Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Susi Susanti

Kemuliaan di Bulan Rajab

Agama | Tuesday, 06 Feb 2024, 19:12 WIB

Saat ini umat islam memasuki bulan rajab, sungguh beruntung kaum muslim karena banyak keberkahan dibulan rajab pada setiap waktu bulan Rajab banyak kebaikan yang Alloh Swt limbahkan kepada Hamba - Hamba NyA yang mengerjakan amal sholih.

Para ulama menjelaskan bahwa Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram yang Allah Swt. muliakan. Ini berdasarkan firman-Nya:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sungguh bilangan bulan menurut Allah ada dua belas bulan, dalam catatan Allah, saat Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram [suci]. Itulah agama yang lurus. Karena itu janganlah kalian menzalimi diri kalian sendiri pada bulan-bulan itu.” (TQS At-Taubah [9]: 36).

Kemuliaan Rajab banyak diterangkan oleh para ulama. Ibnu Faris menjelaskan bahwa secara bahasa, “rajaba” berarti mengagungkan, menakutkan, menghormati. “Rajaba” juga bermakna mengukuhkan atau menguatkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. (Ibnu Faris, Mu’jam Maqaayis al-Lughah, hlm. 445). Kemuliaan dan keistimewaan Rajab di antaranya terdapat dalam hadis mursal yang diriwayatkan Imam Asy-Syaukani dari Imam Hasan al-Bashri. Disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. menyebut Rajab sebagai bulan milik Allah (syahrulLâh) yang menandakan kemuliaan dan keutamaannya. Beliau bersabda,

رَجَبُ شَهْرُ اللهِ، وَ شَعْبَانُ شَهْرِيْ، وَ رَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ

“Rajab adalah bulan Allah, Syakban adalah bulanku, dan Ramadan adalah bulan umatku.” (Asy-Syaukani, Nayl al-Awthâr, 4/293, Maktabah Syamilah).

Amalan yang Dianjurkan

Ada dua hal penting untuk dikerjakan oleh setiap muslim, khususnya pada Rajab ini. Pertama, setiap hamba yang beriman dan merindukan rida Allah selayaknya bersegera memperbanyak amal saleh baik yang wajib maupun yang sunah, tanpa menunda-nunda lagi. Allah Swt. berfirman,

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ

“Bersegeralah kalian meraih ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi kaum yang bertakwa.” (TQS Ali Imran [3]: 133).

Amal saleh tentu mempunyai kriteria khusus. Tidak setiap amal yang dipandang baik dikatakan sebagai amal saleh. Suatu perbuatan dikatakan amal saleh jika sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt. atau mengikuti syariat-Nya. Keliru jika seorang muslim menyangka amal saleh sekadar amal kebaikan menurut pandangan dirinya, atau menurut opini umum, atau menurut hukum buatan manusia yang berlaku. Nabi Muhammad saw. bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa saja yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada dalam agama kami, maka ia tertolak.” (HR Muslim).

Contohnya, seorang muslim menyangka telah berbuat baik kepada keluarganya karena telah menafkahi mereka, padahal ia menafkahi mereka dari jalan usaha yang haram seperti muamalah ribawi, menerima suap, korupsi, dsb.. Contoh lain, seorang penguasa merasa telah mengambil keputusan yang baik dengan menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam kepada korporasi, padahal sebenarnya sumber daya alam itu adalah milik umat yang harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan mereka. Contoh lainnya lagi, seorang muslim menyangka telah menyelamatkan masyarakat dari bahaya kelompok Islam tertentu yang dituding ”radikal” hanya karena mereka tengah memperjuangkan tegaknya syariat Islam, padahal menegakkan syariat Islam adalah kewajiban setiap muslim. Mengabaikan syariat Islam, apalagi menghalang-halangi penegakannya, adalah tindak mungkar.

Inilah orang-orang yang menyangka telah beramal baik, padahal sesungguhnya mereka merugi. Allah Swt. berfirman,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah, ‘Maukah kalian aku beri tahu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Mereka adalah orang-orang yang sia-sia perbuatannya di dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.’.” (TQS Al-Kahfi [18]: 103—104).

Di antara amal saleh yang besar keutamaannya adalah menjadi pemimpin yang adil. Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang menerapkan syariat Islam secara kafah dan hidup dalam naungan hukum-hukum Allah Swt.. Nabi Muhammad saw. bersabda,

يَوْمٌ مِنْ إِمَامٍ عَادِلٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً، وَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ بِحَقِّهِ أَزْكَى مِنْ مَطَرِ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا

“Sehari bersama seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun. Satu hukum yang ditegakkan dengan haq di bumi lebih suci daripada hujan 40 hari.” (HR Ath-Thabarani).

Kedua, seorang hamba yang takut dengan dosa dan siksa Allah Swt. seharusnya bersegera meninggalkan berbagai kezaliman. Ini karena pada Rajab, balasan atas perbuatan zalim juga dilipatgandakan. Imam Qatadah rahimahulLâh dalam tafsirnya menjelaskan, “Karena kezaliman yang dilakukan pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kezaliman yang dilakukan pada bulan-bulan selainnya.”

Al-Jurjani menjelaskan zalim adalah ”melewati koridor kebenaran hingga masuk pada kebatilan dan itu adalah maksiat”. (Az-Zurjani, At-Ta’rifât, hlm. 186, dinukil dari Mawsû’ah Akhlâq Durar as-Saniyyah).

Oleh karena itu, pada Rajab ini kaum muslim harus lebih bersemangat untuk meninggalkan kezaliman dan kemaksiatan. Di antara sifat zalim yang harus segara dihilangkan adalah menolak penerapan hukum-hukum Allah. Allah Swt. berfirman,

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Siapa saja yang tidak memutuskan hukum berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah kaum yang zalim.” (TQS Al-Ma’idah [5]: 45).

Kita bergembira menyaksikan kaum muslim pada setiap Rajab berlomba-lomba mengerjakan berbagai amal kebaikan. Hanya saja, banyak amal kebaikan itu baru berupa amal-amal pribadi, belum berupa amal yang berdampak pada kepentingan umat. Pada hari ini kita menyaksikan saudara-saudara seiman di berbagai belahan dunia mengalami ketertindasan oleh kaum kafir maupun oleh penguasa mereka sendiri.Umat muslim di Gaza masih terancam oleh tindakan keji genosida zionis Yahudi. Setiap hari 160 anak Gaza tewas di tangan militer Z*onis. Setiap hari pula 10 anak Gaza menjadi cacat akibat serangan brutal Yahudi. Warga Gaza juga sudah berminggu-minggu hidup tanpa listrik, kekurangan air dan makanan. Hari ini 800 ribu penduduk Gaza terancam mati akibat kelaparan dan kekurangan air.

Sementara itu, para penguasa muslim terus-terusan bermain retorika tanpa tindakan nyata. Mereka tidak pernah mengirimkan bantuan yang benar-benar dibutuhkan warga Gaza maupun Myanmar. Bahkan sebagian dari para penguasa itu terang-terangan bersekongkol dengan Z*onis Yahudi, pemerintah Myanmar, juga negara-negara imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris, dsb..Nasib yang tidak kalah memilukan juga dialami oleh kaum muslim Uighur di Cina, di India, atau di Suriah. Mereka teraniaya oleh para penguasa di negeri mereka tinggal. Oleh karena itu, umat membutuhkan amal besar dan nyata untuk menolak berbagai kezaliman ini. Kezaliman ini tidak bisa hilang, kecuali dengan adanya pemimpin yang tampil sebagai junnah (perisai) bagi umat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image