Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ida Wahyuni

Kembali terikat dengan Al Quran di bulan Ramadhan

Agama | Monday, 25 Mar 2024, 13:54 WIB

Kembali terikat dengan Al Qur’an di Bulan Ramadhan

Bismillahirrahmanirrahim.

Firman Allah SWT dalam Surat Al Imran 110 : “ Kalian adalah umat terabaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah .”

Bulan Ramadhan memiliki banyak sebutan, di antaranya adalah “Syahrul Qur’an”. Mengapa disebut syahrul Qur’an ? Dalam Surat Al Baqarah 185 : “ Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia (hudan lin naas), penjelas – penjelas atas petunjuk itu (bayyinaat minal hudaa), dan pembeda ( Al Furqon) antara yang haq dan yang batil .”

Untuk apa Allah SWT menurunkan Al Qur’an? Jelas disebutkan dalam ayat tersebut sebagai petunjuk bagi manusia, dan sebagai penjelas – penjelas atas petunjuk itu, dan sebagai Al Furqon atau pembeda antara yang hak dan yang batil.

Supaya bisa menjadi petunjuk, penjelas, dan Al Furqon maka Al Qur’an tidak cukup hanya dibaca, tapi juga harus dipahami maknanya, dan diamalkan dalam kehidupan sehari – hari.

Sebagaimana yang dilakukan Rosulullah saw dahulu ketika turun Al Qur’an, maka beliau membaca dengan tartil, paham, kemudian juga menghayati, merespon, mengamalkannya, dan mendakwahkannya.

Bagaimana dengan sahabat Rosulullah saw ? Demikian pula para sahabat, mereka membaca tiap 10 ayat kemudian dipahami, dan diamalkan, lalu kemudian membaca lagi.Bagaimana dengan dengan salah seorang sahabat Umar bin Khottob ra? Beliau bahkan mendalami Surat Al Baqarah sampai 12 tahun lamanya, lalu beralih ke surat – surat lainnya. Maka di bulan suci Ramadhan ini seharusnya kita tidak membaca Al Qur’an dalam arti hanya membacanya saja, tapi kita juga berupaya untuk mempelajari, memahami maknanya, memahamii tafsirnya, kemudian mengamalkan dan mendakwahkannya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah saw .

Terlebih lagi saat kita memahami Al Qur’an, maka Ketika Allah SWT memerintahkan untuk membaca Al Qur’an itu bukan hanya membaca saja. Mari kita lihat beberapa ayat :

1. Q.S. Al Muzammil ayat 4 : “ bacalah Al qur’an itu dengan perlahan – lahan ( tartil) ” apa yang dimaksud dengan tartil : perlahan – lahan. Yakni bacalah Al Qur’an dengan perlahan – lahan, lancar,hati – hati, dan tenang. Kamu baca Al Qur’an satu, dua atau tiga ayat, demikian seterusnya hingga kamu berhenti. Ini menurut tafsir Ibnu Abbas. Sehingga membaca Al Qur’an itu adalah membaca dengan jelas setiap hurufnya. Menurut Ali bin Abi Thalib ra yang disebut dengan tartil adalah mentajwidkan huruf – hurufnya dengan mengetahui tempat – tempat berhenti. Al Qur’an menyebut dengan tartil artinya membaca dengan perlahan, lancar, hati – hati dan tenang.

2. Al Qur’an juga menyebut membaca itu dengan tilawah, sebagaimana dalam Q.S. Al Jumu’ah ayat 2 : “ Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan (yatluu) kepada mereka ayat – ayatNya ”. Apa yang dimaksud dengan “yatluu” di sini ? Yang kemudian sering disebut dengan istilah tilawah ? “ Yatluu” berasal dari kata talaa – yatluu artinya adalah mengikuti, sehingga yang dimaksud dengan tilawah adalah membaca dengan maksud untuk mengikuti apa yang dibaca yaitu Al Qur’an, sehingga Allah SWT memerintahkan kita bukan hanya membaca Al Qur’an, tapi membaca untuk bisa mengikuti apa yang kita baca, bisa mengikuti apa yang kita baca berupa hukum – hukum Allah, sehingga ketika hukum – hukum itu berupa perintah Allah maka kita kerjakan, ketika hukum itu berupa sesuatu yang dilarang Allah maka kita tinggalkan. Itu yang dimaksud dengan tilawah.

3. Qiro’ah. Dalam Q.S. Al Alaq ayat 1 : “ Bacalah ( Iqro’) dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Apa yang dimaksud dengan kata “Iqro” bukan hanya sekedar membacanya saja, melafalkan huruf – hurufnya, bukan itu. Tapi yang dimaksud dengan Iqro’ adalah membaca untuk kita mempelajari, memahami,, menghafal, dst. Dan tentu saja untuk apa kita mempelajari, memahami, menghafal, agar kita bisa mengamalkannya. Maka di sinilah Al Qur’an itu bisa menjadi hudaan (petunjuk), hudaan lin naas ( sebagaimana disebut dalam Q.S. Al Baqarah 185), sedangkan dalam surat Al Baqarah ayat 2 : “ Kitab itu tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. Jadi Al Qur’an ini petunjuk bagi orang – orang yang bertaqwa, maka jika hanya dibaca saja tapi tidak dipahami maknanya maka tidak bisa menjadi petunjuk. Tetapi jika tidak diamalkan, meskipun sudah dibaca dan dipahami maka tidak ada gunanya petunjukk itu. Rosulullah saw juga memerintahkan untuk didakwahkan ayat – ayat Al Qur’an ini.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. Al Imran 110, bagaimana Allah SWT menyebut kita sebagai “khoiru ummah” yang memiliki karakteristik amar ma’ruf nahiy munkar, menyampaikan ayat – ayat Al Qur’an, menyampaikan kebenaran Al Qur’an.

4. Tadabbur. Dalam Q.S. Shad ayat 29 : “Kitab (Al Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka memahami ( liyadabbaruu) ayat – ayatnya dan agar orang – orang yang berakal sehat mendapat Pelajaran. Makna tadabbur dalam ayat ini adalah memperhatikan, memahami, menghayati. Sehingga hanya dengan mentadabburi ayat – ayatnya, merenungkan maknanya, dan memikirkannya secara terus – menerus maka seseorang akan mendapatkan berkah dan kebaikan yang ada di dalam Al Qur’an (kata Imam As Sa’ad). Lalu menurut Imam At Taimiyah : “barangsiapa yang mentadabburi Al Qur’an dan mendapat petunjuk darinya, maka akan jelas baginya jalan kebenaran”. Menurut Ibnu Al Qayyim Al Jauziyah : “Demi Allah, tadabbur Al Qur’an itu bukan dengan menghafal huruf – hurufnya tapi mengabaikan batas – batas hukumnya, sehingga ada yang mengatakan “Aku telah membaca Al Qur’an seluruhnya” namun Al Qur’an itu tidak nampak pada akhlak dan perbuatannya.

Maka jelaslah yang dimaksud dengan membaca Al Qur’an itu bukan hanya membacanya, tapi juga memahami maknanya, mempelajari, kemudian mengamalkan dan mendakwahkannya. Maka di bulan suci Ramadhan ini marilah kita memperbanyak berinteraksi dengan Al Qur’an, bukan hanya dengan membacanya tapi juga dengan memahami maknanya, mengamalkan dan mendakwahkannya. Semoga dengan demikian kita bisa menjadi Khoiru Ummah, umat yang terbaik. Wallahu a’lam bisshowab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image