Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hanum Prastian

Permasalahan Stunting pada Anak di Indonesia

Edukasi | 2024-01-02 13:50:58
sumber : https://news.unair.ac.id/2020/09/26/stunting-mempengaruhi-kecerdasan-otak/?lang=id

Memiliki keturunan merupakan sebuah anugrah dari tuhan yang sangat didambakan oleh beberapa pasangan yang sudah menikah. Karena dengan adanya keturunan, mereka dapat menciptakan kebahagiaan, meneruskan garis keturunan dan juga dapat menghidupkan suasana hangat di dalam keluarga. Para orang tua akan memberikan semua hal-hal yang terbaik bagi anak mereka untuk tumbuh kembang yang sempurna, sehingga dengan adanya dukungan tumbuh kembang tersebut seorang anak dapat tumbuh ideal. Selain itu, memberikan makanan yang sehat dan menjaga pola makan dapat membantu mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka dari itu orangtua perlu memastikan untuk memberikan makanan sehat dan menjaga pola makan yang baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

Di Indonesia ada beberapa pasangan yang memiliki anak tetapi mereka tidak memperhatikan pola makan yang baik untuk membantu mendukung pertumbuhan anak mereka. Sebagaian besar faktor yang terjadi pada pasangan yang mengalami fase tersebut adalah keterbatasan pengetahuan, MBA (Marriage By accident), faktor ekonomi, kekuranganya nutrisi ibu pada saat kehamilan, atau kurang siapnya pasangan untuk memiliki anak. Sehingga yang terjadi adalah anak mengalami kekurangan nutrisi untuk tumbuh kembangnya, resiko bagi anak tersebut yaitu mengalami keterlambatan tumbuh kembang seperti rentan akan terjangkitnya virus sehingga anak tersebut sering mengalami sakit, keterlambatan tinggi badan, berat badan yang tidak ideal bagi umur anak tersebut, keterlambatan dalam kemampuan berfikir dan fokus dalam belajar. Pada ciri-ciri Sebagian besar pada anak tersebut dapat diketahui sebagai stunting.

Singkatnya, menurut World Healty Organization (WHO) Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak-anak didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan terhadap usia mereka lebih dari dua standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak WHO. Stunting pada awal kehidupan sampai terutama pada 1000 hari pertama sejak pembuahan hingga usia dua tahun hingga gangguan pertumbuhan mempunyai konsekuensi fungsional yang merugikan pada anak. Beberapa dampaknya adalah rendahnya kemampuan kognitif dan pendidikan, rendahnya upah orang dewasa, hilangnya produktivitas, dan jika disertai dengan kenaikan berat badan yang berlebihan pada masa kanak-kanak, peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi di masa dewasa.

Dikutip dari www.antaranews.com, disebutkan bahwa WHO mengestimasikan jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah Stunting (balita kerdil) di seluruh dunia sebesar 22 persen atau sebanyak 149,2 juta jiwa pada tahun 2020. Di Indonesia, berdasarkan data kemenkes, pada tahun 2022 mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25, Januari 2023) dimana jumlah keseluruhan stunting di Indonesia 24,4% di tahun 2021. Jumlah tersebut mengalami keberhasilan penurunan di tahun 2022, yaitu dengan jumlah keseluruhan penyakit stunting di Indonesia yaitu 21,6% pada data terakhir. Ini berarti di perkirakan masih ada 6,3 juta anak balita di Indonesia mengalami stunting saat ini, Dimana ini merupakan kondisi yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Dalam arahan presiden Republik Indonesia terhadap percepatan penurunan stunting di Indonesia telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, yaitu mengenai Percepatan Penurunan Stunting. Hal ini menjadi fokus utama Presiden, karena semakin banyak kasus stunting yang terjadi di Indonesia. Penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi yang diperoleh oleh balita sejak awal masa emas kehidupan pertama, dimulai dari dalam kandungan (9 bulan 10 hari) sampai dengan usia dua tahun. Stunting akan terlihat pada anak saat menginjak usia dua tahun, yang mana tinggi rata-rata anak kurang dari anak seusianya.

Terdapat dampak stunting pada anak yang akan terlihat pada jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka pendek berdampak terhadap pertumbuhan fisik yaitu tinggi anak di bawah rata-rata anak seusianya. Selain itu, juga terdampak pada saat tumbuh kembangan kognitif dikarenakan terganggunya perkembangan otak sehingga dapat menurunkan kecerdasan pada anak. Sedangkan bagi jangka panjang, stunting akan menyebakan anak menjadi rentan terjangkit penyakit seperti penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas di usia tua. Selain itu, dampak jangka panjang bagi anak yang menderita stunting adalah berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu negara. Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa, jika stunting tidak segera diatasi hal ini tentunya akan menyebabkan penurunan kualitas SDM di masa yang akan datang.

Dalam sambutannya di Pembukaan Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) dan Penurunan Stunting di Auditorium BKKBN Halim Perdanakusuma Jakarta (25/1/2023), Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa stunting bukan hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya yaitu menurunnya kemampuan anak untuk belajar dan berkonsentrasi, keterbelakangan mental, dan permasalah yaitu ketiga munculnya penyakit-penyakit serius.

Presiden Joko Widodo mengatakan “Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14% di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,”.

Selanjutnya, “Jadi, target 14% itu bukan target yang sulit hanya kita mau atau tidak mau. Asalkan kita bisa mengonsolidasikan semuanya dan jangan sampai keliru cara pemberian gizi,” ungkap Presiden Joko Widodo.

Penurunan presentase stunting ini terjadi pada masa pandemi covid-19 dan bukan terjadi di masa biasanya. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengharapkan di masa yang normal tahun ini penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih diperhatikan khusus lagi sehingga target penurunan stunting di angka 14% di 2024 dapat tercapai. Menkes Budi Gunadi juga mengungkapkan bahwa Metode survei seperti ini sudah ia lakukan selama 3 tahun, dengan bantuan kerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Mereka menegaskan akan perbaiki ke depannya, mereka juga akan melakukan secara bertahap dan tetap memakai metode pengukuran yang memang sudah mereka lakukan sebelumnya.

Seperti pada arahan yang di jelaskan Presiden Republik Indonesia , upaya penurunan stunting tidak hanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan saja, tetapi dapat diharapkan jika bisa dilakukan oleh semua pihak. Seperti pemerintah desa, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Dengan adanya sinergis dan kerja sama di berbagai sektor pemerintahan diharapkan dapat menurunkan presentase stunting yang ada di Indonesia.

Dalam rangka menurunkan stunting di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Strategi Nasional Percepatan penurunan stunting dalam waktu lima tahun ke depan. Berikut ini upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting antara lain sebagai berikut:

1. memperhatikan asupan gizi dan nutrisi bagi ibu hamil dan ibu menyusui, hal ini bisa juga dilakukan dengan memperhatikan pola makan nutrisi dengan mengomsumsi jenis makanan beragam dan seimbang;

2. melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin bagi ibu hamil, bayi dan balita;

3. mengatasi permasalahan anak yang susah makan dengan cara memberikan variasi makanan kepada anak:

4. menjaga sanitasi lingkungan tempat tinggal yang baik bagi keluarga;

5. memberikan edukasi dan penyuluhan bagi ibu hamil dan menyusui terkait stunting, pola asuh yang baik untuk mencegah stunting serta mendorong para ibu untuk senantiasa mencari informasi terkait asupan gizi dan nutrisi yang baik bagi tumbuh kembang anak;

6. melakukan vaksinasi lengkap semenjak bayi lahir sesuai dengan anjuran dan himbauan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Sedangkan upaya yang dilakukan untuk pengobatan stunting jika anak sudah didiagnosa menderita stunting adalah sebagai berikut:

1. melakukan terapi awal seperti memberikan asupan makanan yang bernutrisi dan bergizi;

2. memberikan suplemen tambahan berupa vitamin A, Zinc, zat besi, kalsium dan yodium;

3. memberikan edukasi dan pemahaman kepada keluarga untuk menerapkan pola hidup bersih dengan menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan tempat tinggal.

Dalam rangka penyelesaian masalah Stunting ini, maka Pemerintah Pusat dan Daerah menerapkan aksi konvergensi intervensi, yang terdiri dari delapan tahapan, antara lain:

Aksi 1: Melakukan identifikasi sebaran stunting, ketersediaan program, dan kendala dalam pelaksanaan integrasi intervensi gizi.

Aksi 2: Menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi.

Aksi 3: Menyelenggarakan rembuk stunting tingkat kabupaten/kota.

Aksi 4: Memberikan kepastian hukum bagi desa untuk menjalankan peran dan kewenangan desa dalam intervensi gizi terintegrasi.

Aksi 5: Memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa dalam pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi di tingkat desa.

Aksi 6: Meningkatkan sistem pengelolaan data stunting dan cakupan intervensi di tingkat kabupaten/kota.

Aksi 7: Melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan publikasi angka stunting kabupaten/kota.

Aksi 8: Melakukan review kinerja pelaksanaan program dan kegiatan terkait penurunan stunting selama satu tahun terakhir.

Sesuai dengan adanya amanat Presiden Republik Indonesia mengenai percepatan penurunan stunting demi mewujudkan Indonesia Emas 2045, Kementerian Keuangan telah menyiapkan anggaran untuk menangani stunting yang terdiri atas anggaran untuk Kementerian/Lembaga di pemerintah pusat, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik. Dengan anggaran yang tersedia untuk menangani stunting tersebut diharapkan kasus stunting di Indonesia menurun, dengan target 14% di tahun 2024. Sehingga Indonesia dapat mencetak generasi emas yang berkualitas, maka dengan adanya generasi emas yang berkualitas dapat memperbaiki SDM di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image