Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image APRILA RAHAYU GANI

Hubungan Pengguna Media Sosial dan Kecemasan Sosial pada Generasi Millenial

Gaya Hidup | 2024-01-29 04:08:29

Penulis: Aurelia Salsabila Putri Damanik, Nur Atika Dora, Salsabila Ramadhina

Azzahra dan Puti Febrina Niko

Anak muda saat ini dikenal anak milenial yang segala sesuatu serba advanced yang mudah diakses sehingga sering tidak terkontrol penggunaannya. Sehingga anak sering melakukan sikap agresif. Adapun bentuk-bentuk agresi yang sering terjadi pada anak, merupakan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap pemrosesan informasi sosial; mengimitasi atau memodelin (imitasi) apa yang terjadi di masyarakat dan bagaimana menginterpretasikan apa yang mereka persepsikan (Cramp, 1994). Papalia (2008) menjelaskan bahwa anak-anak usia 2-18 tahun menghabiskan ratarata 6,5 stick sehari dalam menggunakan media hiburan, TV, video, video amusement, media cetak, radio, musik, nonton film lebih banyak waktunya dibanding kegiatan lain selain istirahat atau tidur. (AAP Committee on Open Instruction, 2001). Berdasarkan sejumlah penelitian epideomologi, lintas budaya, mendukung hubungan sebab akibat antara kekerasan media dan perilaku agresif pada anak-anak, remaja, dan dewasa.

Bahkan korelasinya sangat kuat dari perilaku kekerasan adalah paparan sebelumnya terhadap kekerasan, ini diperkuat adanya kasus baru-baru ini di Jakarta, habis nonton film membunuh anak yang berusia enam tahun. Selain itu, anak-anak yang kecenderungannya menonton film yang mempesona, membangkitkan perasaan mendebarkan yang mendalam tanpa menunjukkan adanya korban manusia, sehingga anak-anak memandang agresi sebagai hal yang diterima. Film, video, musik menggambarkan penggunaan dan membawa senjata sebagai sumber kekuasaan pribadi. Sehingga anak-anak beranggapan bahwa pahlawan ataupun penjahat yang mencapai tujuan mereka melalui kekerasan cenderung menyimpulkan bahwa kekerasan adalah cara efektif menyelesaikan konflik. Generasi milenial merupakan generasi yang lahir antara tahun 1980an sampai sekarang. Generasi ini sangat akrab dengan dunia teknologi berbasis advanced. Penggunaan contraption merupakan bahagian dari way of life anak.

Pemanfaatan teknologi instan telah memudahkan beragam aktivitas generasi milenial. Penggunaan media sosial dikalangan generasi milenial sering menjadi perhatian dan sorotan dari beragam kalangan mulai dari kalangan eksekutif,legislatif, yudikatif, juga sejumlah elemen masyarakat seperti para master, dosen,pemerhati pendidikan dan tentunya dari orang tua.

Jumlah pengguna media sosial dikalangan milenial cukup besar yakni mencapai 93%, karena itu perlu dicermati bagaimana pemanfaatannya agar lebih bisa mengarah ke hal yang positif diantaranya untuk lebih mengoptimalkan sumber daya generasi milenial dalam ikhtiar perbaikan ekonomi bangsa dengan mengoptimalkan beragam industri kreatif berbasis online. Artikel ini dilakukan dengan pendekatan Library Inquire about dengan menggunakan teori media sosial dari Henry Jenkins yaitu teori Participatory Media Culture. Jenkins dalam teorinya menguraikan sejumlah pendekatan dan mekanisme yang dilakukan individu ataupun khalayak tertentu yang secara bersama-samamengambil peran sebagai konsumen media sekaligus pula berperan sebagai produsen informasi tertentu dari media yang ada tersebut.

Berdasarkan information dari hasil riset We Are Social, sebuah lembaga riset media sosial dari Inggris bersama Hootsuite yang dirilis Januari 2019 menunjukkan bahwa pengguna media sosial di Indonesia sudah mencapai 150 juta orang dari add up to populasi sebesar 268,2 juta jiwa. Sementara penggunaan media sosial melalui contraption (handphone) sebesar 130 juta atau sekitar 48 persen dari populasi (katadata.com, 2019). Information ini menunjukkan betapa besarnya penggunaan media sosial dikalangan masyarakat.

Information Worldwide Advanced tahun 2019 yang dilakukan oleh We Are Sosial (Wearesocial.com, 2019) disebutkan bahwa terjadi peningkatan penggunaan media sosial dibanding 2018 lalu, dan penggunaannya didominasi oleh kalangan muda di generasi Y dan Z Indonesia yakni usia antara 18-34 tahun. Riset ini dilakukan dalam rentang waktu Januari 2018 hingga Januari 2019. Dalam riset terlihat bahwa penggunaan media sosial didominasi oleh pria daripada pengguna wanita. Pengguna pria 18-24 tahun mendominasi sebesar 18 persen dibanding wanita sebesar 15 persen. Sementara untuk usia 25-34 tahun, pria tetap mendominasi dengan 19 persen dan wanita 14 persen dari add up to pengguna (kompas.com, 2019). Hasil Susenas BPS Tahun 2018, Indonesia adalah rumah bagi 63,82 juta jiwa pemuda, jumlah tersebut merupakan seperempat dari add up to penduduk Indonesia (Statistik Pemuda BPS, 2018). Diantara jumlah tersebut, jumlah pemuda dominan berada di perdesaan daripada diperkotaan, dan jumlah antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu memiliki perbedaan jumlah signifikan dari beberapa dekade lalu jumlah perempuan yang lebih besar dibandingkan jumlah laki-laki. Pemuda yang terdeteksi dalam sistem informasi berjumlah sekitar sekitar 73,27 persen pemuda menggunakan web dalam tiga bulan terakhir. Sekitar 83,82 persen pemuda di perkotaan menggunakan web selama tiga bulan terakhir, sementara di perdesaan sekitar 59,47 persen.

Hal ini menunjukkan interaksi yang cukup tinggi dari para pemuda dalam menggunakan akses teknologi yang dapat menghubungkannya dengan media sosial. Selain itu, dari sisi jumlah kepemilikan handphone (HP) yang dapat mengakses informasi melalui smartphone juga cukup besar tentunya tidak hanya digunakan untuk kepentingan melakukan panggilan atau menjawab panggilan saja, tetapi didalamnya sangat memungkinkan terjadi interaksi dan penggunaan beragam aplikasi media sosial yang lagi drift di kalangan pemuda seperti facebook, twitter, instagram, dan sejumlah aplikasi lainnya. Kondisi ini memungkinkan perlunya pengamatan lebih lanjut terkait dampak yang akan ditimbulkan oleh Media sosial bagi anak, khususnya bagaimana pengaruhnya terhadap perubahan pola pikir, sikap, bahkan perilaku mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Penggunaan media sosial dalam intensitas tertentu, dapat menyebabkan pengguna kalangan muda ini “menelan” secara mentah-mentah over-burdening informasi yang menyebar di sosial media yang belum tentu kebenarannya dapat terklarifikasi. Bahkan tidak menutup kemungkinan, sejumlah informasi tersebut hanya sekedar deception yang dengan mudahnya tersebar secara massif didunia virtual. Adapun yang menjadi masalah yang dirumuskan dalam tulisan ini, adalah

1) bagaimana Problematika Penggunaan Media Sosial di Kalangan Generasi Milenial;

2) bagaimana generasi milenial menyikapi penyebaran isu dalam masyarakat;

3) bagaimana generasi humble seharusnya memanfaatkan media sosial.

Sebab itu artikel ini bertujuan untuk memahami lebih jauh bagaimana generasi milenial menyikapi perkembangan media sosial yang ada dalam kehidupan sosial dan kebangsaan mereka. Termasuk bagaimana sikap generasi milenial terhadap penyebaran beragam isu di masyarakat. Tulisan ini diharapkan pula dapat memberikan gambaran, analisis dan pembahasan yang bermuara pada upaya menghasilkan rekomendasi para pemangku kepentingan yang dapat diimplementasikan dalam beragam aktivitas kehidupan masyarakat.

Referensi :

Ahmad, A., & Nurhidaya, N. (2020). Media sosial dan tantangan masa depan generasi milenial. Avant Garde, 8(2), 134-148.

Fahrimal, Y. (2018). Netiquette: Etika jejaring sosial generasi milenial dalam media sosial.

isafitri, L., & Yusriyah, K. (2021). Kecanduan Media Sosial (FoMO) Pada Generasi Milenial. Jurnal Audience: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(01), 86-106.

Nurdin, A., & Labib, M. (2021). Komunikasi Sosial Generasi Milenial di Era Industri 4.0. Communicatus: Jurnal Ilmu Komunikasi, 5(2), 231-248.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image