Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Eka Setiawati

Agak Laen: Ada Aplikasi kok Nambah Korupsi

Teknologi | Thursday, 29 Feb 2024, 15:28 WIB
Ilustrasi aplikasi absen pegawai (Sumber: Bing.com)

Korupsi = Monopoli + Diskresi – Akuntabilitas (Klitgaard,2005), artinya bahwa korupsi dapat terjadi jika ada monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang, memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan didukung dengan tidak adanya pertanggungjawaban yang jelas.

Pada awal tahun 2000 atau pada saat itu lebih dikenal sebagai Y2K (Abad Milenium) adalah ketika awal saya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), secara kasat mata, tingkat kehadiran pegawai pada saat apel pagi dan sore setiap hari, pada saat jadwal olahraga hari jumat pagi, dan kepatuhan jam kerja para pegawai terlihat sangat tinggi. Padahal pada masa itu gaji PNS tergolong masih memprihatinkan, rata-rata pegawai mendapat gaji Rp. 200.000,- per bulan.

Mengapa pegawai pada masa itu begitu disiplin?. Haas (2013) menulis dalam bukunya Bureaucratic Entrepreuneur : “Tak ada hubungan yang lebih penting daripada hubungan dengan atasan anda, sebagian karena merekalah yang memiliki wewenang untuk mempekerjakan dan memecat”

Lebih lanjut Haas (2013) juga menguraikan:

“Sebagian atasan ada yang memandang semua hal adalah bisnis. Pembicaraan basa basi membuat mereka bosan. Rapat-rapat yang lebih dari limabelas menit membuat mereka resah. Sebagian lainnya suka berdebat sengit atau Panjang lebar. Ada juga yang senang bekerja pagi-pagi sekali sementara yang linnya bekerja sangat keras hingga pekerjaannya benar-benar selesai. Dengan tipe apapun anda harus menyesuaikan diri anda dengna cara kerjanya”.

Pimpinan tertinggi saat itu adalah seorang kepala daerah yang senang bekerja pagi-pagi sekali, tidak suka basa-basi, apabila diundang untuk suatu kegiatan selalu datang sebelum waktunya, tegas memberikan reward dan punishment secara langsung, seringkali tanpa pandang bulu, dan lain-lain yang mendeskripsikan kedisiplinan.

Suatu ketika secara spontan beliau memberikan hadiah untuk pegawai yang datang paling pagi. Di saat lainnya memberikan hukuman dengan memutasi para pegawai di Instansi strategis yang tidak mengikuti senam Jum’at pagi. Oleh karena itu, mempelajari hal tersebut, sebagian besar pegawai saat itu mempunyai disiplin yang tinggi dan tepat waktu.

20 tahun kemudian, yaitu saat ini, di mana teknologi berkembang pesat dan men-disrupsi banyak sekali metode kerja, dibangunlah sebuah aplikasi absensi digital yang dapat diinstal pada mobile phone setiap pegawai, untuk merekam kehadiran pegawai agar melaksanakan tugasnya sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aplikasi yang sangat memudahkan seluruh pegawai karena tinggal cekrek-upload dari telepon genggamnya masing-masing.

Seharusnya aplikasi ini dapat lebih mendisiplinkan pegawai, karena kehadiran tercatat secara akurat dan berdampak pada tambahan penghasilan yang akan diterima oleh para pegawai. Tetapi apa yang terjadi?. Sungguh bertolak belakang dengan tujuan dibangunnya aplikasi ini. Secara kasat mata, jumlah pegawai yang datang tepat waktu justru lebih sedikit, terlihat dari jumlah kendaraan di tempat parkir pegawai. Di sisi lain Tampak pula pemandangan sejumlah pegawai yang datang melebihi jam mulai kerja, secara berurutan.

Meskipun aplikasi ini sangat bermanfaat dalam mencatat kedisiplinan pegawai, namun ada kelemahan pada aplikasi yang memungkinkan terjadinya kecurangan, masih dibiarkan. Bukan tanpa sepengetahuan pemegang otoritas, tetapi karena berbagai pertimbangan untuk memberikan keringanan (dispensasi) kepada beberapa pegawai yang mengalami kondisi tertentu. Di sinilah diskresi (kebijakan) berkontribusi pada terjadinya korupsi waktu.

Kedua masa tadi memang tidak dapat diperbandingkan karena situasi dan kondisi yang berbeda. Pada tahun 2000an intensitas tatap muka pimpinan tertinggi dengan pegawai terbawah terjadi setiap pagi hari dan sore hari, sehingga pimpinan dapat melihat dan berkomunikasi langsung dengan para pegawai. Memberikan hadiah serta hukuman secara spontan yang melahirkan respek kepada pimpinan secara langsung. Sedangkan Hari ini, masa dimana layanan dituntut serba cepat, akuntabilitas makin transparan, hal-hal administratif diringkas dengan artificial intelegence, maka teknik-teknik penilaian lama manjadi basi untuk diterapkan.

Walaupun kedua masa tersebut berbeda, satu hal yang masih harus sama, nilai anti korupsi dalam hal ini yaitu kedisiplinan, tetap harus diupayakan, agar rakyat tidak dirugikan karena terjadi praktik-praktik yang berdampak pada birokrasi yang tidak efisien. Disiplin menjadi wajib dan dengan cara disengaja kita harus terus menerus menginternalisasikan kedisiplinan dalam diri masing-masing.

Celah-celah kecurangan memang selalu menggoda untuk dimanfaatkan, hanya rasa malu yang dapat membentenginya. Kecurangan yang awalnya kecil akan semakin besar seperti bola salju yang siap menggulung apapun yang ada dihadapannya. Disiplin harus kita tanamkan, mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai sekarang!. Kita mahluk beragama yang mempercayai bahwa Tuhan itu ada. Kebaikan dan keburukan akan diperhitungkan dengan adil pada waktunya. Kalau masih curang, agak laen memang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image