Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RISNAWATI RIDWAN

Layangan Putus, Bukti Kekerasan dalam Bentuk Perselingkuhan

Eduaksi | Saturday, 08 Jan 2022, 17:25 WIB

Apa yang membuat seseorang berselingkuh dari pasangannya? Banyak alasannya jika ingin ditelusuri. Namun kadang kala tidak ada alasan apapun yang muncul mengapa perselingkuhan terjadi. Seperti pada tayangan webseries Layangan Putus yang viral, digawangi oleh Reza Rahardian, Putri Marino dan Anya Geraldine, perselingkuhan terjadi tanpa disebabkan kekurangan dari sang istri yang diperankan oleh Putri Marino. Tetapi tanpa disadari oleh Aris, sang suami telah melakukan kekerasan terhadap istrinya. Kekerasan yang menimbulkan kesakitan, kesedihan, ketidaktentraman, ketidaknyamanan, kemarahan dan lainnya.

Saya bukan penonton film yang fanatik. Tetapi saya suka menonton film yang mempunyai cerita yang bagus, apalagi jika pemerannya adalah artis-artis yang memang sudah teruji kualitas aktingnya seperti Reza Rahardian. Cerita Layangan Putus ini sering saya dengar dari teman-teman. Pada awalnya saya tidak tertarik untuk menonton apalagi bercerita tentang perselingkuhan. Tetapi saat saya membaca salah satu artikel hasil tulisan peserta pelatihan menulis yang saya ikuti menyebutkan tentang cerita Layangan Putus, namun fokus tulisan tersebut pada perlindungan yang harus diberikan kepada tokoh si anak yang berakting dalam film. Kebetulan pelatihan menulis ini mempunyai tema tentang perlindungan anak dan keadilan gender, tentunya tema pembahasannya tidak jauh tentang anak dan perempuan.

Setelah membaca artikel tersebut, kemudian menonton beberapa episode awal dari film ini, menimbulkan pemahaman baru bagi saya bahwa ternyata sebuah perselingkuhan adalah sebuah bentuk lain dari kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh “korban”.

Dalam wikipedia.org, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mempunyai arti tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan.

Dilihat secara sepintas, perilaku Aris terhadap Kinan, tidak menunjukkan kekerasan yang dapat dilihat secara kasat mata. Tidak adanya perilaku pengendalian, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan. Tetapi dampak dari tindakan manipulatif seorang Aris menghasilkan hilangnya rasa percaya seorang Kinan kepada suaminya, timbulnya perasaan was was akan ditinggalkan oleh suaminya dan perasaan tertekan saat anaknya memprotes atas ketidak hadiran ayahnya saat dibutuhkan.

Banyaknya tekanan yang dialami Kinan menyebabkan ganguan kesehatan mental dimana menjadi tidak percaya diri dengan situasi pernikahannya. Apalagi dengan pendapat sahabatnya sendiri yang mengatakan Kinan baper akan kondisi rumah tangganya. Secara psikologi, perasaan ini akan menyebabkan stres, gangguan kecemasan, depresi, gangguan makan, hingga Post Traumatic Disorder Syndrome (PTSD). Dan puncak semua tekanan yang dialami oleh Kinan adalah saat Kinan menkonfrontasi bukti-bukti yang didapatnya kepada Aris. Situasi tekanan yang dialami oleh Kinan mengakibatkan pada menurunnya kesehatan fisik berupa tekanan darah menjadi tinggi. Sedangkan tekanan darah tinggi bagi ibu hamil sangat berbahaya. Seperti diketahui bahwa setelah pertengkaran hebat mereka, Kinan harus di operasi dan bayinya meninggal dunia.

Cerita perselingkuhan tidak akan pernah habis dibahas. Apalagi jika fokusnya pada wanita, dari sudut pandang si penggoda atau sudut pandang si korban. Sebagai seorang wanita saya melihat film ini membawa pesan lain, bahwa tidak semua perselingkuhan berawal dari wanita. Bahkan ibunya Kinan pun telah memperkiran bahwa seorang pria sesempurna Aris pun dapat menyakiti perempuannya.

Kesempurnaan yang ditunjukkan oleh tokoh Aris ini sebenarnya memanipulasi orang disekitarnya sehingga tidak memberikan kepercayaan kepada Kinan yang mempunyai insting bahwa suaminya berselingkuh. Kepercayaan yang tidak ada tersebut menyebabkan Kinan juga merasa tidak dihargai dan tidak dipahami. Dan perasaan tidak dihargai adalah bentuk bahwa sebuah kekerasan telah terjadi. (RbR)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image