Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Studi: Untuk Bahagia Ternyata Tak Perlu Memiliki Pendapatan Tinggi

Gaya Hidup | Wednesday, 07 Feb 2024, 15:53 WIB
Uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA via republika.co.id.

BANYAK orang bilang uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Dan kini sebuah penelitian teranyar tentang masyarakat adat di seluruh dunia rupanya mendukung pernyataan tersebut.

Orang-orang yang hidup dalam masyarakat berskala kecil di pinggiran dunia modern menjalani kehidupan yang sama bahagianya dan sama memuaskannya dengan orang-orang dari negara-negara kaya dan berteknologi maju. Demikian para peneliti melaporkan hasil penelitian mereka yang dipulbikasikan, baru-baru ini, di jurnal Prosiding National Academy of Sciences.

"Secara mengejutkan, banyak populasi dengan pendapatan yang sangat rendah melaporkan tingkat kepuasan hidup yang sangat tinggi, dengan nilai yang mirip dengan mereka yang berada di negara-negara kaya," kata peneliti utama, Eric Galbraith, seorang profesor dari McGill University di Montreal, Kanada, sebagaimana dilaporkan kantor berita UPI.

Hal ini bertentangan dengan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah cara yang pasti untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara-negara berpenghasilan rendah. Begitu disimpulkan para peneliti.

Survei global telah menemukan bahwa orang-orang di negara-negara yang lebih kaya cenderung melaporkan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang berada di negara-negara yang lebih miskin, tulis para peneliti dalam catatan latar belakang penelitian mereka.

Namun, menurut para peneliti, jajak pendapat global ini cenderung mengabaikan orang-orang dalam masyarakat di mana pertukaran uang memainkan peran minimal dalam kehidupan sehari-hari, dan di mana mata pencaharian bergantung langsung pada alam.

Untuk penelitian ini, para peneliti mensurvei hampir 3.000 orang dari masyarakat adat atau primitif di 19 lokasi di seluruh dunia. Hanya 64 persen dari rumah tangga yang disurvei yang memiliki uang tunai, kata para peneliti.

Namun, skor rata-rata kepuasan hidup mereka adalah 6,8 pada skala 10 poin di semua komunitas, dan empat di antaranya memiliki skor rata-rata lebih tinggi dari 8. Ini setara dengan kebahagiaan yang ditemukan di negara-negara Skandinavia yang kaya.

"Hal tersebut terjadi, meskipun banyak dari masyarakat tersebut mengalami sejarah marjinalisasi dan penindasan," tulis para peneliti.

Berdasarkan hasil penelitian ini, tim peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat manusia dapat mendukung kehidupan yang sangat memuaskan tanpa harus membutuhkan banyak kekayaan materi.

"Korelasi kuat yang sering diamati antara pendapatan dan kepuasan hidup tidak bersifat universal dan membuktikan bahwa kekayaan -- seperti yang dihasilkan oleh ekonomi industri -- pada dasarnya tidak diperlukan bagi manusia untuk menjalani kehidupan yang bahagia," kata peneliti senior, Victoria Reyes-Garcia, seorang antropolog dari Institute of Environmental Science and Technology of the Universitat Autònoma de Barcelona di Spanyol.

Para peneliti mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengatakan mengapa komunitas-komunitas ini melaporkan tingkat kepuasan hidup yang tinggi.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa keluarga, komunitas, hubungan, spiritualitas, dan hubungan dengan alam berkontribusi pada kebahagiaan ini. "Tetapi ada kemungkinan bahwa faktor-faktor penting tersebut berbeda secara signifikan di antara masyarakat, atau sebaliknya, sebagian kecil faktor mendominasi di semua tempat," kata Galbraith.

"Saya berharap, dengan mempelajari lebih lanjut tentang apa yang membuat hidup memuaskan di berbagai komunitas yang beragam ini, dapat membantu banyak orang lain untuk menjalani kehidupan yang lebih memuaskan sambil mengatasi krisis keberlanjutan," tambah Galbraith.***

Sumber: United Press International

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image