Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kezia Viola Sembiring

Tindakan Penerapan SDG'S Ke 9 Bidang Industrialisasi Pertanian di Rwanda, Afrika

Pendidikan dan Literasi | Wednesday, 10 Jan 2024, 10:43 WIB

Negara Afrika diketahui daerah yang memiliki banyak kekayaan alam, sumber daya manusia, flora fauna dan permasalahan yang terjadi di negara tersebut. Negara Afrika mempunyai kapasitas sumber yang besar baik dari segi sumber daya manusia dan alam nya. Kemampuan negara Afrika tersebut dapat dikatakan mempunyai kemampuan yang begitu besar di dalam bidang sandang pangan. Hal ini tentu tidak hanya mempunyai peluang keluar dari permasalahan yang ada yaitu kelaparan hingga kerawanan pangan yang ada, akan tetapi hal ini mempunyai peluang yang bagus untuk menjadi peran utama dalam dinamika pasar pangan berskala internasional. Hal ini dapat dilihat dari faktor kondisi alamnya yang mendukung, ketersediaan sumber energi, kondisi dalam penduduknya, dan juga mempunyai aneka ragam agroekologi.

Dalam peta wilayah, Afrika Barat mempunyai vegetasi hutan hujan yang subur, dan hujan turun dalam dua kali setahun. Di sisi Afrika Utara, cenderung relative jarang, curah hujan yang begitu rendah serta masa sinar matahari yang lama. Kebanyakan penduduk Afrika menempati di daerah pedesaan dan sudah lama mempunyai budaya pertanian yang kuat. Oleh sebab itu, bagi penduduk Afrika untuk pertanian sangat berharga sebagai mata pencaharian dan memutar perekonomian bagi penduduk Afrika.

Daerah yang menjadi ekspor utamanya adalah Rwanda. Rwanda merupakan negara bagian Selatan Sahara, 70% penduduknya bekerja di bidang pertanian yang merupakan kegiatan sehari-hari nya untuk kegiatan pertanian, cuaca tentu berdampak pada sumber daya alam dan meningkatkan kondisi area tersebut agar menjadi bagus. Dilihat dari segi iklim, Rwanda mempunyai cuaca sedang dalam dua periode hujan per tahun. Suhu di daerah Rwanda bergantung pada topografinya, daerah yang paling hangat ada di sekitaran dataran rendah serta perbukitan dengan suhu yang begitu sejuk, terutama dingin. Oleh karena itu, tidak heran jika daerah Rwanda mempunyai lahan yang sangat produktif hingga menghasilkan berbagai kebutuhan komoditas pertanian.

Pertanian adalah kegiatan utama nya dan telah menjadi budaya penduduk Rwanda, hasilnya telah terbukti bahwa kontribusi zona pertanian telah mencapai 60% lebih untuk pendapatan nasional Rwanda, komoditas teh dan kopi menjadi sektor utama yang mencapai nilai ekspor sebesar US$106,9 juta. Terdapat 6 lahan pertanian baru telah tumbuh pasca perang saudara dan genosida yang terjadi pada tahun 1990 sampai 1994. Setelah melewati kejadian perang saudara, situasi berangsur dengan normal, Rwanda telah berhasil mengoptimalkan pendapatan nasional di berbagai sektor seperti pariwisata, pertambangan, serta industry teknologi digital. Selain dari pertanian, peningkatan ekstrim dalam Pembangunan ekonomi Rwanda pasca perang saudara juga disebabkan dari intensifnya Pembangunan ekonomi pertanian. Dalam catatan nya, Rwanda telah mencapai nilai ekonomi sebesar 8,6% di tahun 2018. Angka tersebut cukup luar bias ajika dibandingkan oleh perkembangan ekonomi negara tetangganya seperti Uganda dan Burundi.

Petani Teh di Rwanda

Upaya ini meningkatkan Rwanda mendapatkan pendapatan nasional dari zona pertanian yang erat kaitannya dengan implementasi SDG 9 yang terfokus dalam segi aspek infrastruktur, inovasi dan industry, khususnya di industrialisasi sektor pertanian. Jika tidak ada Upaya industrialisasi pertanian yang signifikan, kemungkinan besar perekonomian Rwanda akan memasuki periode pertumbuhan ekonomi yang rendah atau tidak ada sama sekali yang berdampak signifikan terhadap berlangsunya kehidupan penduduk tersebut. Selain itu, ketahanan pangan Rwanda sedang terancam terkait dengan adanya kesulitan atau tantangan yang dihadapi Rwanda dalam Upaya implementasi SDG 9, khususnya terkait Kawasan di sektor pertanian.

Selaku negara sub Sahara, Rwanda mempunyai kemampuan hebat buat kurangi tingkat kemiskinan serta tingkatkan ketahanan pangan. Perang saudara di Rwanda pada tahun 1990 hingga 1994 memberikan akibat yang sangat besar terhadap infrastruktur dan perekonomian nasional. Zona pertanian adalah tulang punggung Rwanda buat memperbaiki situasi nasional pasca perang, karena sebagian besar penduduknya tinggal di desa serta mempunyai budaya pertanian yang erat. Namun kenaikan kebutuhan pangan nasional serta menyusutnya lahan pertanian menjadi tantangan baru yang dialami bermacam negara di dunia, khususnya Rwanda.

Berbagai pihak telah merespons permasalahan global ini, seperti para pakar bidang ketahanan pangan serta organisasi internasional. Para pakar sedang meningkatkan konsep dan bermacam parameter terpaut ketahanan pangan, serta FAO mengidentifikasi ketahanan pangan selaku salah satu masalah yang butuh ditangani di seluruh dunia. Setelah itu, PBB menetapkan SDGs, ialah 17 tujuan global untuk mengatasi permasalahan terpaut ketahanan pangan serta kesejahteraan manusia dan mencapai pembangunan berkelanjutan. Berikutnya, Uni Afrika mendukung CAADP selaku kerangka kerja regional yang konsisten dengan SDGs buat menciptakan kesejahteraan bersama serta meningkatkan penghidupan di Afrika.

Selaku negara Uni Afrika, Rwanda sudah menampilkan komitmen yang kuat dalam mengembangkan lahan pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui kebijakan agroindustrialisasi yang mencerminkan bermacam parameter semacam SDGs 9, CAADP dan 4 pilar agroindustrialisasi FAO UNIDO .

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image