Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image SAIFUL ANWAR

Adipati Tumapel

Sastra | Sunday, 24 Mar 2024, 00:48 WIB
sumber gambar: https://pin.it/i0w6hL2W9

Alkisah di negeri Tumapel hidup seorang adipati yang menyukai perempuan-perempuan cantik. Sang adipati, walau usianya tak muda lagi, menganggap perempuan cantik sebagai aset berharga. Tiap kali berjalan ke desa-desa ia selalu mencari perempuan cantik. Tak peduli siapa orang tua perempuan itu dan bagaimana kondisi hidupnya, selama sang adipati menginginkannya, perempuan itu akan diangkut ke istana kadipaten. Bahkan bila perlu dengan kekerasan.

Nama adipati Tumapel itu Tunggul Ametung. Ia menjadi adipati setelah menyatakan sumpah setia pada raja Kediri; Kertajaya. Pada waktu itu Kediri adalah kerajaan terbesar di Jawa. Wilayah kekuasaannya mencangkup seluruh Jawa dan sebagian Sumatra.

Kesetiaan Tunggul Ametung pada Kertajaya tiada duanya. Tiap tahun ia mengirim upeti dengan jumlah luar biasa besar. Hasil panen terbaik, barang-barang antik, dan segepok emas ia kirim ke Daha sebagai tanda kesetiaan.

Tunggul Ametung memiliki reputasi baik di mata sang raja. Ia diberi kebebasan oleh raja untuk mengelola wilayahnya, tanpa batas. Semua itu berkat kesetiaannya pada Raja Kertajaya.

Tunggul Ametung bukan seorang bangsawan. Tak ada darah ksatria atau brahmana dalam dirinya. Dahulu ia adalah perampok yang sudah merapok lebih dari seratus kali dan sudah membunuh orang 150 kali. Ia adalah perampok berdarah dingin. Seluruh Kediri tahu itu.

Reputasinya sebagai perampok ulung sampai juga di telinga raja Kediri yang kala itu baru naik tahta, Raja Kertajaya. Bukannya membasmi gerombolan Tunggul Ametung itu, Raja Kertajaya justru memanggilnya ke istana untuk memberikan tawaran menarik. Aneh memang, namun itulah yang terjadi.

“Jadi kau yang bernama Tunggul Ametung itu?”

Tunggul Ametung memandang raja baru itu dengan curiga.

“Tenanglah. Aku tak bermaksud menangkap atau menghukummu. Bahkan aku mengizinkanmu memasuki istanaku bersama beberapa gerombolanmu itu, bukan? Kau lihat, tak ada perajuritku di sini.”

“Apa yang kau inginkan?” tanya Tunggul Ametung, “jika kau akan menghentikanku, kau melakukan hal sia-sia. Jika kau pikir aku akan menyerah tanpa perlawanan, kau keliru.”

Suasana hening. Para abdi kerajaan dan pejabat istana menjadi kaget dan was-was. Sebelum ini tak pernah ada orang yang berbicara pada raja Kediri tanpa menyembah terlebih dahulu. Mereka khawatir akan terjadi kekacauan di dalam istana.

“Haha, berani juga kau. Tenanglah, aku Kertajaya raja Kediri bukan orang seperti itu. Aku berbeda dengan pendahulu-pendahuluku.”

Suasana semakin mencekam. Di luar istana para perajurit kerajaan tiba-tiba datang dalam jumlah besar. Mereka berhadapan dengan gerombolan Tunggul Ametung, saling tatap penuh curiga seakan-akan di mata mereka ada api yang berkobar, api kebencian yang tiba-tiba menyala.

“Pernah kah kau mendengar wilayah Tumapel?”

"Aku tahu tempat itu. Dulu aku merampok orang kaya di wilayah itu"

"Lalu?"

"Aku dikejar sampai ke perbatasan Gelang-Gelang.”

“Pasukan mereka memang kuat.”

"Apa yang kau inginkan?” Kesabaran Tunggul Ametung kian menipis.

"Aku ingin mengajakmu bekerja sama.”

"Bekerja sama? Apa maksudmu?”

"Setelah kematian ayahku, wilayah Tumapel menjadi kurang ajar. Tak ada upeti yang datang. Aku dengar sang adipati tak sudi mengakuiku sebagai raja baru.”

“Lalu, apa hubungannya denganku?”

Kertajaya diam sejenak, lalu senyum tipis merekah di wajahnya.

"Aku ingin kau dan gerombolanmu membunuh adipati Tumapel.”

Tunggul Ametung kaget.

“Hah? Apa untungnya bagiku?”

"Setelah kau menghancurkan adipati itu, aku akan menjadikanmu adipati Tumapel yang baru. Kau dan gerombolanmu akan bergerak atas namaku.”

Tunggul Ametung nampak bimbang. Ia yang semula bersikap congkak di hadapan raja, kini mulai berubah. Ia menatap rombongan yang mengawalnya. Mata orang-orang itu seakan berkata ‘ini tawaran bagus, terimalah. Aku tak mau jadi perampok selamanya!’

“Setelah aku menggulingkan adipati Tumapel, apa yang harus kulakukan selanjutnya?”

“Kau hanya harus menyatakan sumpah setia padaku dan mengirim upeti tiap tahun.”

"Yang benar saja! Tak ada yang tersisa padaku jika kekayaan Tumapel mengalir kepadamu!”

"Tumapel adalah wilayah kaya. Hasil buminya yang terbaik di Jawa. Di sana juga ada tambang emas yang tak akan habis ditambang. Kau akan menerima jauh lebih banyak dibanding yang kau berikan padaku.”

Tunggul Ametung lagi-lagi terdiam. Pikirannya mengkalkulasi untung-rugi. Jika berhasil ia akan menjadi adipati. Tapi jika gagal ia akan menjadi pesakitan.

“Kenapa kau bimbang? Bukankah kau itu kuat?”

Perkataan Kertajaya semakin membuat Tunggul Ametung gelisah.

“Jika kau tak mau menerimanya, keluar dari istanaku sekarang juga! Tak masalah jika kau tak mau. Tapi ingat, aku akan mengerahkan seluruh pasukanku untuk membunuhmu sesaat setelah kau menyatakan menolak. Aku jamin hidupmu tak akan tenang!”

Bagai gemuruh guntur di siang hari, suara Kertajaya menggetarkan seisi istana.

Kebingungan semakin menggerogoti pikiran Tunggul Ametung. Ia mulai cemas. Keringat mulai membasahi tubuhnya. Suasana semakin mencekam.

Di depan istana perajurit kerajaan sudah mengepung rombongan Tunggul Ametung. Tak ada satu pun yang berucap. Apakah mereka menjadi sekutu atau akan saling bunuh?

Hati dan pikiran Tunggul Ametung kian bimbang. Ia harus segera memutuskan.

"Baiklah,” akhirnya Tunggul Ametung bersuara, "aku menerima tawaran itu.”

Senyum merekah di wajah Kertajaya, kali ini lebih lebat dari sebelumnya. Sinar terang seakan menerangi ruangan utama istana itu. Mereka yang berjaga di luar pun lega karena tak harus saling bunuh.

“Sebagai awal tanda kesetiaanmu, mulai sekarang panggil aku Yang Mulia Raja Kertajaya.”

Sambil menunduk Tunggul Ametung berkata “Baik, Yang Mulia Raja Kertajaya.”

Tunggul Ametung segera menyesuaikan diri. Ia menyadari betul situasinya sudah berbalik. Raja Ketajaya benar-benar telah menundukkaannya. Ia sekarang mengerti seperti apa wibawa raja jawa. Tunggul Ametung sadar, jika ia menolak atau berkhianat Raja Kertajaya akan menghancurkannya tanpa ampun. Mungkin ia akan mati dipenggal dan kepalanya akan diarak keliling alun-alun Daha. Ia harus tunduk pada kemauan Raja Kertajaya demi dirinya, pasukannya, dan masa depan cerah yang dijanjikan.

“Baiklah. Besok kau berangkat ke Tumapel bersama rombonganmu. Oh ya, apa kau membutuhkan sesuatu?”

Tunggul Ametung yang baru menyatakan tunduk pada Kertajaya harus menyampaikan permintaannya dengan sopan dan santun.

"Yang Mulia, saya butuh kuda, tombak, dan panah. Sertakan juga 100 perajurit untuk berjaga di perbatasan, siap siaga jika pasukan adipati Tumapel melarikan diri. Hanya untuk jaga-jaga.”

"Apakah itu cukup?”

"Sebetulnya belum cukup Yang Mulia. Saya juga butuh kuda dan beberapa puluh pemanah.”

"Baiklah, akan kusiapkan semuanya. Besok pagi sebelum matahari terbit kau harus sudah berangkat. Aku akan mengirim delik sandi untuk memantau situasi.”

"Terima kasih Yang Mulia.”

“Dan ingat, jangan berani berkhianat padaku. Pengkhianatan akan berakhir dengan kesengsaraan, kestiaan akan menghasilkan kejayaan. Camkan itu baik-baik!”

----

Keesokan harinya Tunggul Ametung berangkat ke Tumapel bersama gerombolannya. Ia harus berhasil dalam misi ini, bagaimana pun caranya. Ini adalah misi besar, pertarungan hidup dan mati.

Sementara itu di dalam istana Kertajaya tersenyum. Ia merasa berhasil memperdaya Tunggul Ametung. Jika Tunggul Ametung menang, ia akan memperoleh kesetiaan Tumapel. Jika gagal ia hanya kehilangan sedikit pasukannya. Jika adipati Tumapel menuduhnya, ia akan berdalih bahwa Tunggul Ametung telah merampok pasukannya dan memperdaya mereka. Lalu ia akan menyerang Tumapel dengan dalih adipati Tumapel telah menyebarkan fitnah. Semua sudah dalam genggaman Kertajaya, apa pun hasilnya.

-----

Sesampainya di Tumpael pasukan Tunggul Ametung langsung menyerang istana kadipaten. Orang-orang lari ketakutan. Ia dan pasukannya mendapat perlawanan tangguh dari pasukan adipati. Perang itu berlangsung selama sehari penuh, tak behenti walau malam datang. Korban berjatuhan di kedua belah pihak. Darah mengucur melumuri jalanan. Tubuh tersayat, mayat yang tak lagi utuh, dan organ dalam berserakan seperti sampah. Orang-orang yang sekarat segera dieksekusi.

Tak ada yang menyangka perang itu akan berjalan cukup lama. Untungnya Tunggul Ametung dibantu pasukan Kediri. Jika tidak, ia pasti sudah tewas sejak awal.

Pada akhirnya perang itu dimenangkan oleh Tunggul Ametung. Adipati Tumapel tewas di tangannya. Pasukan adipati yang masih hidup diikat dan dikumpulkan di depan istana.

"Wahai pasukan adipati brengsek. Aku akan memberi tawaran pada kalian. Setia padaku atau kukirim kalian ke Daha sebagai budak Raja Kediri.”

"Kami tak sudi mengikutimu, perampok! Bagaimana mungkin kau bisa dibantu pasukan Kediri?” Salah satu dari mereka berbicara.

“Aku bukan lagi perampok. Aku adalah pimpinan elit pasukan Raja Kertajaya. Aku ke sini atas perintahnya.”

“Jadi kau sekarang...”

"Cukup! Sekarang tentukan pilihan kalian. Ikut denganku atau menjadi budak selamanya?!”

Beberapa dari mereka memilih mengikuti Tunggul Ametung. Sisanya dikirim ke Kediri sebagai budak. Beberapa dieksekusi mati.

Setelah berhasil menjalankan misinya, Tunggul Ametung diangkat menjadi adipati Tumapel yang baru. Ia segera mereformasi birokrasi dan menerapkan pajak yang tinggi. Siapa pun yang berani menentangnya akan ditangkap dan dibunuh. Berkat kesetiannya pada Raja Kertajaya, Tunggul Ametung memperoleh sumber daya militer yang melimpah. Dan sebagai tanda setianya pada Kediri ia rutin mengirimkan upeti ke Daha, bahkan jumlahnya terus menibgkat tiap tahun.

Makin lama Tunggul Ametung makin sewenang-wenang. Sebagaimana diceritakan di awal, ia sangat gemar mengoleksi perempuan cantik. Sifatnya itu membuat rakyat cemas. Orang tua yang memiliki anak perempuan memilih menyembunyikan anaknya di luar Tumapel.

Entah sudah banyak perempuan yang ia kumpulkan di istana. Anehnya tak satu pun dari mereka yang mampu menyentuh hati sang adipati baru itu. Perempuan-perempuan itu hanya dijadikan objek seksual semata.

Tunggul Ametung tak pernah merasakan jatuh cinta. Hingga suatu hari ia bertemu perempuan di desa Panawijyan. Perempuan itu bernama Ken Dedes.

Semarang, 24 Maret 2024

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image