Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Luqman Hakim

Memahami Kompleksitas Konflik Etnis Pengungsi Rohingya di Aceh

Eduaksi | 2023-12-29 19:58:09
Source : https://www.cnbcindonesia.com/news/20231212163739-4-496565/sikap-terbaru-ri-ke-pengungsi-rohingya

Dosen pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H, M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung)

Penulis : Luqman Hakim Al Asy’ari (Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa Dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Sultan Agung)

Akhir-akhir ini, ramai berita sedang membicarakan tentang pengungsi Rohingya yang kerap meresahkan warga Indonesia. Hal ini dikarenakan warga etnis Rohingya dinilai tidak tau diri dan tidak bersyukur atas pemberian warga Indonesia dan merasa pemberiannya kurang cukup dan meminta lebih, bahkan pengungsi Rohingya kepergok membuang nasi bungkus pemberian warga Aceh hingga mengeluh saat menerima makanan dan beralasan jika pengungsi Rohingya suka makan makanan yang pedas, tapi tidak bisa menyampaikan. Karena itulah warga Indonesia menjadi resah dikarenakan perilaku pengungsi Rohingya tersebut.

Namun, kita tidak tau asal usul warga Rohingya dan mengapa mereka mengungsi di negara tercinta kita Indonesia, dan bahkan mereka kerap mengungsi di negara tetangga kita, yakni Malaysia. Maka dari itu, mari kita bahas ap aitu warga etnis Rohingya? Pengungsi Rohingya di Indonesia adalah warga etnis Rohingya yang melarikan diri ke Indonesia dari upaya genosida yang dilakukan oleh pemerintah junta militer Myanmar. Seperti para pengungsi Rohingya di Bangladesh, Indonesia bukanlah menjadi negara tujuan para pengungsi untuk mendapatkan suaka politik, melainkan hanya sebagai negara transit atau persinggahan. Kemudian para pengungsi Rohingya di Indonesia akan dibantu oleh Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) untuk dibantu menuju negara tujuan. Pengungsi Rohingya di Indonesia banyak tersebar ke beberapa daerah.

Kebanyakan dari mereka ada di Aceh dan Medan, namun ada juga yang sampai ke Makassar. Tersebarnya para pengungsi Rohingya di Indonesia ini disebabkan karena terombang-ambingnya nasib mereka yang berusaha menuju negara pemberi suaka, sementara banyak negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand membatasi kedatangan mereka karena alasan sedang menghadapi krisis ekonomi selama pandemi Corona Virus Diseases (COVID-19).

Merangkum arsip detikEdu, masyarakat Rohingya adalah penghuni daerah Arakan yang dipimpin oleh Raja Suleiman Shah pada tahun 1420. Raja Suleiman Shah ini sebelumnya adalah raja Buddhis bernama Narameikhla. Sayangnya kerajaan tersebut diambil alih kuasa oleh Raja Myanmar pada tahun 1784 dan tahun 1824 Arakan menjadi koloni Inggris. Rohingya mengalami masa buruk ketika dijajah oleh Inggris dan berlanjut sampai penjajahan Jepang yang menyerang Burma atau Myanmar pada tahun 1942. Setelah Myanmar merdeka pada 1948, terjadi ketegangan antara pemerintah dengan Rohingya.

Warga Rohingya ditolak untuk menjadi warga negara Burma dan terjadi pengucilan terhadap mereka. Dikarenakan Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan di Myanmar, hal itu yang kemudian membuat Rohingya mendapatkan berbagai perlakuan buruk dari warga setempat. Mereka mengalami pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan ancaman lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Rohingya keluar dari Myanmar untuk menghindari kekerasan komunal oleh pasukan keamanan. Rohingya mengalami aksi kekerasan besar-besaran pada 25 Agustus 2017 di Rakhine.

Oleh karena itu, warga Rohingya berbondong-bondong mengungsi di Indonesia bahkan di Malaysia, untuk mencari perlindungan terhadap aksi brutal tentara militer Myanmar yang menghancurkan desa Rohingya dan menewaskan ribuan korban warga Rohingya. Tidak hanya itu, alasan warga Rohingya mengungsi di Indonesia dan di Malaysia yakni :

· Masalah keamanan di Bangladesh

Kondisi keamanan kamp Cox's Bazar diketahui banyak terjadi penculikan, pemerasan, pembunuhan, penembakan, dan serangan. Menurut laporan Human Rights Watch 2023, bahwa terdapat geng kriminal dan afiliasi kelompok bersenjata Islamis yang menyerang kamp pengungsi pada malam hari. Bahkan menurut kepolisian Bangladesh, tahun ini sedikitnya 60 orang Rohingya terbunuh di kamp Cox's Bazar.

· Kurangnya sumber makanan

Menurut salah satu pendiri aktivis Free Rohingya Coalition, bahwa Program Pangan Dunia atau WFP telah memotong jatah makanan para pengungsi pada awal tahun ini. Warga Rohingya hanya mendapatkan jatah sebesar 8 dolar atau sekitar Rp124.000 untuk satu orang selama satu bulan. Hal itu menyulitkan mereka bertahan karena makanan adalah sumber hidupnya.

· Sulit mengakses pekerjaan dan pendidikan

Pengungsi Rohingya di Bangladesh mendapatkan batasan dalam mengakses pekerjaan dan pendidikan di sana. Mereka tidak diizinkan untuk bekerja atau bersekolah yang layak karena pihak pemerintah tidak ingin mereka berintegrasi ke masyarakat umum. Bahkan kaum Rohingya dilarang untuk belajar bahasa Bengali, bahasa masyarakat Bangladesh.

Hal tersebut memunculkan pro dan kontra, baik sebagian warga Indonesia ber empati dan merasa kasihan terhadap apa yang terjadi pada warga Rohingya, dan sebagian warga Indonesia merasa resah dan jengkel terhadap warga Rohingya dikarenakan kerap sering membuat masalah dan membuat warga setempat resah. Pengungsi Rohingya di Indonesia memang ada kalanya membuat masalah, seperti kabur dari lokasi penampungan maupun tak puas ketika diberi makanan. Namun, mereka yang membuat masalah, Dan baru-baru ini, terdapat kasus penyeludup Rohingya ke Aceh dan mengaku mereka dibayar Rp.9,8 juta sekali antar. Tentu kasus tersebut menjadi kontroversi dikarenakan tindak pidana perdagangan orang atau penyeludupan orang (people smuggling).

Tersangka penyelundup Rohingya ke Aceh Besar, Aceh, mengaku dibayar agen utama senilai 70 ribu Taka Bangladesh atau sekitar Rp9,8 juta untuk sekali pengantaran imigran ke Indonesia menggunakan kapal. Hal itu terungkap setelah Polresta Banda Aceh menetapkan dua orang lagi tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau penyelundupan orang (people smuggling). Saat ini sudah tiga orang tersangka dalam kasus penyelundupan 135 etnis Rohingya ke Aceh Besar yang tiba pada 10 Desember lalu.

Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadillah Aditya Pratama mengatakan, dua tersangka baru tersebut berinisial MAH (22) warga Bangladesh dan HB (53) kewarganegaraan Myanmar. Kedua pelaku yang baru ditetapkan tersangka itu mengaku dibayar agen utama di Bangladesh sebesar Rp9,8 juta oleh orang yang bernama Inus. Ia juga berperan sebagai penerima uang dari setiap penumpang kapal yang hendak berlayar ke Indonesia. Dua tersangka penyelundup imigran Rohingya ke Aceh itu dijerat dengan pasal 120 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian Jo pasal 55, 56 KUHP yang berisi “ Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara”.

Sebelumnya, polisi terlebih dahulu menetapkan Muhammad Amin (35) sebagai tersangka penyelundupan manusia. Ia berperan sebagai orang yang mengkoordinasi para warga Rohingya yang berada di wilayah Cox's Bazar, Bangladesh serta kapten kapal. Amin juga bekerjasama dengan agen utama yang berada di wilayah Cox's Bazar, Bangladesh, untuk menyediakan kapal. Dari keterangan tersangka, para etnis Rohingya yang ikut ini dibebankan uang senilai 100.000 - 120.000 Taka Bangladesh atau setara Rp14 juta - Rp16 juta. Uang itu di setor ke agen utama untuk keperluan pembelian kapal sekitar Rp 200 juta. Kini total sudah tiga orang tersangka ditetapkan kasus penyelundup manusia, ketiganya mereka yang ikut dalam kedatangan Rohingya ke Aceh Besar pada 10 Desember 2023 lalu.

Memang, permasalahan pengungsian Rohingya menimbulkan kontroversi hingga konflik. Demikian disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Lalu Muhamad Iqbal, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (12/12/2023). Iqbal menegaskan, terdapat dua tindak pidana yang mendorong arus pengungsi Rohingya ke Aceh, yakni penyelundupan orang dan perdagangan manusia. “Jadi Indonesia sebagai pihak di dalam konvensi PBB mengenai kejahatan transnasional memiliki kewajiban internasional untuk mencegah dan ikut memberantas perdagangan manusia maupun penyelundupan orang,” kata Iqbal.

“Karena itu, Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mempersekusi para pelaku tindak pidana, baik tindak pidana penyelundupan manusia maupun perdagangan manusia yang terjadi di dalam pergerakan pengungsi Rohingya ke Aceh,” kata Iqbal. Iqbal mengungkapkan, negara-negara pihak Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional memiliki kewajiban internasional mencegah dan mempersekusi pelaku tindak pidana penyelundupan orang maupun perdagangan manusia.

Iqbal menekankan, kewajiban tersebut tak hanya harus dipikul negara transit seperti Indonesia dalam konteks pengungsi Rohingya. “Tapi juga berlaku kepada negara asal dan juga negara tujuan. Karena itu, kita mendorong semua negara pihak terkait konvensi PBB mengenai kejahatan lintas-batas untuk ikut menangani situasi ini,” ucapnya. Selain itu, Iqbal menyerukan negara-negara pihak dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi menunjukkan tanggung jawab lebih dalam penanganan krisis pengungsi Rohingya.

“Sebagai negara yang bukan pihak dalam Konvensi Pengungsi, Indonesia terus menyampaikan permohonan kepada negara-negara pihak (Konvensi Pengungsi) untuk menunjukkan tanggung jawab lebih besar dalam upaya menangani pengungsi Rohingya ini,” ujarnya. Iqbal menyebutkan, terdapat negara-negara pihak Konvensi 1951 yang menolak kedatangan pengungsi Rohingya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image