Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image UCare Indonesia

Jangan Larut dalam Kesedihan, karena Semua tak Ada yang Abadi!

Agama | Friday, 15 Mar 2024, 13:47 WIB
Sumber Gambar: freepik.com

Bersedih hal naluriah yang terjadi pada setiap manusia akan peristiwa-peristiwa yang menimpanya. Namun, dalam agama Islam, ada anjuran kuat untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan. Ini bukan berarti bahwa Islam menolak perasaan sedih sebagai hal yang tidak penting atau tidak manusiawi, tetapi lebih kepada memberikan pandangan spiritual dan psikologis yang memandang kesedihan dalam kerangka yang lebih luas.

Islam mendorong umatnya untuk hidup bahagia. Seorang muslim sudah seharusnya berbahagia atas nikmat Islam. Bagi seorang muslim, kehidupan dunia ini hanyalah sementara, tidak kekal. Suka duka semua bagian dari ketentuan Allah Azza Wa Jalla. Seorang muslim memandang segala apa yang menimpanya adalah kebaikan. Hal tersebut juga disampaikan oleh Rasulullah SAW.

Perspektif Syariat

Dalam Al-Quran, Allah SWT memberikan banyak ayat yang menginspirasi umat Muslim untuk menjauhi kesedihan yang berlebihan. Allah berfirman dalam Surah Al-Imran ayat 139:

"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman."

Ayat ini menegaskan bahwa kesedihan yang berlebihan dapat melemahkan manusia dan menghalangi mereka untuk mencapai potensi diri yang sebenarnya. Sebagai gantinya, Islam mengajarkan agar umatnya bersabar dalam menghadapi cobaan dan percaya bahwa Allah selalu bersama dengan hambaNya.

Rasulullah Muhammad SAW juga memberikan contoh yang baik dalam menangani kesedihan. Beliau bersabda:

" Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573)

Hadis ini menunjukkan bahwa setiap musibah atau kesedihan yang dialami oleh seorang mukmin akan menjadi kesempatan untuk mendapatkan ampunan dan pahala dari Allah SWT.

Perspektif Psikologis

Dari sudut pandang psikologis, larangan untuk tidak bersedih dalam Islam juga memiliki implikasi yang kuat. Bersedih secara berlebihan dapat menyebabkan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan pentingnya mengelola emosi dengan bijak dan menjaga keseimbangan dalam hidup.

Mengatasi Kesedihan

Islam menawarkan beberapa cara untuk mengatasi kesedihan:

  1. Sholat dan Doa: Sholat dan berdoa merupakan cara untuk mencari ketenangan dan kekuatan dari Allah SWT.
  2. Tawakal: Mempercayakan segala sesuatu kepada kehendak Allah SWT dan memahami bahwa Dia akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.
  3. Saling Menolong: Mendapatkan dukungan dari saudara seiman atau orang-orang terdekat juga merupakan bagian penting dalam mengatasi kesedihan.
  4. Mengalihkan Perhatian: Melakukan aktivitas yang positif dan produktif dapat membantu mengalihkan pikiran dari kesedihan yang berlebihan.
  5. Mengingat Akhirat: Memahami bahwa dunia ini hanya sementara dan akhirat adalah tujuan akhir yang lebih penting.

Dalam Islam, larangan untuk tidak bersedih bukan berarti meniadakan perasaan sedih manusia, tetapi lebih kepada mengajarkan cara yang sehat dan produktif dalam menghadapi kesedihan. Dengan bersandar pada ajaran agama dan prinsip-prinsip psikologis yang bijaksana, umat Muslim diajak untuk tetap tenang dan bersabar di tengah cobaan hidup, serta percaya bahwa Allah selalu memberikan solusi dan pertolongan bagi hamba-Nya yang beriman.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image