Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Doni Abdullah Alhafidz

Kontravensi Pengaruh Media Massa Terhadap Kesehatan Mental Remaja

Eduaksi | Thursday, 04 Jan 2024, 18:50 WIB
foto from: pexels.com

Kesehatan mental remaja yang dipengaruhi oleh media massa merupakan topik yang banyak diperdebatkan beberapa tahun terakhir, tingginya penggunaan media massa membuat kanal tersebut menjadi elemen penting dalam proses perkembangan remaja.

World Health Organization melaporkan pada tahun 2017 terdapat 10–20% anak-anak dan remaja yang menderita gangguan kesehatan jiwa.

Gangguan yang paling sering ditemukan pada kelompok tersebut adalah gangguan ansietas dan depresi, dengan prevalensi yang meningkat hingga 70% dalam 25 tahun terakhir.

Era baru teknologi telah merevolusi cara kita berkomunikasi dan berinteraksi. Beberapa ahli berspekulasi bahwa media sosial dan media massa memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental remaja.

Berbagai penelitian dilakukan untuk menilai apakah media sosial maupun media massa memiliki dampak positif atau negatif terhadap kesehatan mental remaja.

Hubungan antara Media Massa dan Kesehatan Mental Remaja

Hubungan antara media massa dan kesehatan mental telah lama menjadi perbincangan. Pernyataan dari beberapa organisasi kesehatan, seperti American Association of Suicidology atau Royal Society for Public Health mengenai topik ini menjadi perdebatan di kemudian hari karena didasari oleh penelitian dengan desain yang kuat.

Pada tahun 2011, American Academy of Pediatrics menyebutkan bahwa “Depresi Facebook” merupakan sebuah kondisi yang mungkin terjadi pada kaum muda yang menggunakan media terlalu lama. Pernyataan tersebut menjadi kontroversi setelah diketahui bahwa laporan tersebut tidak didasari sumber primer, melainkan berita di media.

Di sisi lain, studi-studi primer yang telah dilakukan sejauh ini menunjukkan hasil yang bervariasi mengenai hubungan antara media massa dan kesehatan mental remaja.

Media massa sering dianggap memberikan dampak negatif pada remaja. Penggunaan media massa dan medua sosial dinilai memiliki risiko terhadap penyimpangan psikososial remaja, seperti penghargaan diri, gambaran tubuh ideal, dan identitas remaja.

Selain itu, media massa juga berkaitan dengan isu mengenai perundungan dunia maya, akses pornografi yang lebih mudah, dan perilaku sexting atau bertukar pesan yang berbau seksual.

Pada tahun 2018, tinjauan oleh Crone et al menunjukkan bahwa perkembangan sistem saraf yang sedang mengalami perkembangan signifikan pada saat remaja berkontribusi terhadap sensitivitas remaja terhadap penolakan di dunia maya, penerimaan dan pengaruh teman sebaya, serta interaksi yang penuh emosi di media massa.

Sensitivitas terhadap pengaruh teman sebaya ini lebih tinggi ditemukan pada kelompok remaja daripada kelompok usia lebih tua. Dari tinjauan ini dapat disimpulkan media massa memiliki pengaruh yang lebih besar pada kelompok remaja.

Tinjauan pustaka dari 13 artikel primer pada tahun 2020 oleh Keles et al menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan media massa dan masalah kesehatan mental pada remaja, terutama depresi. Tinjauan lain oleh Primack juga menunjukkan hubungan antara penggunaan media massa dan peningkatan insidensi depresi, ansietas, dan gangguan tidur pada remaja.

Penelitian O’Reilly et al pada tahun 2018 menunjukkan hasil yang menarik tentang pandangan remaja mengenai hubungan media massa terhadap kesehatan mental mereka sendiri. Penelitian kualitatif tersebut menganalisis 6 focus group discussion di berbagai sekolah di kota Leicester dan London.

Para responden yang terdiri dari para remaja, cenderung setuju bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Namun, mayoritas menjawab dengan subjek “remaja pada umumnya”, bukan berdasarkan pengalaman pribadi. Para remaja tersebut mungkin tidak merasakan sendiri dampak media massa terhadap kesehatan mental mereka, tetapi menjawab berdasarkan informasi yang pernah mereka dapatkan.

Hal ini menunjukkan bahwa remaja memiliki kekhawatiran mengenai risiko internet dan media massa terhadap kesehatan mental, baik secara langsung yang berujung pada kelainan mood dan ansietas maupun secara tidak langsung melalui perundungan dunia maya.

Meskipun banyak penelitian yang menunjang adanya hubungan antara penggunaan media massa dan kesehatan mental remaja, banyak penelitian lain menunjukkan hasil sebaliknya dan menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut.

Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa kebanyakan metode penelitian tersebut adalah potong lintang, sehingga sulit menentukan hubungan kausalitas penggunaan media massa memengaruhi kesehatan mental, atau sebaliknya, yaitu orang yang mempunyai kecenderungan untuk depresi, ansietas, atau distres psikologis lainnya menggunakan media massa dengan intensitas yang lebih tinggi.

Bukti Klinis Kontra Adanya Hubungan antara Kesehatan Mental Remaja dan Massa Sosial

Pada tahun 2017, Berryman et al meneliti hubungan berbagai aspek media sosial terhadap kesehatan mental 467 responden. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa media massa tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk memprediksi kesehatan mental.

Berryman et al juga menyatakan kekhawatiran bahwa penggunaan media massa yang mencetuskan krisis kesehatan mental juga tidak dapat dibenarkan.

Namun, penelitian tersebut mengeksklusi perilaku vaguebooking, yaitu unggahan pada media sosial dan media massa yang tidak memberikan informasi yang jelas, yang bertujuan untuk menarik perhatian dari pembacanya, seperti “Kadang aku merasa seperti entahlah..” Dalam konteks penggunaan media massa, vaguebooking dapat menjadi peringatan seseorang sedang mengalami masalah mental.

Meskipun tidak setuju bahwa media massa dapat menyebabkan krisis kesehatan mental, Berryman et al menyatakan bahwa hubungan antara penggunaan media massa dan kesehatan mental dipengaruhi oleh bagaimana seseorang menggunakan media massa tersebut.

Kualitas dan cara penggunaan media massa lebih memengaruhi kesehatan mental daripada waktu yang dihabiskan. Hal ini sesuai dengan tinjauan oleh Keles et al, yaitu beberapa studi menunjukkan tidak ada hubungan antara frekuensi penggunaan media massa dan mood depresi, meskipun beberapa studi lain menunjukkan hal sebailknya.

Variasi hasil penelitian tersebut dapat disebabkan penggunaan media massa berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesehatan mental, tetapi dijembatani oleh faktor-faktor mediator seperti insomnia, dukungan sosial yang dirasakan, dan ruminasi.

Dari studi-studi tersebut ditemukan, penggunaan media massa semata tidak secara langsung memiliki hubungan dengan kesehatan mental. Komponen dalam penggunaan media massa memainkan peran lebih terhadap kesehatan mental.

Selain itu, faktor luar juga dapat memengaruhi dan menjembatani hubungan antara penggunaan media massa dan kesehatan mental remaja.

Komponen Penggunaan Media Massa yang Berperan pada Kesehatan Mental Remaja

Dalam penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara media massa dan kesehatan mental remaja, terdapat variasi hasil mengenai komponen media massa yang berperan. Sebagian besar penelitian menunjukan hubungan tersebut sangat kompleks dan tidak bisa dinyatakan sebagai hubungan langsung. Hal ini menunjukkan hubungan antara media massa dan kesehatan mental bersifat multifaktorial.

Dari 13 penelitian yang dianalisis oleh Keles et al, dapat disimpulkan bahwa ada empat faktor risiko utama terhadap gangguan kesehatan mental remaja akibat penggunaan media massa, yaitu durasi penggunaan media massa, tingginya aktivitas di media massa, investasi personal pada media sosial, dan adiksi media massa.

Aktivitas media massa yang dimaksud adalah frekuensi memeriksa pesan masuk, jumlah teman di dunia maya, dan jumlah swafoto. Hal lain yang perlu digarisbawahi adalah adanya perilaku-perilaku tertentu (contoh: perbandingan sosial, penggunaan media massa secara aktif atau pasif, motif penggunaan media massa) yang lebih berpengaruh menimbulkan gejala depresi, ansietas, dan distres psikologi lainnya daripada frekuensi penggunaan media massa atau jumlah teman di dunia maya.

Faktor lain yang diperkirakan menjembatani penggunaan media massa dan kesehatan mental adalah faktor budaya yang memengaruhi peran dan ekspektasi keluarga terhadap individu remaja, lingkungan yang memengaruhi perkembangan remaja dan kemampuan bersosialisasi, motivasi penggunaan media massa, pembanding sosial dan umpan balik teman sebaya, penghargaan diri, faktor kontekstual, kurangnya aktivitas fisik, serta perundungan di dunia maya.

Dampak Positif Media Massa bagi Kesehatan Mental Remaja

Terlepas dari risiko gangguan kesehatan mental, media massa juga memiliki potensi sebagai platform untuk memberikan dukungan bagi orang dengan gangguan kesehatan jiwa dengan mempromosikan kesehatan mental, mendukung retensi pengobatan kesehatan jiwa, dan meningkatkan layanan kesehatan mental yang sudah ada.

Media massa juga dapat digunakan sebagai jaringan komunikasi bagi remaja untuk saling mendukung satu sama lain. O’Reilly et al pada tahun 2018 mengajukan adanya potensi media massa dalam promosi kesehatan mental pada remaja. Media massa dapat menjadi medium alternatif yang baik bagi remaja untuk mencari informasi dan konseling mengenai kesehatan mental di saat topik ini masih menjadi stigma dan tabu untuk dibicarakan.

Kesimpulan

Media massa memiliki potensi memengaruhi kesehatan mental remaja, terutama gangguan ansietas dan depresi. Meskipun demikian, hubungan tersebut bersifat multifaktorial dan dipengaruhi bagaimana seseorang menggunakan media massa itu sendiri.

Di sisi lain, media massa juga memiliki potensi dalam mendukung remaja dengan gangguan kesehatan mental. Penelitian lebih lanjut mengenai kesehatan mental remaja di era media massa sangat diperlukan.

Penelitian dapat diperluas dalam bentuk follow up longitudinal dan diperluas dalam penilaian media massa secara keseluruhan, tidak hanya pada satu platform tertentu. Pengaruh penggunaan, medium yang digunakan, frekuensi, dan tingkat aktivitas di media massa pada remaja memerlukan kajian lebih lanjut.


Doni Abdullah Alhafidz

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image