Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Antara Ziarah Kuburan dan Ziarah Kesadaran

Lentera | 2024-01-24 17:43:04

ANTARA ZIARAH KUBURAN DAN ZIARAH KESADARAN

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. Al A’raf: 34)

Pada mulanya, Rasulullah saw melarang ummatnya untuk melakukan ziarah ke makam para lelulur. Alasannya adalah mereka datang ke kuburan bukan untuk mengingat kematian, melainkan untuk meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal. Mereka masih meyakini bahwa orang yang meninggal masih bisa memberikan pertolongan, bisa mendatangkan manfaat, dan mampu memenuhi hajat orang yang masih hidup. Termasuk melakukan persembahan (sesajen). Keyakinan dan perilaku mereka di kuburan menggambarkan nuansa kesyirikan.

Kemudian, ketika keimanan ummat Nabi Muhammad sudah kuat dan kokoh, akhirnya beliau mengizinkan mereka untuk melakukan ziarah kubur.

Perihal ziarah kubur, yang paling sering melakukan adalah orang-orang dari kaum Nahdliyyin dibanding dari golongan lainnya. Mereka biasanya setiap Kamis sore rutin pergi ke makam untuk membaca dzikir-tahlil, surat Yaasiin, dan doa kepada ahli waris mereka. Selain itu, pada momen-momen seperti hari raya, bulan Ruwah, Maulid Nabi, tahun baru Hijriyah juga melakukan ziarah. Tidak hanya ziarah kepada ahli waris, mereka juga sering pergi berziarah ke makam para wali, kiai, atau orang-orang yang dimuliakan lainnya.

Bahkan, tetangga saya ada yang melakukan ziarah kubur itu setiap hari, usai shalat Subuh.

sumber gambar: https://republika.co.id

Jangan Hanya Sekedar Ritual

Tentu bagus apabila ada orang yang rajin (rutin) melakukan ziarah kubur. Harapannya mereka akan semakin mengingat akan datangnya kematian. Dengan duduk khusyu’ di depan kuburan, timbul kesadaran di dalam dirinya bahwa cepat atau lambat, ia juga akan dimasukkan ke dalam kuburan. Sadar bahwa ia akan mati juga. Sadar bahwa akhir dari hidupnya adalah dimasukkan ke dalam tanah. Rumah masa depannya adalah sepetak tanah seukuran tubuhnya.

Apabila menyadari sepenuhnya akan datangnya kematian, maka ia akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya. Kalau orang mau hidup (terlahir ke dunia) membutuhkan bekal, sudah barang tentu orang yang akan mati juga membutuhkan bekal yang cukup. Bekal itu bukanlah berupa uang, harta-benda, keluarga, atau perihal duniawi lainnya, melainkan amal kebaikan.

Oleh karena itu, dalam menjalani kehidupan sehari-hari, ia akan berusaha memperbanyak amal saleh dan meminimalkan amal salah.

Ia tidak terlalu tamak terhadap harta-benda, rakus terhadap kekuasaan, menuruti hawa nafsu, menyakiti orang lain, dll. Ia sadar betul bahwa uang, harta-benda, properti, keluarga tidak bisa dibawa mati. Uang yang kita cari siang dan malam, harta-benda yang kita tumpuk dari hari ke hari, kekuasaan yang kita pertahankan sedemikian rupa, pasangan dan anak-anak yang sangat kita cintai dan merasa takut kehilangan mereka; pada akhirnya semuanya akan kita tinggalkan.

Satu-satunya yang bisa kita bawa ke alam kubur adalah amal kita.

Namun, patut disayangkan, ada sebagian orang yang rajin (rutin) ziarah ke kuburan, tapi sikap dan perilakunya sehari-hari menunjukkan bahwa ia tidak akan mati atau ia akan hidup selamanya. Ia masih banyak berbuat dosa, banyak bermaksiat, menyakiti dan menzalimi orang lain, menipu, korupsi, dan perbuatan mungkar lainnya.

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Al Jumu’ah: 8)

Kesadaran akan kematian belum masuk ke dalam ruang batinnya. Kesadaran akan hari kiamat belum tertanam di alam bawah sadarnya. Ia pergi berziarah tak lebih dari sekedar tradisi atau mengikuti tren.

Ziarah baginya baru sebatas ritual semata.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image