua Kecamatan Pangkajene pada hari rabu, 20 Maret 2024 (Upeks, 26/03/2024).

Sasaran dari bantuan ini adalah masyarakat tidak mampu, penderita Gizi Buruk, stunting serta Ibu hamil. Dengan harapan, kandungan protein yang ada pada telur ini bisa memperbaiki gizi khususnya kepada anak yang stunting dan juga kepada ibu hamil.

Stunting atau keterlambatan pertumbuhan merupakan masalah gizi kronis yang sering terjadi pada anak-anak di dunia, termasuk Indonesia. Stunting sendiri, dapat terlihat ketika anak memiliki tinggi badan lebih pendek dari tinggi badan normal yang seharusnya dimiliki oleh anak pada usia yang sama.

Pada kasus anak yang mengalami stunting, tidak hanya pertumbuhan fisik yang berbeda dari anak seusianya, tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan kemampuan belajar anak. Berangkat dari kondisi dan urgensi tersebut, penting bagi kita semua untuk saling bekerjasama dalam melindungi generasi penerus bangsa dari stunting.

Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi stunting. Dalam situs kementrian Kesehatan disebutkan ada lima Langkah untuk mencegah stunting, yang kemudian disebut tips ABCDE. Yaitu (A) Aktif minum Tablet Tambah Darah, bagi ibu hamil dan remaja, (B) Bumil teratur periksa kehamilan minimal 6 kali, Periksa kehamilan minimal 6 (enam) kali, 2 (dua) kali oleh dokter menggunakan USG. (C) Cukupi konsumsi protein hewani, Konsumsi protein hewani setiap hari bagi bayi usia di atas 6 bulan. (D) Datang ke Posyandu setiap bulan, Datang dan lakukan pemantauan pertumbuhan (timbang dan ukur) dan perkembangan, serta imunisasi balita ke posyandu setiap bulan. (E) Eksklusif ASI 6 bulan, ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan hingga usia 2 tahun.

Pemerintah pusat juga terus mendorong agar pemerintah daerah (pemda) menjadikan pencegahan stunting sebagai prioritas pembangunan agar target penurunan prevalensi yang akan berakhir tahun ini bisa tercapai.

Tak hanya pemerintah pusat, Di Sulawesi selatan sendiri, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sudah mulai bergerak untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah di Sulawesi Selatan dalam rangka percepatan pengurangan angka stunting.

Di kabupaten Pangkep sendiri, sudah ada beberapa program pencegahan stunting yang sudah berjalan, salah satunya Program DAHSAT, atau Dapur Sehat Atasi Stunting. Program ini di launching pada bulan November 2022 di desa Pitue Kec. Ma’rang.. Dengan adanya program DAHSAT ini, diharapkan bisa mengurangi anak-anak yang menderita stunting yang saat ini terdata ada 2.541 anak penderita stunting di kab. Pangkep.

Namun nyatanya program-program yang dicanangkan pemerintah ini belum cukup efektif mengatasi bahkan menghilangkan angka stunting. Sebab solusi yang dihadirkan dalam menyelesaikan permasalahan ini hanyalah solusi yang bersifat pragmatis tanpa menyentuh akar dari permasalahan tersebut.

Penyebab Stunting

Kepala BKKBN, Dr. Hastono Wardoyo menyatakan ada tiga penyebab langsung terjadinya stunting. Pertama, asupan gizi yang kurang pada ibu hamil dan anak-anak yang nanti dilahirkan dan menjadi balita. Kedua, masalah Kesehatan ibu pada masa kehamilan, dan Ketiga pola asuh yang kurang baik.

Nampaknya tiga penyebab ini tidak jauh-jauh dari kondisi negeri ini yang masih didera kemiskinan yang sangat besar. Dilansir dari situs Badan pusat statistic, saat ini, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang dengan pemasukan/pendapatan hariannya tidak lebih dari 1,9 US dollar atau sekitar RP. 28 ribu/hari.

Dengan kemiskinan yang ada ini, tentu saja ketika kondisi mereka sedang hamil tidak dapat memenuhi asupan gizi yang memadai. Pada saat anak-anak mereka lahir, tentu tidak bisa memberikan kecukupan gizi yang membuat tumbuh kembang anak-anak ini normal. Sebab, jangan kan memperhatikan asupan gizi makanan mereka, untuk dapat makan sehari saja sudah syukur.

Stunting Persoalan Sistematis

Sistem ekonomi kapitalisme yang dianut oleh Indonesia dan negara lainnya ini memang memosisikan negara sebatas regulator saja, sedangkan seluruh kebutuhan umat diserahkan pada swasta. Begitu pun demokrasi, sistem politik nya, hanya mampu menghasilkan penguasa bermental pedagang yang rakus dan curang. Sehingga para penguasa ini tak akan mau melayani rakyat, mereka malah merampas hak rakyat dan berlaku zalim.

Masalah stunting tidak lah bisa diatasi dengan pemberian telur semata. Sebab persoalan stunting bukanlah masalah sebatas kurangnya nutrisi pada balita, tetapi lebih besar lagi, ini adalah masalah sistematis yang hanya bisa selesai melalui pergantian sistem.

Masalah stunting ini adalah masalah sistemik yang tidak akan bisa tertangani dengan tuntas jika solusinya tidak dicabut dari akarnya. Sebab, stunting yang terjadi hari ini adalah efek dari masalah sistemis yang terjadi pada negeri ini, seperti carut marutnya masalah ekonomi, kebutuhan pangan yang semakin meningkat, jumlah PHK meningkat, pengahasilan masyarakat menurun, hingga sistem kesehatan yang mahal serta dan keamanan masyarakat tidak terjaga dan masih banyak masalah lainnya.

Masalah stunting ini juga tidak terlepas dari buruknya sistem yang diterapkan oleh negara hari ini yakni sistem kapitalisme. Minimnya tanggung jawab yang diberikan oleh negara terhadap kesejahteraan rakyatnya, salah satunya adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi bagi individu per individu rakyatnya yang harusnya mutlak terjadi, namun gagal diberikan oleh negara hari ini.

Sistem kapitalisme yang diterapkan hanyalah berorientasi pada materi (untung dan rugi) serta sangat diskriminatif karena pro pada kepentingan modal. Sementara itu, rakyat selalu dianggap sebagai beban bagi negara. Sebagaimana fakta yang terjadi bahwa pemerintah daerah rela berbohog hanya untuk menurunkan angka stunting, namun fakta dilapangan berkata lain.

Lepas tangannya negara terhadap rakyatnya adalah tabiat dari sistem demokrasi-kapitalisme, dimana dalam sistem ini pemerintah akan terus menjadi regulator bagi para pemilik modal yang telah membantu mereka untuk meraih kursi kekuasaan. Dalam sistem ini pula, terjadinya distribusi logistik pangan yang tidak merata dan tidak adil, hal ini terjadinya karena semakin besarnya ketimpangan sosial yang dialami oleh masyarakat.

Keterpaduan Penerapan Syariat Islam

Solusi tuntas memang hanya dengan mengganti sistem demokrasi kapitalisme menjadi sistem Islam. Pelaksanaan syariat Islam memiliki keterkaitan dan keterpaduan antara satu hukum dan hukum lainnya. Penegakan hukum secara parsial hanya akan menyebabkan ketimpangan.

Begitu pun persoalan stunting. Penyelesaiannya butuh keterpaduan penerapan syariat Islam agar selesai hingga ke akarnya. Penyelesaian stunting tidak bisa dengan mengatasi permasalahan kemiskinan saja. Persoalan kemiskinan setidaknya juga bertautan dengan sistem pendidikan dan ekonomi yang diterapkan satu negara.

Persoalan praktik pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum masa kehamilan dan setelah melahirkan, sesungguhnya tidak bisa selesai hanya dengan sosialisasi pencegahan stunting. Secara teknis, mustahil menjangkau seluruh rakyat. Belum lagi soal kesiapan mereka dalam memahami sosialisasi tersebut. Bukan tidak mungkin keluarga miskin—yang kebanyakan berpendidikan rendah, bahkan banyak yang buta huruf—tidak memahami apa yang sedang disosialisasikan.

Selain itu, sistem pendidikan harus berfungsi baik agar merata dan dapat dienyam oleh seluruh warga. Mirisnya, alih-alih menjamin pendidikan bagi setiap warga negara, komersialisasi pendidikan oleh pemerintah malah makin kentara. Belum lagi berbicara pendidikan sekuler yang mengabaikan pendidikan agama yang sejatinya merupakan fondasi utama ketahanan keluarga.

Sungguh berbeda dengan sistem pendidikan dalam Khilafah. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan rakyat yang dijamin negara dan berada di bawah kendali penuh Khalifah. Pendidikan Islam pun meletakkan akidah Islam sebagai fondasi sehingga pendidikan agama akan menjadi prioritas tertinggi.

Selain itu, sistem hukum Islam tegas memberi sanksi bagi pelaku dharar dengan sanksi yang bersifat mencegah dan menjerakan. Para orang tua yang sengaja lalai dalam pengasuhan—hingga terbukti menyebabkan dharar pada anaknya—akan mendapat sanksi yang menjerakan. Hal ini mampu mencegah terjadinya kelalaian oleh orang tua.

Selanjutnya, terkait terbatasnya layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan ibu selama masa kehamilan, setelah melahirkan, dan layanan kesehatan anak. Terbatasnya layanan kesehatan sesungguhnya lahir akibat sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan layanan kesehatan pada swasta sehingga layanan kesehatan tidak merata, hanya yang memiliki uang yang mampu mengaksesnya.

BPJS Kesehatan sebagai lembaga penjamin kesehatan warga nyatanya terlihat sebagai lembaga asuransi yang penuh polemik. Berbeda dengan sistem kesehatan dalam Islam, layanan dan jaminan kesehatan seluruhnya ada di tangan pemerintah.

Jika sudah diurus negara, layanan kesehatan akan merata dirasakan oleh rakyat. Kuatnya keuangan negara di bawah baitulmal membuat fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tersebar merata dengan kualitas prima.

Kemudian persoalan kurangnya akses keluarga pada makanan bergizi. Hal ini merupakan dampak dari kemiskinan, sedangkan sistem ekonomi kapitalisme tidak memosisikan negara sebagai penjamin kesejahteraan rakyatnya. Walhasil, orang miskin akan makin banyak. Jangankan bicara soal makanan bergizi, bagi keluarga miskin, bisa makan tiga kali sehari saja sudah bagus.

Tidak kalah memprihatinkan, sistem pangan yang buruk pun membuat pangan lokal kalah bersaing dengan pangan impor, baik kualitas maupun harga. Rantai distribusi yang sangat panjang dan pengurangan subsidi bagi para petani menjadikan harga pangan lokal tidak mampu bersaing dengan harga pangan impor. Akhirnya, keluarga miskin tidak mampu mengakses pangan murah, begitu pun produsen (petani), mereka justru merugi.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, pemerintah menjamin kesejahteraan hidup warganya, termasuk menjamin akses makanan bergizi. Pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki yang mencari nafkah dan bantuan langsung bagi individu yang membutuhkan.

Sistem pangan Islam yang paripurna pun akan menjadikan para petani mampu bersaing dengan pangan impor. Kebijakan impor akan menyesuaikan dengan kemaslahatan umat. Jika sudah terpenuhi, kebijakan impor pun tidak perlu ada.

Adapun persoalan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi, pembangunan kapitalistik memang tidak merata. Pembangunan bertumpu pada wilayah sentra ekonomi saja, sedangkan pedesaan yang tidak memiliki nilai ekonomi, dibiarkan. Pembuatan pipa-pipa saluran air dan tempat-tempat pembuangan sampah, semua lengkap di perkotaan, tetapi jarang di pedesaan

Pembangunan industri yang jor-joran juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah industri yang mengandung zat berbahaya dapat mencemari sungai dan polusi udara pun makin tebal. Padahal, agar lingkungan sehat dapat tercipta, rakyat butuh jaminan air bersih, udara bebas polusi, sungainya bebas limbah, dsb.

Ironisnya, alih-alih menegakkan sanksi bagi pelaku pencemaran lingkungan, pemerintah malah mengesahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat terlihat keberpihakannya pada pengusaha sekalipun mereka mencemari lingkungan.

Berbeda dengan sistem lingkungan hidup dan tata kota dalam Islam. Seluruhnya didedikasikan untuk kemaslahatan umat. Industri boleh beroperasi dengan syarat tidak boleh menzalimi rakyat maupun lingkungan.

Islam Solusi Tuntas

Berbeda dari sistem kapitalisme yang tidak mampu mensejahterakan rakyat, sistem Islam justru sebaliknya. Dalam sistem Islam (negara Khilafah), kesejahteraan rakyat adalah nomor satu, masalah stunting adalah masalah yang akan sangat mudah untuk diselesaikan oleh negera Khilafah. Kesejahteraan yang dimaksud adalah tepenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi rakyatnya.

Islam telah mengatur terkait perihal makanan dan kesehatan, menekankan manusia untuk memperhatikan kesehatan dan makanan yang ia konsumsi. Islam telah secara jelas mengatur berkaitan konsep makanan yang halal dan tayyib (halal dan baik). Di dalam QS Al-Maidah ayat 88 mengatakan :

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya."

Dengan memakan makanan halal lagi thayib tentu akan membuat tubuh sehat dan gejala-gejala stunting bisa di cegah. Tapi, jika hanya mengandalkan keluarga saja tanpa ada campur tangan peran negara rasanya sulit untuk mencegah stunting terjadi pada anak.

Dalam negera Khilafah, Islam telah menggariskan Khalifah (kepala negara) mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap urusan rakyatnya melalui penerapan syariat Islam yang kaffah. Beberapa bentuk kebijakan dalam negara Khilafah dalam mejamin kesejahteraan rakyatnya diantaranya:

Pertama, Islam memerintahkan setiap laki-laki untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarganya, dalam hal ini negara akan menjamin tesedianya lapangan kerja yang luas serta sistem administrasi yang mudah dengan cara SDA dikuasai negara bukan oleh asing.

Kedua, jika individu tersebut tidak mampu, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya.

Ketiga, jika kerabat atau ahli waris tidak mampu maka beban itu beralih ke baitul mal yakni kepada negara.

Keempat, Islam juga menetapkan kebutuhan dasar berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, keamanan yang mutlak dijamin oleh negara, pemenuhan atas ketiga pelayanan itu bagi seluruh masyarakat tanpa kecuali langsung menjadi kewajiban negara, sehingga setiap income per keluarga hanya dialokasikan untuk kebutuhan pokok.

Semua jaminan didukung oleh pendapatan negara di Baitul Mal yang memiliki beberapa sumber, seperti hasil pengelolaan harta milik umum berupa kekayaan alam yang jumlahnya tidak terbatas (tambang mineral, migas, batu bara, emas dan lainnya), kemudian hasil pengelolaan fai’, kharaj, ghanimah, jizyah, usyur, dan harta milik negara lain serta BUMN selain yang mengelola harta milik umum.

Selanjutnya ada harta zakat, hanya saja zakat bukan mekanisme ekonomi, zakat adalah harta yang ketentuannya bersifat tuqifi baik pengambilan maupun distribusinya. Teakhir ada sumber pemasukan temporal, diantara infaq, wakaf, sedekah dan hadiah serta harta ghulum (haram) penguasa, harta orang murtad, harta warisan yang tidak ada ahli warisnya, dharibah atau pajak dan lain-lain.

Sudah seharusnya, penyelesaian stunting dibahas dari sudut pandang Islam agar dapat selesai tuntas. Persoalan stunting, makin pelik beriringan dengan kuatnya cengkeraman sistem demokrasi kapitalisme. Solusi yang ditawarkan sistem kapitalisme tak akan pernah menyelesaikan masalah stunting karena tak menyentuh akar masalahnya. Hanya Islam solusi atas semua permasalahan termasuk stunting. Sudah cukup segala masalah dan kerusakan yang terjadi karena tidak menerapkan aturan Allah. Saatnya meninggalkan demokrasi, lalu menerapkan aturan yang sahih, menyejahterakan dan sesuai fitrah manusia. Negeri ini akan berkah jika hanya menerapkan aturan Allah. Allah berfirman:

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al A’raf:96)

Wallahu A’lam Bi Ash Shawab.

Refferensi

Masalah Stunting Kian Genting, Islam Solusi Penting! (tintasiyasi.com)

https://muslimahnews.net/2022/06/29/8082/

https://m.facebook.com/MuslimahNewsCom/posts/1749266448584496/

https://promkes.kemkes.go.id/cegah-stunting-dengan-abcde

video Muslimah Media center: 3 titik kritis soal stunting

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image