Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Puspa Kenanga

Sertifikasi Halal, Demi Siapa?

Agama | Thursday, 15 Feb 2024, 10:51 WIB

Makanan dan minuman halal merupakan hal yang penting bagi kaum muslimin. Isu-isu tentang produk halal menjadi hal yang sensitif dan menjadi perhatian masyarakat. Terkait dengan akidah dan keimanan, kaum muslimin berusaha hanya mengkosumsi makanan dan minuman yang halal saja.

Sekitar 14 abad yang lalu Rasulullah SAW telah mengingatkan sebagaimana yang diriwayatkan sahabat Sahl ra. berkata, “Siapa saja yang makan makanan yang haram, maka bermaksiatlah anggota tubuhnya, mau tidak mau.” (Lihat: Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid 2, hlm. 91). Maknanya, makanan yang haram itu akan cenderung mendorong seseorang melakukan kemaksiatan.

Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. juga bersabda, “Wahai Sa‘ad, perbaikilah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang hamba yang memasukkan satu suap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima amalnya selama 40 hari.” (Lihat: Sulaiman bin Ahmad, Al-Mu‘jam al-Ausath, Jilid 6, hlm. 310).

Jadi, sangat penting bagi umat Islam untuk mengonsumsi makanan halal karena ibadah bagi seorang muslim sangatlah berarti. Setiap niatan dan aktivitas ibadah seorang muslim bernilai pahala yang akan mendekatkannya ke surga. Apabila 40 hari ibadahnya tidak diterima, bisa dibayangkan betapa meruginya seorang muslim.

Apa yang dibutuhkan oleh kaum muslimin ini seolah bersambut dengan seruan Bapak Menteri agama. Sebagaimana dalam https://www.kompas.com/tren/read Kementerian Agama mewajibkan pedagang makanan dan minuman termasuk pedagang kaki lima (PKL) memiliki sertifikat halal. Kewajiban pedagang makanan dan minuman memiliki sertifikat halal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal Aturan tersebut dibuat berdasarkan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham mengungkapkan, pelaku usaha wajib mempunyai sertifikat halal pada masa penerapan pertama aturan ini yang berakhir 17 Oktober 2024.

Hanya saja sangat disayangkan bahwa program sertifikasi halal ini disertai dengan komersialisasi. Pengurusan sertifikat halal ini berbiaya. Negara memang menyediakan 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak januari 2023, jumlah ini terhitung sedikit jika dikaitkan dengan keberadaan PKL yang berkisar 22 juta di seluruh Indonesia. Apalagi sertifikasi ini juga ada masa berlakunya, sehingga perlu sertifikasi ulang secara berkala. Hal ini semakin menguatkan aroma komersialisasi dari sertifikasi produk halal ini.

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero melihat permasalahan yang ada justru pemerintah membatasi sertifikasi halal bagi pelaku usaha sampai 17 Oktober 2024. Dia juga menyayangkan jika biaya sertifikasi nantinya akan mahal.

Selain itu, dalam praktiknya, mengurus birokrasi seperti sertifikasi di Indonesia masih marak ditemui pungutan liar atau pungli. Oleh karenanya, pemerintah harus berkomitmen menjaga program sertifikasi dengan baik. https://tirto.id/gVdT

Seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyat, karena peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan juga merupakan kewajiban agama. Namun dalam system kapitalisme, semua bisa dikomersialiasasi. Hal ini menjadikan produk halal bukan karena kesadaran industri dan pemerintah untuk taat syariat sebagai konsekuensi iman, tetapi semata demi memenuhi selera pasar yang religius. Akhirnya, yang terjadi adalah produk itu dihalal-halalkan, bukan benar-benar halal, demi mengejar target sertifikat halal secara massal. Inilah realitas industri halal di Indonesia yang masih terpaku pada menggencarkan sertifikasi demi mengejar target pasar.

Adapun Islam sebagai agama yang paripurna, memandang bahwa negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk juga dalam melindungi akidah/agama. Oleh karena itu Negara harus hadir dalam memberikan Jaminan halal. Apalagi kehalalan produk berkaitan erat dengan kondisi manusia di dunia dan akherat, baik secara jasmani maupun Rohani. Negara memberikan layanan ini secara gratis.

Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadis dari jalur Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, maka ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Negara juga akan mengedukasi pedagang dan setiap individu rakyat agar sadar tentang makanan dan minuman halal dan selanjutnya akan mewujudkan dengan penuh kesadaran. Negara akan terus mengawal dan memastikan semua produk yang dijual dipasaran semuanya halal, baik itu berupa makanan dan minuman maupun produk-produk yang lain. Selain itu, dengan penerapan hukum Islam secara kafah, negara akan menjamin makanan yang beredar dipastikan halal sehingga umat pun pada akhirnya tidak memerlukan sertifikasi halal.

Sayangnya, kebijakan seperti ini tidak akan kita temui sekarang karena saat ini kita hidup dalam sistem sekuler yang menafikkan agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kebijakan ini akan terselesaikan jika sistem Islam secara sempurna diterapkan dan ummat dipimpin oleh pemimpin yang adil.

Dalam Islam, adilnya seorang pemimpin merupakan hal yang sangat penting dan diperhatikan. Karena keadilan pemimpin dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas. Maka, tidak heran jika Allah sangat memuji dan menjanjikan balasan kebaikan yang luar biasa bagi pemimpin yang baik, namun juga menjanjikan balasan keburukan bagi pemimpin yang tidak baik, sebagaimana hadits Rasulullah, "Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling ‘dekat’ tempat duduknya dari-Nya adalah seorang pemimpin yang adil, sedangkan orang yang paling dibenci Allah pada hari kiamat dan paling keras siksanya adalah seorang pemimpin yang lalim." (HR. Ahmad)

Wallahu’alam bishawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image