Angka Diabetes Menipis dengan Cukai Minuman Manis?
Agama | 2024-03-12 06:01:50Di Indonesia, penyakit diabetes berada di urutan tiga besar sebagai penyakit yang menyebabkan angka kematian tertinggi. Namun dengan tingginya angka kematian karena diabetes, disisi lain yang membuat miris justru konsumsi gula terus mengalami peningkatan. Data konsumsi gula pada akhir tahun 2023, seperti yang dilansir dari National Sugar Summit (NSS) tanggal 13 Desember 2023, mencapai angka 3,4 juta ton. https://www.cnbcindonesia.com/1 februari 2024)
Dari realitas di atas, maka pemerintah berencana akan memulai mengenakan cukai untuk produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Rencananya akan diterapkan di tahun 2024 ini. Yang akan dikenai cukai adalah minuman yang mengandung gula, pemanis alami, dan pemanis buatan. Hal ini juga didorong oleh WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) di tahun 2022 telah resmi memberi rekomendasi kepada negara anggota untuk menerapkan kebijakan fiskal pada minuman berpemanis. Di tahun 2024 ini sebanyak 85 negara sudah menerapkan kebijakan ini.
Ruediger Krech, Direktur Promosi Kesehatan WHO menyampaikan bahwa pajak atas minuman berpemanis dapat menjadi alat yang sangat ampuh guna meningkatkan kesehatan karena bisa menyelamatkan nyawa dan mampu mencegah penyakit, disamping juga akan memajukan pemerataan kesehatan dan mobilisasi pendapatan bagi negara yang dapat digunakan untuk mewujudkan cakupan kesehatan universal. Diharapkan juga bahwa pajak minuman berpemanis akan mendorong perusahaan untuk mengatur ulang formulasi priduknya dengan mengurangi kadar gula.
Bukan hanya rekomendasi WHO, upaya dikenakannya cukai minuman berpemanis akan menambah pemasukan negara. Sri Mulyani pada Komisi XI DPR RI pernah menyampaikan bahwa potensi penerimaan dari cukai MBDK bisa mencapai Rp. 6,25 triliun.
Cukup Efektifkah?
Jika dikaji lebih mendalam terkait kebijakan cukai MBDK dari penerapannya masih penuh dengan tantangan dan perlu dikaji apakah cukup mampu menekan angka kematian akibat diabetes. Sebabnya adalah karena kebijakan ini syarat dengan kepentingan kapitalistik. Fokus utamanya masih bukan karena faktor kesehatan masyarakat tapi lebih kepada keuntungan negara yaitu akan menambah pendapatan negara secara signifikan
Sebenarmya upaya mencegah diabetes dan menekan angka kematian akibat diabetes membutuhkan sesuatu yang mendasar dan menyeluruh. Tidak hanya kebijakan fiskal, namun kebijakan yang holistic supaya masyarakat dapat keluar dan menyelesaikan persoalan ini. Hanya dengan mentapkan cukai pada minuman berpemanis tidak akan serta merta membuat konsumsi gula atau minuman berpemanis menjadi menurun. Apalagi ditengah kehidupan yang serba sulit, kemiskinan yang menghimpit, maka pilihan hidup dengan makanan sehat adalah suatu hal yang sulit untuk dijangkau masyarakat. sebuah contoh, untuk memenuhi gula dari makanan sehat bisa dari buah-buahan, namun sisi lain, harga buah pun selangit, sehingga masyarakat tidak banyak yang dapat menjangkaunya. Maka pilihan akan jatuh pada minuman dan makanan yang berpemanis dengan harga yang relatif murah dan dapat dijangkau.
Belum lagi persoalan tingkat literasi pada masyarakat yang masih sangat rendah. Informasi terkait dengan bagaimana makanan sehat, kandungan gizi berkualitas, dan sebagainya belum sampai pada masyarakat secara merata. Mayoritas mereka masih banyak tergiur dengan makanan dan minuman yang sedang viral di sosmed, walaupun kandungan gizinya tidak terjamin. Dari sini dipastikan bahwa penetapan cukai pada minuman manis tidak akan secara spontan menjadikan konsumsi gula di masyarakat menjadi turun
Seharusnya yang lebih efektif adalah negara dapat menetapkan standar mutu produk yang akan dijual di pasar. Termasuk standar gula pada makanan dan minuman yang aman untuk mencegah diabetes dan menekan angka penderita diabetes akibat konsumsi gula berlebih. jika ada perusahaan yang tidak patuh apada standar mutu yang sudah ditetapkan maka akan diberi sanksi. Namun hal ini sangatlah sulit untuk negara kita saat ini, karena negara merasa sangat diuntungkan dengan adanya industri baik makanan dan minuman.
Halal dan Thayyib dalam Islam
Sulitnya permasalahan dalam sistem kapitalisme bisa dilihat dari cara pandang negara terhadap rakyatnya. Sistem kapitalisme menganggap negara adalah penjual dan rakyat adalah pembeli. hubungan diantara keduanya layaknya bisnis dan perdgangan, negara akan berupaya mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari rakyat. Negara tidak akan bertanggung jawab mengurusi kepentingan rakyat. Sehingga kebijakan cukai minuman ini sebagai implementasi dari cara pandang tersebut.
Berbeda halnya dengan Islam, islam mengatur hubungan negara terhadap rakyatnya dengan cara pandang negara adalah pelayan rakyat. Sehingga negara akan menjamin terlaksananya pelayanan kebutuhan rakyat termasuk pangan dan kemanan pangan.
Islam mengatur secara holistik tentang pola hidup sehat, dalam rangka kelestarian hidup manusia dan keberlangsungan hidup yang sehat serta terhindar dari penyakit yang berbahaya. Dan dalam hal ini termasuk pengaturan tentang makanan yang dikonsumsi. Dalam Islam makanan yang dikonsumsi haruslah halal dan thayyib. Seperti dalam firman Allah di surat Al Maidah ayat 88 :
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ ٨
“Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu beriman”.
Halal artinya boleh, makanan halal adalah makanan yang boleh dikonsumsi tanpa sebab tertentu untuk terlarang. Sedangkan thayyib berarti lezat, baik, sehat, mentramkan, dan paling utama. Ahli tafsir menjelaskan kata thayyib ini berarti makanan yang sehat tidak tercampur bahan yang dapat merusak dan membahyakan secara fisik.
Maka makanan dan minuman dengan pemanis berlebih yang dapat merusak kesehatan manusia bukanlah manakan dan minuman thayyib yang dapat dikonsumsi. Sehingga harus ada pengaturan produksi makanan dan minuman ini..
Sistem pemerintahan Islam akan melakukan upaya menyeluruh untuk mewujudkan jaminan makanan sehat bagi masyarakat, yaitu makanan halal dan thayyib. Tidak hanya dari ketersediannya tapi juga dari kemudahan mengakses bahan pangan tersebut. Kebijakan akan difokuskan pada bagaimana pemasukan di baitul mal dari pengelolaan sumber daya alam, fai, kharaj, dan zakat,bukan dari penarikan pajak.
Ditambah, negara akan menetapkan ketentuan dalam industri makanan dan minuman, seperti standar mutu dari barang yang diproduksi dan dipasarkan. Akan menghukum dengan sanksi yang tegas pada setiap pelanggaran yang dilakukan perusahaan, serta pada saat bersamaan akan memberikan edukasi yang luas pada masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan tahyyib.
Dengan pengaturan yang demikian, masyarakat tidak hanya akan terhindar dari bentuk penyakit yang membahayakan dan mengantarkan pada kematian, tapi justru masyarakat akan tumbuh sehat, lestari dan dapat melangsungkan kehidupannya dengan sejahtera sesuai dengan tujuan penciptaan mereka.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.