Mengapa Motivasi Bukanlah Kunci Sukses
Eduaksi | 2024-03-17 19:14:10Motivasi bersifat inisiatif, namun kemauan bersifat transformatif.
Poin-Poin Penting
· Motivasi bersifat temperamental, namun ketahanan dan kemauan tetap bertahan, mendorong kesuksesan abadi.
· Kemauan memantapkan kemajuan melalui kesulitan.
· Dorongan dan pengaruh dari luar memang membantu, tetapi dorongan dari dalam menentukan keberhasilan.
· Mengenali dialog batin Anda akan membantu menentukan kedalaman kemauan seseorang.
Dalam perjalanan menuju prestasi, motivasi bisa datang dan pergi, namun kemauan tetap menjadi kekuatan pendorong yang konstan. Ini adalah ketahanan untuk melewati kesulitan, berkorban, dan mengikuti jalan yang dipilih meskipun tidak ada imbalan langsung. Pada akhirnya, kemauan keras mengubah aspirasi menjadi hasil nyata, menjadikannya kekuatan yang lebih bertahan lama dan dapat diandalkan untuk kesuksesan yang berkelanjutan.
Setiap hari menawarkan kesempatan untuk perubahan positif. Sebagai seseorang yang bekerja di bidang ini, saya berada di garis depan dalam membimbing individu melewati tantangan yang mereka hadapi, baik dalam menghadapi trauma mendalam atau mengubah rutinitas sehari-hari. Namun saya menyadari bahwa meskipun saya bisa memberikan dukungan dan dorongan, dorongan sebenarnya harus datang dari dalam. Sayangnya, saya harus terus terang menyampaikan bahwa saya tidak bisa sendirian mengarahkan perjalanan klien.
Baru-baru ini, wawasan mendalam dari penyair John O’Donoghue sangat menyentuh hati saya. Beliau menyatakan bahwa “salah satu anugerah terindah di dunia adalah anugerah dorongan. Ketika seseorang menyemangati Anda, orang itu membantu Anda melewati ambang batas yang mungkin belum pernah Anda lewati sendiri”. Sentimen ini mencerminkan esensi dari motivasi, suatu kekuatan yang mendorong individu mencapai tujuan mereka, namun ketergantungan pada motivasi tersebut mungkin akan goyah dalam menghadapi tantangan yang terus-menerus.
Motivasi, yang didefinisikan sebagai dorongan yang mengarahkan perilaku menuju tujuan tertentu, tidak dapat disangkal mempunyai kekuatan yang besar dalam membantu kita memulai. Seperti percikan awal yang mendorong orang untuk memulai, tetap berusaha, dan mencapai hasil yang diinginkan. Namun, ibarat nyala api yang mudah diterpa hembusan angin, motivasi akan memudar seiring dengan adanya gejolak emosi atau faktor eksternal lainnya. Sifatnya yang sementara membuatnya mudah terombang-ambing sehingga tidak dapat diandalkan untuk jangka panjang.
Masukkan kemauan. Tidak seperti motivasi, yang bisa datang dan pergi, kemauan keras bagaikan cahaya penuntun melewati masa-masa sulit. Hal ini membantu kita tetap pada jalur, bahkan ketika faktor eksternal mencoba menggagalkan kita. Dalam penelitiannya, psikolog Kelly McGonigal menjelaskan bahwa kemauan muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari menolak godaan hingga menanggung kesulitan dan tetap fokus pada tujuan jangka panjang. Hal inilah yang membantu kita menolak kepuasan sesaat dan membangun ketahanan. Sebelum memulai perjalanan apa pun, baik pribadi atau terapeutik, penting untuk menilai tidak hanya motivasi tetapi juga kedalaman kemauan seseorang. Klien mungkin menunjukkan antusiasme di permukaan, namun analisis yang lebih dalam sering kali mengungkapkan kekuatan mendasar dari keinginan mereka untuk bertahan.
Jadi bagaimana Anda bisa mengukur apakah keinginan Anda sudah ada?
Pernahkah Anda mendapati diri Anda memendam keinginan tanpa mengambil langkah yang diperlukan untuk memenuhinya? Mungkin masih ada ambisi yang belum Anda tindak lanjuti. Hambatan apa yang menghalangi Anda melakukan hal tersebut? Berikut adalah beberapa tanda bahwa keinginan Anda tidak sesuai.
Rasionalisasi (Tindakan Membicarakan Diri Sendiri)
Melalui pengalaman profesional saya, saya telah mengamati tren umum: individu memiliki keterampilan untuk merasionalisasi diri mereka sendiri dalam mengejar aspirasi mereka. Sambil mendampingi seorang remaja putri yang tujuannya untuk melepaskan diri dari pola pengorbanan diri. Dia secara konsisten memprioritaskan kebutuhan orang lain di atas kebutuhannya sendiri, yang sering kali menimbulkan perasaan dieksploitasi.
Setelah meneliti lebih dekat, kami menemukan hambatan yang signifikan: setiap kali dia mempertimbangkan untuk membuat pilihan demi kesejahteraannya, dia langsung menjuluki pilihan tersebut sebagai "egois". Label ini memicu dialog internal, di mana dia dengan cermat menyebutkan alasan-alasan yang menghalangi mereka mengambil tindakan. Lagi pula, siapa yang ingin dianggap egois? Ironisnya, ketika harus mempertimbangkan kebutuhan orang lain, dia dengan mudah menyusun pembenaran untuk memberikan segalanya, bahkan dengan mengorbankan kebutuhan dasarnya.
Tidak Berkomitmen/Ambivalensi
Pengamatan besar dan berulang lainnya yang saya perhatikan di antara individu yang berjuang untuk mencapai tujuan mereka adalah kurangnya komitmen mendalam atau apa yang disebut dengan keragu-raguan. Keragu-raguan adalah ketidakmampuan atau keengganan untuk mengambil keputusan. Hal ini sering terjadi ketika seseorang merasa terpecah antara pilihan yang berbeda, tidak yakin pilihan mana yang harus diambil atau takut akan konsekuensi dari keputusannya. Contoh dari hal ini muncul ketika klien bergulat dengan keinginan untuk mengakhiri hubungan intim yang mereka anggap eksploitatif. Meskipun menyadari perlunya perubahan, mereka mendapati diri mereka terjerat oleh tanggung jawab bersama sebagai orang tua dan manfaat minimal yang mereka tukarkan dengan konsekuensi nyata. Saat menggali lebih dalam niat mereka, bahasa mereka sering kali menunjukkan keragu-raguan untuk berkomitmen sepenuhnya—ekspresi seperti 'Saya seperti ingin mencoba meninggalkan mereka, 'Saya berharap mereka mengakhiri hubungan ini,' 'Saya mungkin akan melakukannya bulan depan,' Saya kira' atau 'Saya pikir' mengungkapkan pola penundaan.
Jelaslah bahwa pikiran bawah sadar mereka terwujud melalui kata-kata mereka. Hanya ketika ambivalensi ini ditunjukkan dengan lembut barulah mereka mengakui keengganan mereka yang sebenarnya untuk bergerak maju. Mereka berada di bawah ilusi tekad yang tulus selama beberapa waktu. Ketika kesadaran ini muncul, rasa frustrasi mereka mulai mereda ketika mereka menjadi lebih sadar akan pilihan-pilihan yang mereka buat.
Kesimpulannya, dengan memahami dinamika motivasi dan kemauan, individu dapat menavigasi tantangan dengan lebih efektif dan mencapai hasil yang diinginkan. Kunci sebenarnya dari kesuksesan berkelanjutan terletak pada kemauan, kekuatan berkomitmen yang membimbing individu melewati tantangan dan menjaga mereka tetap pada jalur menuju tujuan mereka. Dorongan dari luar mungkin memberikan dorongan sementara, namun tekad dari dalam sangat penting untuk kemajuan jangka panjang. Mengenali tanda-tanda rasionalisasi dan keragu-raguan dapat membantu individu menilai seberapa dalam keinginan mereka dan mengatasi hambatan yang mungkin menghambat perjalanan mereka menuju kesuksesan. Dengan memanfaatkan kekuatan kemauan yang bertahan lama, individu dapat menavigasi kemunduran, menolak kepuasan sesaat, dan membangun ketahanan yang diperlukan untuk mencapai aspirasi mereka.
***
Solo, Minggu, 17 Maret 2024. 7:07 pm
Suko Waspodo
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.