Pengakuan Utang dan Keadilan Hukum Menurut Agama
Agama | 2024-02-22 06:00:17Harta seseorang adalah hak pribadinya yang harus dijaga dan dihormati. Tidak boleh semena-mena mengambil atau menuntut harta orang lain tanpa bukti yang sah, meskipun kita yakin bahwa orang tersebut berhutang pada kita.
Alasannya sederhana, klaim sepihak tanpa bukti yang kuat tidak bisa dijadikan dasar untuk mengambil hak orang lain seenaknya. Kita tidak boleh menjadi hakim bagi diri sendiri. Apalagi dalam urusan harta yang sensitif, tuduhan hutang tanpa bukti bisa merusak nama baik dan kehidupan orang lain.
Oleh karena itu, jika kita mengklaim seseorang berhutang pada kita, yang wajib dilakukan adalah mengajukan gugatan secara resmi ke pengadilan atau badan arbitrase. Kita harus menyediakan bukti-bukti kuat berupa saksi, surat perjanjian, atau rekaman untuk mendukung klaim kita.
Jika kita tidak memiliki bukti sedangkan tergugat menyangkal dengan tegas, maka secara hukum kita kalah. Tergugat berhak untuk bersumpah bahwa ia tidak berhutang, dan dengan sumpah itu secara lahiriah tergugat dibebaskan dari tuntutan.
Meski begitu, kebenaran hakiki tetap berada di tangan Tuhan Yang Maha Adil. Jika suatu saat nanti terbukti bahwa tergugat telah berdusta dalam sumpahnya, maka ia tetap akan mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak. Keadilan Tuhan tidak bisa dilarikan.
Mengapa hukum sangat ketat dalam masalah bukti hutang piutang ini? Karena menyangkut harta yang sangat sensitif. Tuduhan hutang tanpa bukti bisa menghancurkan kehidupan dan masa depan seseorang. Maka dari itu, klaim hutang harus disertai bukti yang sangat kuat, tidak bisa asal tuduh.
Di sisi lain, hukum juga melindungi hak orang yang dituduh berhutang. Jika memang ia merasa tidak punya hutang, ia berhak membela diri dan menuntut pembuktian. Jika si penuntut hutang tidak bisa menunjukkan bukti, maka tergugat harus dinyatakan tidak bersalah.
Hukum tidak boleh menghakimi seseorang tanpa bukti yang meyakinkan. Itu namanya melanggar hak asasi manusia. Maka jalan terbaik adalah menyerahkan masalah ini ke badan peradilan yang independen dan berwenang.
Para hakimlah yang akan menilai bukti-bukti dan memberikan putusan yang adil. Kedua belah pihak harus tunduk dan patuh pada putusan pengadilan meskipun tidak memuaskan. Inilah cara menegakkan keadilan sesuai prinsip negara hukum.
Sayangnya, banyak orang yang masih suka main hakim sendiri dalam urusan hutang piutang. Mereka yakin orang lain berhutang pada mereka, lalu langsung menuntut pelunasan dengan cara-cara intimidasi atau kekerasan. Ini sangat bertentangan dengan nilai keadilan dan kebenaran.
Kita tidak boleh mengambil harta orang secara paksa apalagi dengan kekerasan, kecuali melalui prosedur hukum yang sah. Kita juga tidak boleh menyebarkan fitnah hutang yang merusak nama baik seseorang tanpa bukti yang kuat.
Intinya, jangan ambil harta orang lain tanpa bukti yang sah, karena itu perbuatan zalim. Tempuhlah jalur hukum yang benar, dan jika hak Anda terbukti, pasti akan ditegakkan. Jangan takut berlama-lama, karena keadilan membutuhkan proses.
Demikian pembahasan mengenai larangan mengambil hak orang lain secara sewenang-wenang. Marilah kita jaga hukum dan keadilan di masyarakat. Jangan mudah menuduh orang berhutang tanpa bukti, karena itu bisa merusak kehidupan seseorang. Selalu ikuti prosedur yang benar dalam menuntut hak kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.