Diam Mawas Diri, Bergerak Lawan Korupsi!
Edukasi | 2024-03-04 15:34:45Hari ini enaknya makan apa yaa? Pernahkah anda merasa atau mungkin sekarang sedang dilema dalam memilih menu makan? Jika Anda merasa dilema dalam memilih menu, bersyukurlah karena masih banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung anda. Dilema mereka bukan lagi soal menunya, tapi apakah mereka punya sesuatu untuk dimakan hari ini. Mereka harus berjuang melawan terik matahari dan hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan mereka harus berjuang hanya untuk mendapatkan makanan.
Di sisi lain, ada sebagian orang yang mempunyai kuasa dan wewenang sibuk berkompromi melakukan tindakan korupsi. Mereka yang mengadopsi pandangan hidup hedonis cenderung memprioritaskan kesenangan materi di atas integritas dan tanggung jawab publik. Tekanan sosial dan kebutuhan akan pengakuan dari teman sejawat mendorong mereka melakukan praktik korupsi, seperti penyalahgunaan kekuasaan atau manipulasi kebijakan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan orang lain.
Masih segar diingatan kita, pandemi virus corona (COVID-19) yang melanda dunia sejak awal tahun 2020 telah membawa dampak yang signifikan, tidak hanya pada aspek kesehatan, tetapi juga perekonomian dan kehidupan sosial. Di Indonesia, upaya penanganan pandemi ini mencakup berbagai upaya, termasuk penyediaan bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak. Kurangnya tata kelola yang baik dan kurangnya transparansi dalam penyaluran bantuan sosial meningkatkan celah korupsi. Dana bantuan yang dialokasikan untuk membantu masyarakat malah menjadi dana “bancakan” bagi pemangku kebijakan.
Melansir dari situs KOMPAS.com pada tanggal 28 Februari 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah memvonis Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus suap bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kemensos dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Menurut KPK, total uang suap yang diterima Juliari adalah sebesar Rp 17 miliar. Juliari disebut-sebut mengunakan seluruh uang tersebut untuk keperluan pribadi.
Miris bukan? Di saat negara dan masyarakat bertahan sekuat tenaga melawan pandemi, masih ada oknum yang mencari keuntungan dengan melakukan praktik korupsi tanpa melihat kondisi masyarakat.
Korupsi bukan sekadar tindakan melanggar hukum, namun juga merupakan penyakit sosial yang merusak kesejahteraan masyarakat. Dalam menghadapi ancaman ini, kita perlu membangun masyarakat yang tidak hanya menolak korupsi, tetapi juga memiliki kesadaran diri dan sikap empati.
Mawas diri menjadi kunci pertama dalam mengembangkan integritas pribadi yang mampu menahan godaan korupsi. Hal ini melibatkan refleksi diri secara terus-menerus, menilai dan mengevaluasi setiap tindakan yang kita lakukan. Dengan meningkatkan kesadaran pribadi, kita dapat mengenali potensi bahaya korupsi dalam kehidupan sehari-hari dan memastikan bahwa tindakan kita selaras dengan nilai-nilai moral yang kuat.
Selanjutnya, kita harus mempertajam empati, karena dengan empati kita mampu mengubah perspektif dan mendorong perlawanan terhadap korupsi serta melihat dan merasakan dampak yang ditimbulkan oleh korupsi pada sesama manusia, ekonomi, dan masa depan generasi mendatang. Empati mengajarkan kita untuk memahami penderitaan orang lain, mendorong tindakan positif bekerja sama dalam melawan ketidakadilan.
Mengutip pernyataan Angel Gurria dari TRANSPARENCY INTERNATIONAL The Global Coalition Against Corruption, salah satu organisasi non-pemerintah terkemuka di dunia menyuarakan: “Integrity, Transparency and The Fight Against Corruption Have to Be Part of The Culture. They Have To Be Thought as Fundamental Values”. Maknanya, nilai-nilai fundamental dalam upaya pemberantasan korupsi harus ditanamkan dalam diri kita masing-masing dan menjadi bagian dari budaya.
Gerakan melawan korupsi tidak dapat dimulai tanpa kesadaran pribadi. Mawas diri membangkitkan kesadaran akan dampak buruk korupsi pada masyarakat dan memberdayakan individu untuk bertindak sebagai pelopor perubahan. Selain itu, mawas diri membantu membentuk fondasi yang kuat untuk bertindak secara etis dan jujur, bahkan ketika dihadapkan pada tekanan atau godaan.
Melalui empati, kita dapat memahami dengan mendalam kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh korupsi. Ini bukan hanya tentang menghindari tindakan koruptif, tetapi juga tentang berperan sebagai pembawa perubahan yang membawa nilai-nilai integritas ke dalam masyarakat.
Gerakan anti korupsi mulai muncul dimasyarakat salah satunya adalah gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK), sebuah gerakan yang menempatkan perempuan sebagai pemegang peran penting dalam pencegahan korupsi. Berkat gerakan ini, perempuan menyadari bahwa banyak perbuatan sehari-hari yang justru merupakan perbuatan korup dan jika dibiarkan bukan tidak mungkin menjadi tindak pidana korupsi. Ketika kesadaran diri terbangun, perempuan akan siap menjadi garda terdepan dalam pencegahan korupsi.
Gerakan ini merupakan salah satu wujud konkrit inisiatif masyarakat yang percaya bahwa perubahan sekecil apa pun akan berdampak, mulai dari dirinya sendiri, keluarganya, lalu lingkungannya.
Sebagai individu kita harus bersikap tegas melawan, turut andil menjadi bagian perlawanan terhadap korupsi, melakukan hal-hal kecil berdampak besar yang bisa meminimalisir korupsi. Dalam harmoni ini, kita menemukan kekuatan untuk menciptakan masyarakat yang bersih, adil, dan bebas dari belenggu korupsi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.