Puasa Dapat Berdampak Positif bagi Kesehatan Otak
Info Sehat | 2024-03-04 10:53:59SELAMA berabad-abad, puasa telah mendapat tempat penting dalam berbagai budaya dan agama. Aktivitas puasa dipuji karena khasiatnya yang membersihkan dan merevitalisasi tubuh. Mungkinkah tradisi puasa yang sudah lama ada menjadi kunci untuk membuka perubahan transformatif dalam tubuh manusia?
Untuk menjawab pertanyaan menarik ini, para peneliti di Precision Healthcare University Research Institute (PHURI) di Queen Mary University of London, Inggris, memulai eksperimen unik.
Dua belas sukarelawan dengan berani setuju untuk berpartisipasi dalam puasa air selama 7 hari. Sambil memantau kesehatan mereka dengan cermat, para peneliti bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang bagaimana tubuh kita bereaksi ketika kekurangan makanan.
Penelitian ini mengungkapkan titik balik penting dalam bagaimana tubuh merespons puasa beberapa hari. Dalam beberapa hari pertama, tubuh beralih dari penggunaan gula sebagai energi ke pembakaran simpanan lemak, yang dikenal sebagai ketosis. Ini merupakan respons awal tubuh untuk memastikan memiliki cukup energi untuk bertahan hidup.
Namun, setelah tiga hari berpuasa, tubuh memulai respons yang lebih luas yang melibatkan perubahan pada berbagai organ dan sistemnya. Perubahan ini mencakup penyesuaian protein yang mendukung otak, sistem kekebalan tubuh, dan bahkan kemungkinan perbaikan sel. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh memasuki keadaan yang berbeda, berfokus pada efisiensi dan perlindungan pada saat ketersediaan pangan rendah.
Puasa memicu respons seluruh tubuh
Para peneliti dengan cermat mempelajari hampir 3.000 protein dalam darah para sukarelawan. Yang mengejutkan, sekitar sepertiga protein berubah secara signifikan selama periode puasa. Protein-protein ini, ditemukan di berbagai organ dan terlibat dalam beragam proses biologis, menunjukkan bahwa puasa memicu respons seluruh tubuh, bukan perubahan terisolasi di area tertentu.
Menariknya, perubahan kadar protein terjadi secara konsisten pada semua partisipan penelitian, meskipun ada perbedaan gender dan kesehatan individu. Konsistensi ini menunjukkan respons yang mendasar dan mendarah daging terhadap puasa, sebuah mekanisme bawaan dalam tubuh manusia. Ini adalah proses biologis universal yang aktif untuk menangani tidak adanya nutrisi yang masuk dan mengoptimalkan fungsi selama kondisi tersebut.
Puasa juga mengubah protein yang ditemukan di jaringan struktur pendukung otak, yang disebut matriks ekstraseluler. Jaringan ini menyediakan dukungan struktur dan biokimia untuk sel-sel otak.
Perubahan matriks ekstraseluler dapat berdampak signifikan pada fungsi otak, mulai dari kesehatan sel-sel otak hingga efektivitas komunikasi satu sama lain. Temuan ini menunjukkan bahwa puasa dapat berdampak positif bagi kesehatan otak.
“Untuk pertama kalinya, kami dapat melihat apa yang terjadi pada tingkat molekuler di seluruh tubuh saat berpuasa,” jelas Claudia Langenberg, Direktur PHURI, sebagaimana dikutip earth.com.
“Puasa, jika dilakukan dengan aman, adalah intervensi penurunan berat badan yang efektif. Pola makan populer yang menggabungkan puasa – seperti puasa intermiten – mengklaim memiliki manfaat kesehatan selain penurunan berat badan. Hasil penelitian kami memberikan bukti manfaat kesehatan dari puasa selain penurunan berat badan, namun hal ini baru terlihat setelah tiga hari pembatasan kalori total – lebih lambat dari yang kami perkirakan sebelumnya,” sambung Langenberg.
Dengan memahami cara kerja puasa pada tingkat yang lebih dalam, para ilmuwan mungkin dapat mengembangkan pengobatan yang meniru manfaatnya tanpa memerlukan puasa yang sebenarnya. Pengetahuan ini juga dapat membantu mengatasi masalah kesehatan modern seperti obesitas dan diabetes dengan memberikan dasar bagi rekomendasi atau intervensi pola makan baru yang menggunakan prinsip puasa untuk meningkatkan kesehatan.
“Temuan kami memberikan dasar bagi beberapa pengetahuan kuna tentang mengapa puasa digunakan untuk kondisi tertentu. Meskipun puasa mungkin bermanfaat untuk mengobati beberapa kondisi, seringkali, puasa bukanlah pilihan bagi pasien yang menderita penyakit,” kata penulis pendamping penelitian, Maik Pietzner, Ketua Data Kesehatan PHURI.
“Kami berharap temuan ini dapat memberikan informasi mengapa puasa bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, yang kemudian dapat digunakan untuk mengembangkan pengobatan yang dapat dilakukan pasien," tambahnya.***
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.