Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Maraknya Kasus Bullying, Butuh Sistem Pendidikan Terbaik

Eduaksi | Friday, 15 Mar 2024, 07:02 WIB

Kasus bullying tidak kunjung berkurang, tapi malah merebak, termasuk pelakunya adalah remaja perempuan yang semestinya memiliki karakter dan fitrah yang lembut serta penyayang.

Kasi Humas Polresta Barelang AKP Tigor Sidabariba membenarkan insiden dugaan perundungan tersebut. Berdasarkan laporan dari pihak korban, sebanyak empat terduga pelaku telah ditangkap. (liputan6.com, 01/03/2024)

Sanksi pada 4 pelaku akan diberikan sesuai umurnya masing-masing. Pelaku dijerat Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta, dan juga dijerat dengan Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan secara bersama-sama dengan ancaman penjara 7 tahun.

Kasus bullying merupakan kasus serius yang harus mendapatkan perhatian dari semua pihak. Sebab dalam bullying ada perilaku kejahatan yang sangat merugikan. Jika korban masih kecil akan membawa dampak traumatis di masa depannya. Korban remaja pun akan menanggung efek buruk psikis di sepanjang usianya. Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan mengisi peradaban. Mereka memiliki hak untuk dilindungi dan disayangi. Masyarakat, saudara, teman-temannya wajib menjaga seseorang dari hal-hal yang bisa membahayakan jiwa dan maupun fisiknya.

Lantas apakah cukup efektif hanya dengan cara menjatuhkan sanksi pada mereka? Faktanya meskipun selama ini ada sanksi, ternyata pelaku pembulian semakin menjadi. Mereka justru seolah terinspirasi dari kejadian-kejadian sebelumnya. Jadi untuk mengatasi kasus pembulian harus dilihat dari berbagai sisi. Penyelesaian yang diupayakan juga harus fundamental. Kejahatan yang dilakukan oleh remaja hari ini juga imbas dari kondisi masyarakat dan lingkungan sekitar yang sekuler dan liberal.

Suasana kebebasan inilah yang memberikan peluang bagi siapapun, termasuk anak-anak, remaja bahkan dewasa untuk melakukan sebuah kejahatan. Sungguh keamanan masyarakat begitu terancam meskipun mereka ada dalam lingkungan pendidikan. Tentu semua ini merupakan tanggung jawab negara sebagai pengayom umat.

Lalu bagaimana peran kurikulum pendidikan itu sendiri dalam membentuk kepribadian anak-anak didiknya? Mestinya dengan mengenyam bangku sekolah, tingkah laku mereka menjadi lebih baik. Mestinya keimanannya semakin kukuh, ketaatan bertambah, takutnya kepada Allah semakin besar sehingga tidak berani melakukan perbuatan jahat yang menyakiti orang lain. Namun ternyata tidak ada korelasi antara pendidikan dan kepribadian generasi saat ini. Justru perilaku mereka sangat memprihatinkan, jauh dari nilai-nilai kebaikan seorang muslim. Artinya sistem pendidikan kapitalisme telah gagal membentuk generasi terbaik dengan kepribadian mulia.

Sistem Pendidikan Terbaik

Berbeda dengan sistem pendidikan kapitalisme yang berdasarkan kebebasan dan sekularisme, sistem pendidikan Islam telah terbukti mampu mencetak manusia-manusia terbaik. Negara dalam sistem Islam begitu memberi perhatian yang sangat besar terhadap anak-anak dan generasi. Sebab merekalah yang kelak akan menerima estatet kepemimpinan. Sungguh masa depan sebuah bangsa ada di pundak mereka.

Untuk itu Islam memiliki kurikulum pendidikan yang khas demi mewujudkan generasi harapan penerus bangsa terbaik. Generasi yang mampu membentuk dan mengisi sebuah peradaban mulia sebagai masa kejayaan Islam dulu. Di masa prabaligh anak-anak harus ditancapkan akidah Islam secara kuat, dibentuk kepribadian Islamnya dengan mantap. Jadi yang mereka dapatkan di pendidikan dasar adalah penguatan keimanan dengan berbagai konsekuensinya, yaitu pembiasaan beribadah, penanaman akhlak karimah dan bentuk-bentuk ketaatan yang lain. Mereka digembleng dengan syariat sehingga menyadari tujuan penciptaannya di dunia.

Sehingga pelajaran penunjang berupa skil kehidupan dan wawasan umum bisa mereka dapatkan seiring dengan penguatan akidah. Anak didik tidak boleh mempelajari tsaqofah asing dari luar Islam kecuali mereka sudah belajar di pendidikan tingkat tinggi. Jadi sangat berbeda sekali dengan kurikulum sekuler yang menjadikan pelajaran agama sebagai pelengkap dan pemanis saja. Maka wajar jika pelajar hari ini tidak memiliki moral dan kepribadian yang selaras dengan nilai-nilai Islam.

Kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar pun ditegakkan dalam jiwa-jiwa generasi. Sehingga akan menghasilkan sosok individu muslim yang peduli terhadap lingkungan sekitar. Mereka senantiasa waspada akan segala hal yang bisa membawa pada kemaksiatan. Suasana saling mengingatkan pun akan terasa hangat.

Sedangkan yang tidak kalah penting adalah hadirnya sebuah negara yang peduli generasi. Negara di dalam Islam memiliki peran dan fungsi yang sangat urgen dalam melindungi dan menjaga generasi dan semua rakyatnya. Segala bentuk akses yang bisa merusak keimanan dan kepribadian harus ditutup, semisal tontonan sampah yang membahayakan.

Negara juga harus menerapkan adanya sanksi yang tegas untuk setiap kejahatan agar membuat pelaku jera seiring dengan edukasi yang terus dikawal oleh negara. Sebab setiap anak yang telah memasuki usia tamyis, mestinya mereka sudah bisa membedakan perbuatan baik dan buruk. Apalagi sudah menginjak usia baligh yang berarti telah terbebani hukum syara' atau taklif. Maka mereka wajib memahami segala konsekuensi atas setiap perbuatan yang dilakukan, termasuk melakukan perundungan kepada teman. Atas dorongan imanlah generasi muda melakukan segala kebaikan dan memberi kontribusi terbaik untuk negara. Semuanya tidak lain adalah demi mendapatkan rida Allah Swt. Wallahu’alam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image