Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Hukum Tetesan Air Sisa Mandi Junub

Agama | 2024-02-22 16:54:01
Dokumen bisnis.com

Mandi wajib atau mandi junub merupakan salah satu ketentuan wajib dalam agama Islam yang harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah. Mandi junub sendiri adalah mandi besar yang dilakukan setelah seseorang mengalami junub, baik karena hubungan suami istri, mimpi basah, haid, nifas, dan sebab-sebab junub lainnya.

Dalam pelaksanaan mandi junub, terkadang muncul pertanyaan terkait hukum tetesan air sisa mandi junub yang jatuh kembali ke wadah air. Apakah tetesan air tersebut dianggap najis sehingga merusak kesucian air dan membatalkan mandi? Ataukah tetesan air tersebut tidak berpengaruh apa-apa terhadap kesucian air dan sahnya mandi?

Menurut pandangan jumhur ulama, tetesan air sisa mandi junub yang jatuh kembali ke wadah air tidaklah dianggap najis dan tidak merusak kesucian air maupun sahnya mandi. Hal ini didasarkan pada beberapa dalil dan pertimbangan berikut:

Pertama, air yang digunakan untuk mandi junub pada dasarnya adalah suci. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Air itu suci, tidak menjadi najis kecuali jika berubah baunya, rasanya, atau warnanya." (HR. Abu Daud no. 66, Ibnu Majah no. 520, dan Ahmad 2: 405. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Kedua, tubuh orang yang mandi junub pada dasarnya adalah suci setelah selesai mandi sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Sesungguhnya air itu suci, tidak menjadikan sesuatu najis kecuali jika berubah bau, rasa, atau warnanya. Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari tidurnya lalu ia mendapati sesuatu (mimpi basah) maka hendaklah ia menyiramkannya dengan air, karena sesungguhnya air itu mensucikan." (HR. Abu Daud no. 236, dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 229)


Dengan demikian, tubuh orang yang telah mandi junub sudah kembali suci, sehingga tetesan air dari tubuhnya tidaklah dianggap najis. Air tetap suci selama tidak ada perubahan sifatnya.


Ketiga, kaidah ushul fiqh menyatakan:
"Pada dasarnya, semua benda itu suci."
Maksudnya, segala sesuatu pada dasarnya adalah suci, kecuali ada dalil yang menyatakan kenajisannya. Dalam kasus tetesan air sisa mandi junub ini, tidak ada dalil yang menyatakan tetesan air tersebut najis. Oleh karena itu, tetesan air tersebut hukumnya tetap suci selama tidak merubah sifat air.


Keempat, ada kaidah lain yang berbunyi:
"Kesucian itu tetap ada selama tidak ada dalil yang menghilangkannya."
Maksudnya, air yang sudah diketahui suci itu hukumnya tetap suci selama tidak ada dalil syar'i yang mengharamkannya atau menjadikannya najis. Dalam kasus ini, tidak ada dalil yang mengharamkan kesucian air karena tetesan mandi junub, sehingga hukum asal kesuciannya tetap berlaku.


Kelima, menjadikan tetesan air mandi junub itu najis dan membatalkan mandi dapat menyulitkan umat Islam dan bertentangan dengan kaidah memudahkan dalam agama. Karena jika tetesan itu dianggap najis, maka orang yang mandi junub harus sangat berhati-hati agar tidak ada setetes pun air yang jatuh kembali ke wadah. Ini tentunya akan mempersulit dan kesulitan itu harus dihindari dalam agama.


Keenam, para ulama telah sepakat (ijma') bahwa tetesan air mandi junub tidak menjadikan air menjadi najis. Antara lain yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, Aisyah, dan sejumlah sahabat lainnya. Tidak ada perselisihan pendapat dalam masalah ini.


Dengan demikian, berdasarkan dalil-dalil dan kaidah ushul fiqh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tetesan air dari sisa mandi junub yang jatuh kembali ke wadah air tidaklah dianggap najis. Tetesan air tersebut tidak merusak kesucian air atau membatalkan mandi junub yang dilakukan. Sehingga hukum asal kesucian air tetap berlaku dan mandi yang dilakukan tetap sah menurut syariat.


Pandangan ini merupakan pendapat jumhur ulama dan pandangan yang rajih berdasarkan dalil. Adapun sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa tetesan air mandi junub itu najis dan membatalkan mandi apabila jatuh kembali ke air. Namun pendapat ini lemah (za'if) karena tidak didukung oleh dalil yang kuat, bahkan bertentangan dengan kaidah-kaidah ushul fiqh yang mapan.


Sebagai kesimpulan, hukum tetesan air sisa mandi junub adalah tetap suci selama tidak merubah sifat air. Tetesan air tersebut tidak dianggap najis dan tidak membatalkan mandi apabila jatuh kembali ke wadah air. Ini adalah pendapat mayoritas ulama berdasarkan Al-Quran, Hadis, dan kaidah-kaidah ushul fiqh. Wallahu a'lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image