Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Komunikasi Evektif dalam Pendidikan, Studi Kasus: Anak Speech Delay

Pendidikan dan Literasi | Monday, 01 Jan 2024, 21:10 WIB

Komunikasi Evektif Dalam Pendidikan

(Studi Kasus: Anak Speech Delay)

Ajijah Sadiah Nufus, M.Pd, Winda Febriyanti

PG PAUD Universitas Muhammad A.R Fachrudin

[email protected]

[email protected]

Abstrak

Keterlambatan berbicara (speech delay) merupakan salah satu gangguan perkembangan pada anak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap seorang anak bernama Ismail (4 Tahun)mengalami speech delay. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) gambaran speech delay, (2) faktor-faktor penyebab speech delay (3) upaya penanganan yang dilakukan oleh guru dan orang tua untuk meningkatkan kemampuan anak yang mengalami speech delay.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan model analisis data yang digunakan yaitu Miles and Huberman Models. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan keterlambatan berbicara mengalami pengucapan yang kurang sempurna pada kata-kata tertentu, kecenderungan anak hanya memberikan respon non-verbal terhadap stimulus yang diberikan.

Faktor penyebab gangguan keterlambatan berbicara yang dialami anak yaitu anak tidak mendapatkan model yang baik untuk ditiru dalam berbicara dengan menggunakan kata yang tepat, anak tidak memiliki motivasi yang kuat untuk berbicara, serta kesempatan berbicara yang kurang kuat bagi anak. Sementara cara penanganan yang dilakukan oleh guru yaitu memberikan stimulus untuk berbicara dengan porsi yang lebih banyak dari teman lainnya. Anak akan mampu mengekspresikan keinginannya menggunakan bahasa verbal serta senantiasa bekerja sama dengan pihak orang tua agar penanganan lebih optimal.

Kata kunci: Speech delay usia 4 tahun dan pola asuh

A. PENDAHULUAN

Organisasi kesehatan dunia menyatakan bahwa, anak pada usia 0-6 tahun dikatakan sebagai anak dalam masa emas. Hal ini terjadi karena proses pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi peningkatan yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Pada periode emas tersebut anak belajar dengan cara melihat, mendengar, dan merasakan apa yang terjadi di sekeliling mereka. Perkembangan anak ditahap selanjutnya akan dipengaruhi oleh pemenuhan tugas perkembangan anak di tahap sebelumnya (Hockenberry & Wilson, 2009).

Selanjutnya, anak usia dini memiliki ciri khas yaitu selalu bertanya, memperhatikan dan membicarakan semua hal yang mereka lihat, dengar, dan rasakan mengenai lingkungannya secara spontan. Anak secara spontan bertanya ketika melihat, sesuatu yang menarik perhatiannya. Rasa ingin tahu dan antusias anak terhadap sesuatu yang dilihat, didengar, dan dirasakan akan diungkapkan melalui kata-kata atau yang disebut dengan berbicara. Anak yang

memiliki kemampuan berbicara telah menunjukkan kematangan dan kesiapan dalam belajar, karena dengan berbicara anak akan mengungkapkan keinginan, minat, perasaan, dan menyampaikan pemikirannya secara lisan kepada orang di sekelilingnya. Manusia dapat melihat bahwa kemampuan berbicara (communicative competence) seorang anak dengan anak yang lain berbeda-beda. Ada anak yang perkembangan berbicaranya lebih cepat dan ada juga yang mengalami keterlambatan. Apabila seorang anak mampu memproduksi bunyi atau suara yang sesuai dengan tingkat usianya, maka anak dikatakan mempunyai kemampuan berbicara yang baik, sebaliknya jika terdapat gangguan pada fase ini yang berhubungan dengan kesulitan dalam produksi bunyi atau suara yang spesifik untuk berbicara atau adanya gangguan dalam kualitas suara atau gangguan artikulasi.

Anak dikatakan terlambat berbicara, jika pada usia kemampuan produksi suara dan berkomunikasi di bawah rata-rata anak seusianya. Pada hakikatnya, aspek berbicara merupakan salah satu aspek perkembangan seorang anak yang dimulai sejak lahir. Kemampuan anak untuk berkomunikasi dimulai dengan reaksinya terhadap bunyi atau suara ibu bapaknya, bahkan di usia 2 bulan anak sudah menunjukkan senyum sosial pada semua orang yang

berinteraksi dengannya. Di usia 18 bulan anak sudah mampu memahami dan mengeluarkan sekitar 20 kosa kata yang bermakna. Sedangkan di usia 2 tahun sudah mampu mengucapkan 1, kalimat yang terdiri dari 2 kata, misalnya “mama pergi”, “aku pipis”. Jika anak tidak mengalami hal tersebut bisa dikategorikan anak tersebut mengalami keterlambatan berbicara (speech delayed). Gangguan bicara (speech delay) adalah suatu keterlambatan dalam berbahasa ataupun berbicara. Gangguan berbahasa merupakan keterlambatan dalam sektor bahasa yang dialami oleh seorang anak (Soetjiningsih, 1995).

Pada tahun 2016 Minayu dengan penelitiannya yang berjudul “Studi Kasus Gangguan Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini di Kelompok A RA Miftahul Huda Kota Batu” menjelaskan beberapa penyebab anak mengalami gangguan perkembangan bahasa khususnya dalam aspek bicara meliputi: 1) Anak mengalami disatria, gerak lidah terbatas; 2) Kecerdasan yang rendah; 3) Kecenderungan dengan ekspresi panik dan ketakutan; 4) Sulit mengungkapkan keinginan dengan kata-kata, meski orang lain tidak mengerti tapi anak tetap berusaha dengan menggunakan gerakan agar orang lain mengerti; 5) Dengan kemampuan komunikasi yang kurang anak akan kurang diterima dalam kelompok sosial.

Selanjutnya, dalam penelitian yang ditulis oleh Wenty (2011) menyatakan bahwa hasil penelitian telah menunjukkan terdapat 12 faktor pengaruh keterlambatan bicara (speech delay) yang terjadi pada subjek kasus ini. 12 faktor tersebut adalah Multilingual, model yang baik untuk ditiru, kurang kesempatan untuk praktek berbicara, kurangnya motivasi untuk berbicara, bimbingan, dorongan, hubungan teman sebaya, kelahiran kembar, penyesuaian diri, penggolongan dalam peran seks, jenis kelamin, dan besarnya jumlah keluarga. Selain itu juga terdapat 3 faktor temuan dalam penelitian ini, yaitu faktor kebiasaan anak dalam menonton televisi, sistem kakak adik, serta pengetahuan orang yang berada di sekitar subjek yang kurang paham akan hambatan tersebut.

Subjek dalam penelitian ini merupakan seorang anak usia 4 tahun yang ada di kampung Kober Buaran Indah Kota Tangerang Peneliti menentukan subjek tersebut berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di rumahnya. Dalam observasi awal peneliti menemukan anak yang dianggap memiliki gangguan bicara. Anak tersebut menunjukkan perilaku di antaranya, cadel atau kesulitan dalam berbicara, kesulitan melakukan percakapan dengan orang lain, anak lebih pasif dibanding temannya yang lain, dan anak kesulitan dalam membaca.

Anak tersebut juga terkadang cenderung menyendiri serta sering melamun meski saat pelajaran ataupun sudah waktunya jam istirahat. Ketika di dalam kelas pun peneliti mendapati beberapa anak yang lebih sering menggunakan bahasa non verbal seperti ketika dia diajak berkomunikasi dengan teman dia terkadang hanya mengangguk, menggelengkan kepala serta terkadang hanya menunjuk hal apa yang sedang dia maksudkan. Saat memanggil temannya pun dia terkadang lebih memilih menepuk pundak temannya dibandingkan memanggil nama temannya dengan mengeluarkan suara.

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif. Adapun jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus tunggal (individual case study). Hal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah gambaran umum gangguan keterlambatan bicara (speech delay) pada anak, faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara (speech delay) pada anak, serta cara penanganan yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dalam mengatasi gangguan keterlambatan bicara (speech delay). Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Aisyiyah Assalam Desa Gurah Kabupaten Kediri yang merupakan sekolah dari subjek penelitian.

Selain itu untuk mendapatkan informasi lebih mengenai subjek penelitian, maka peneliti juga melakukan penelitian di tempat tinggal atau rumah subjek penelitian. Sesuai setting penelitian kualitatif, maka dalam penelitian ini data akan dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting) seperti di rumah, di sekolah dan di jalan.

C. HASIL ANALISIS FAKTA DILAPANGAN

Kesibukan orang tua dalam bekerja tidak jarang akan mengubah pola asuh dalam keluarga, apalagi ketika istri atau ibu ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Waktu untuk mengurus anak menjadi terganggu terkadang memaksa situasi ataupun pola asuh dalam keluarga menjadi berubah. Tidak semua keluarga mempunyai pola asuh yang sama. Pola asuh inilah yang akan mempengaruhi proses interaksi serta komunikasi orang tua terhadap anak.

Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi dilingkungan masyarakat yang berkaitan dengan pola asuh orang tua terhadap anaknya, seperti pada kasus yang terjadi di kampung Kober RT 01/02 Kelurahan Buaran Indah Kota Tangerang, Provinsi Banten. Seorang anak bernama Ismail (4 Tahun) mengalami keterlambatan bicara yang umumnya anak seusianya dalam berbicara sudah bisa jelas dan bisa memahami perkataan lawan bicaranya akan tetapi anak ini cenderung tidak fokus ketika diajak berbicara dan saat dia berbicara pun belum bisa jelas dalam mengatakan kata-kata yang benar. Hal ini diakibatkan karena Ismail mengalami keterlambatan berbicara jadi dari segi perkembangan kognitifnya pun agak kurang dibandingkan dengan anak-anak yang lainnya.

Ada beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya keterlambatan berbicara (Speech Delay). Penyebab terjadinya keterlambatan berbicara pada anak disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor external. Judarwanto (2009) membagi faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak menjadi dua, yaitu faktor internal meliputi: persepsi, kognisi dan prematuritas. Faktor eksternal meliputi: pengetahuan, pola asuh dan sosial ekonomi. Perkembangan bahasa dan bicara merupakan salah satu dimensi yang sangat rentan terhadap lingkungan yang kurang baik. Faktor penyebab gangguan keterlambatan berbicara adalah: hambatan pendengaran, hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral motor, masalah keturunan, masalah pembelajaran, dan komunikasi dengan orang tua, serta faktor televisi.

Hasil penelitian yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan bicara anak, baik faktor lingkungan maupun faktor dalam diri anak. Namun temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan lebih mempengaruhi kemampuan bicara pada anak. Dengan demikian anak yang mengalami keterlambatan dalam berbicara selain dapat dipengaruhi faktor fisik juga faktor lingkungan yang lebih besar pengaruhnya dalam membentuk kemampuan berbahasa anak usia dini.

Namun dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan orang tuanya, saya mengambil kesimpulan bahwa pada kasus yang terjadi pada Ismail ini, yang menjadi faktor utamanya adalah Faktor eksternal yaitu pengetahuan orang tua yang minim, sehingga mengakibatkan pola asuh yang tidak tepat pada anaknya, selain itu faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi terhadap tumbuh kembang Ismail, karena diketahui untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ibu Ismail harus berjualan sayuran untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka. yang menyebabkan kurangnya terjalin komunikasi efektif dialam keluarga tersebut. Selain faktor-faktor yang sudah saya sebutkan di atas tentu saja tidak menutup kemungkinan ada faktor-faktor lain yang menjadi penyebab Ismail mengalami keterlambatan bicara, seperti faktor keturunan, kurangnya asupan gizi atau faktor lingkungan.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi, 2023.

D. OPINI

Terlambat bicara pada anak dapat berpengaruh pada kognitif dan perilaku sosial si kecil., terdapat dari beberapa sumber saat ini 20 persen anak mengalami speech delay, itu artinya jika terdapat 5 juta anak maka 1 juta anak mengalami speech delay, padahal anak merupakan aset bangsa yang harus diasuh dan dididik sebaik mungkin demi masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Dan isu speech delay ini seharusnya diangkat sebagai isu nasional dan menjadi perhatian bersama bagi seluruh elemen yang memiliki kapasitas dan wewenang dalam hal ini. “Karena anak merupakan aset bangsa,

E. KESIMPULAN

Terlambat bicara atau Speech Delay merupakan salah satu bentuk gangguan perkembangan bicara pada anak. Ini karena berbagai faktor seperti gangguan pendengaran, gangguan pengembangan bahasa dan cara mereka berbicara

Namun dari uraian di atas dapat kami menyimpulkan bahwa keterlambatan berbicara terjadi pada anak usia dini memiliki banyak faktor, selain faktor internal yang sudah disebutkan, Faktor eksternal pun tidak kalah berpengaruh dalam perkembangan bahasa pada anak.

Yang mana untuk upaya pencegahan pada kasus Speech Delay ini bisa dimulai dari pembekalan kepada para orang tua terutama ibu, agar kasus keterlambatan bicara ini tidak semakin banyak dikalangan masyarakat, khususnya di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, dkk. (2003). Risk Factors for Speech Delay of Unknown Origin in 3Year-Old Children. http://www.waisman.wisc.edu/phonology/pubs/PUB18.pdf. Diakses pada tanggal 21 Februuari 2018.

Curtin, S., & Hufnagle, D. (2010). Speech Perception: Development. In Encyclopedia of Neuroscience (pp. 233–238). http://doi.org/10.1016/B978-008045046-9.01899-4

Davis, K. D., Lawson, K. M., Almeida, D. M., Kelly, E. L., King, R. B., Hammer, L., McHale, S. M. (2015). Parents’ Daily Time With Their Children: A Workplace Intervention. PEDIATRICS, 135(5), 875–882. http://doi.org/10.1542/peds.2014-20

Early Childhood Technical Assistance Center. (2015). Family Checklists. Retrieved from http://ectacenter.org/decrp/type-checklists.asp

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image