Danacita Hapus Cita-cita, Islam Hadir Wujudkan Cita-cita
Agama | 2024-02-13 21:05:45Seratus lebih mahasiswa yang tergabung di keluarga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar aksi demonstrasi kepada rektor ITB di gedung rektorat di Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Senin (29/1/2024). Mereka meminta program pinjaman online (pinjol) untuk biaya kuliah mahasiswa tidak mampu dan berbunga dihapus. Ketua Kabinet KM ITB Muhammad Yogi Syahputra meminta pihak rektorat untuk menghapus program pinjol berbunga. Ia meminta agar kampus memaksimalkan program beasiswa dan keringanan atau cicilan UKT yang tidak memberatkan mahasiswa. (Rejabar, 29/1/24)
Rektorat ITB meminta maaf atas kisruh program pinjaman online (pinjol) untuk biaya kuliah dari Danacita yang viral di media sosial X. Mereka mengeklaim program biaya kuliah menggandeng lembaga pembiayaan menjadi salah satu alternatif untuk mahasiswa. Ia mengungkapkan kampus berkewajiban membantu mahasiswa dengan permasalahan ekonomi. Selain itu, apabila didapati orangtua mahasiswa yang mampu mengalami kesulitan ekonomi di tengah perjalanan akan dicek kembali. Terkait program biaya kuliah melalui aplikasi pinjaman online (pinjol) Danacita, Abduh mengatakan kebijakan kampus terbuka terhadap seluruh mitra termasuk mitra keuangan yang ingin bekerja sama. Ia mengatakan kampus saat ini tengah melakukan integrasi di sektor ekonomi dan akademik. (Republika, 31/1/24)
Sebagai generasi pemimpin masa depan, mahasiswa seharusnya bisa fokus belajar, menjaga prestasi akademik dan mengerjakan tugas-tugas kuliah, tapi sekarang mahasiswa masih harus dibebankan dengan biaya pendidikan yang begitu tinggi. Biaya kuliah hari ini sangat mahal, dikarenakan pendidikan telah dikomersialisasi.
Komersialisasi pendidikan dapat menimbulkan masalah seperti akses terbatas terhadap pendidikan berkualitas, peningkatan beban biaya bagi mahasiswa dan penurunan standar akademik. Kapitalisme adalah faktor yang berkontribusi pada kenaikan biaya kuliah. Dalam sistem ekonomi kapitalis, keuntungan adalah motivasi utama dari kegiatan ekonomi, termasuk dalam pendidikan tinggi. Ketika keuntungan menjadi fokus utama dari lembaga pendidikan, maka tidak heran jika pada akhirnya tidak sejalan dengan misi inti pendidikan, yaitu memberikan pengajaran, pembelajaran yang bermakna dalam rangka melahirkan generasi cerdas untuk masa depan.
Alih-alih meringankan pembayaran biaya pendidikan, pihak kampus malah membuka jalan untuk mahasiswa menggunakan pinjol. Ini sangat menggambarkan pengelolaan pendidikan di indonesia, yang tidak lepas dari sistem yang dianut negara hari ini. Neoliberalisme–sistem turunan dari kapitalisme–yang hari ini bercokol, menekankan pada pasar bebas, sehingga peran pemerintah dibatasi dalam mengatur pasar dan pemerintah lepas tangan untuk melayani kebutuhan publik. Neoliberalisme lah yang telah menggiring masyarakat untuk memiliki budaya riba, sampai-sampai dilegalkan dalam lingkungan pendidikan.
Semua ini berbanding terbalik dengan pendidikan di dalam sistem Islam. Dalam pandangan Islam, negara memposisikan dirinya sebagai pengurus urusan umat, sehingga segala sesuatu yang menjadi kebutuhan umat, termasuk pendidikan dan perguruan tinggi, itu merupakan kewajiban negara menyediakan pendidikan yang berkualitas secara gratis.
Hal ini pernah dicontohkan pada zaman Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan memberikan gaji kepada guru, mu’adzin, imam shalat jama’ah dan juga mengeluarkan dana dari Baitul Maal untuk memastikan bahwa pendidikan bisa diakses oleh seluruh warga negara secara gratis.
Mekanisme pembiayaan pendidikan di dalam Islam, dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas yaitu melalui Baitul Maal. Baitul Maal yang dimaksud adalah institusi atau lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta negara, bukan lembaga keuangan atau amil zakat, sebab harta zakat sudah memiliki peruntukan sendiri, bukan untuk pendidikan.
Baitul Maal harus memiliki pos pemasukan yang sangat besar dan ini hanya bisa diwujudkan apabila diberlakukan sistem ekonomi Islam. Dengan mengelola sumber daya alam sesuai syariat Islam, dari situ ada pos kepemilikan umum, sehingga negara memiliki pemasukan dari pengelolaan tambang, minyak, gas, hutan, laut dll. Dari hasil pemasukan yang besar ini akan dibelanjakan untuk dua kepentingan.
Pertama untuk membayar gaji semua pihak yang terkait dalam pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dll., dan yang kedua untuk menyediakan segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, kampus, asrama, perpustakaan, buku, dll., semua itu disediakan oleh negara. Dengan kata lain, negara menjadi sponsor utama dalam pembiayaan perguruan tinggi, tidak menyerahkan kepada swasta dan membebankan kepada mahasiswa.
Maka hal ini seharusnya mendorong kita sebagai umat Islam untuk kembali mengadopsi sistem Islam. Sistem warisan para Nabi yang terbukti memiliki solusi tuntas atas segala permasalahan. Dalam naungan Islam, mahasiswa tak akan lagi terbebankan biaya pendidikan yang tinggi dan tidak akan berurusan dengan lembaga ribawi, mahasiswa hanya akan fokus untuk menuntut ilmu dalam meraih cita-cita.
Wallahu a’lam bish shawwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.